eSPeKaPe: Petral Bubar, Harga BBM Harus Murah
Jakarta, Aktual.co — Ketua Umum Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) Binsar Effendi Hutabarat, tidak mempersoalkan pembubaran Petral atau peran Petral sebagai trading arm akan dipegang oleh Pertamina Energy Services (PES) yang saat ini berkantor di Singapura.
“Hal ini terkait dengan stigma buruk Pertamina selama ini lantaran adanya Petral, yang oleh publik dituding sarang mafia migas”, kata Binsar Effendi yang juga Komandan Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM), dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/4). Akan tetapi, jika tahun 2015 Integrated Supply Chain (ISC) membutuhkan impor crude oil sebanyak 9 juta barel per bulan atau 336.000 barel per hari (bph), dan impor premium 115 juta barel setahun, solar 32 juta barel setahun. Rinciannya, impor premium, avtur, solar, dan pertamax mencapai 200 juta barel setahun, dan crude oil 100 juta barel setahun.
“Dengan tekad menghilangkan mata rantai bisnis atau pasokan impor sejumlah 300 juta barel, ISC katakan bisa create value sekitar 30-40 sen per barel, tentu perlu dibuktikan nantinya apakah ISC mampu memenuhi kebutuhan impor BBM yang tinggi itu,” ujar Binsar Effendi pesimis. Sebab tender pertama pengadaan crude oil pada 22 Januari 2015 untuk pemenuhan kebutuhan April 2015 dengan dua tender minyak yang dilakukan oleh ISC seperti pengadaan medium crude oil sebanyak 2 X 600 juta barel dan heavy crude oil sebanyak 2 X 950 juta barel, dari 62 perusahaan mitra dari berbagai negara seperti Singapura, Taiwan dan Korea, akhirnya memutuskan 2 perusahaan untuk memasok crude oil, yaitu Vitol untuk memasok medium crude oil dan Alzerbaijan untuk memasok heavy crude oil.
Sementara, pengadaan Pertamax untuk kebutuhan Februari 2015 sebanyak 140 juta barel yang penawarannya dimulai pada 28 Januari 2015 dan ditutup 30 Januari 2015 dengan mengundang 107 perusahaan untuk mengikuti tender tersebut, hanya memutuskan satu perusahaan untuk memasok Pertamax, yaitu Unipex, anak usaha perusahaan migas Tiongkok, Sinopec, yang punya refinery. Jadi, tidak cukup merombak wadah seperti dari Petral dialihkan ke ISC yang belum tentu akan menyelesaikan persoalan mafia migas di Indonesia.
“Keberadaan mafia migas berada dari hulu hingga hilir. Tidak cukup kita puas membubarkan Petral. Dengan Petral dibubarkan tanpa memperbaiki sistem tata kelola migas yang sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1845, dipastikan akan merugikan negara dan membebani rakyat juga” katanya. Hal yang kerap merugikan Indonesia yakni sistem yang diterapkan pada ekspor dan impor minyak di Indonesia masih menggunakan harga spot market. Sehingga selisih antara konsumsi dengan produksi minyak di Indonesia saat ini masih harus dibenahi. “Sistem ekspor impor minyak bumi harus dibenahi. Pembelian secara spot market diperbaiki, sistem ekspor impor BBM dibenahi,” pungkasnya.
Menurut Binsar Effendi, bagi eSPeKaPe, harga jual BBM sesuai putusan MK harus memperhatikan kemampuan daya beli rakyat, sehingga harus berharga murah. Artinya, sekalipun ada kekompakan antara Menteri BUMN, Menteri ESDM dan Dirut Pertamina cukup kuat untuk membubarkan Petral, dirinya tetap berpegang prinsip pada hak konstitusional setiap warga negara terhadap kekayaan migas yang dikuasai negara, adalah untuk sebesar-besar kemakmurannya. “Dengan demikian Petral boleh bubar tapi harga BBM untuk rakyat harus murah dan tidak ada kelangkaan.”
Artikel ini ditulis oleh:
















