27 Desember 2025
Beranda blog Halaman 36599

Bank Dunia: Atasi Penghindaran Pajak dengan Kebijakan Bertransparansi

Jakarta, Aktual.co — Direktur Pengelola Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati mengatakan, untuk mengatasi penghindaran pajak, pemerintah negara-negara di dunia harus memiliki kebijakan yang mengedepankan transparansi dan melaksanakan pengawasan pajak efektif.

“Untuk memberantas penghindaran pajak, negara-negara harus memiliki kebijakan transparan, kapasitas administratif untuk mengidentifikasi transaksi mencurigakan, serta kemampuan untuk melaksanakan pengawasan pajak yang efektif,” kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (20/4).

Ia memaparkan, berdasarkan data UNCTAD (Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan), lebih dari 60 persen perdagangan global terjadi dalam grup perusahaan multinasional. Hal itu, ujar dia, berpotensi untuk memindahkan laba dari kawasan pajak-tinggi ke yurisdiksi pajak-rendah, dan hal ini kerap terjadi melalui beragam aktivitas penghindaran pajak yang ilegal.

“Terkadang itu juga dilakukan melalui bentuk legal penghindaran pajak dan manipulasi, termasuk ‘mispricing’ perdagangan dan transfer, pembayaran meragukan antara perusahaan induk dengan anak usahanya, dan mekanisme pemindahan laba yang dirancang untuk menyembunyikan pendapatan yang sesungguhnya,” katanya.

Kajian UNCTAD terbaru, lanjutnya, juga mengindikasikan bahwa terdapat potensi kehilangan sekitar 100 miliar dolar AS dalam pendapatan pajak tahunan di negara-negara berkembang melalui transaksi yang terhubung secara langsung dengan hub di luar negeri.

Di Indonesia, Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro menyakini kebijakan “sunset policy” bisa membantu pencapaian target penerimaan pajak dalam APBN-Perubahan 2015 yang ditetapkan sebesar Rp1.294,3 triliun. “Kita akan meluncurkan tahun pembinaan 2015, salah satunya ‘reinventing policy’, ini kelanjutan ‘sunset policy’. Itu akan menjadi salah satu sumber penerimaan yang besar dalam sembilan bulan kedepan,” kata Menkeu di Jakarta, Jumat (10/4).

“Sunset Policy” merupakan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan berupa penghapusan sanksi administrasi pajak, tanpa ada denda dan pemeriksaan, yang diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution mengatakan niat Direktorat Jenderal Pajak untuk mengejar potensi penerimaan pajak melalui kebijakan “sunset policy” harus dilakukan dengan persiapan yang memadai. “Kebijakan apapun kalau diusahakan betul bisa dimulai, tapi tanpa persiapan, hasilnya lebih terbatas,” kata Darmin seusai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran DPR di Jakarta, Kamis (9/4).

Artikel ini ditulis oleh:

DPR Soroti Investasi Asing di Pulau-pulau Kecil

Jakarta, Aktual.co — Komisi VII tidak sepakat dengan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Pengalihan Saham dan Pengaturan Luasan Lahan terkait investasi asing di pulau-pulau kecil.
“Kami berpendapat sebaiknya dihindari menyerahkan ke asing, sekalipun tidak ada penghuninya.  Nanti pasti ada dampaknya terhadap kedaulatan,” ujar Anggota Komisi VII Kurtubi di DPR, Jakarta, Senin (20/4).
Kurtubi menilai investor asing hanya mencari untung dan dikhawatirkan tidak sejalan dengan kepentingan nasional.
“Pasti ada invesator asing akan melakukan kegiatan pembangunan dan  investasi seenaknya sendiri karena statusnya sebagai investor dalam rangka cari untung dia berusaha investasi pulau. Itu bisa saja tak sejalan dengan kepentingan nasional kita,” katanya.
Menurutnya, jangan pernah memberikan jika negara tidak mau dimanfaatkan. Kalaupun investor asing dibutuhkan, harus ada perjanjian bahwa tidak ada kewenangan dalam pembangunannya.
“Kalau kita nggak mau di dikte jangan berikan. Kalau sampai begitu (ada investor) ya status nya hanya investor biasa, tetap kita yang ngolah,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menolak dan menyayangkan rencana pemerintah yang melanjutkan pelibatan asing dalam penyewaan pulau.
“KNTI menyayangkan rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan melanjutkan pelibatan asing dalam pengusahaan pulau-pulau kecil di Indonesia,” kata Riza.
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan putusan MK terkait uji materi UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Artikel ini ditulis oleh:

Investasi Pulau Kecil Berpotensi Ajang Manipulasi

Jakarta, Aktual.co — Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, penawaran terhadap investasi pulau-pulau kecil di dalam kawasan perairan Indonesia merupakan hal yang berbahaya karena berpotensi menjadi ajang manipulasi oknum birokrasi dan investor.

“Investasi pulau kecil oleh asing ditengarai bisa terjadi dikarenakan adanya manipulasi informasi dan lain-lain dari oknum pemerintah yang berkolaborasi dengan investor kepada masyarakat,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Senin (20/4).

Menurut Abdul Halim, oknum birokrasi dalam hal penawaran investasi pulau-pulau kecil bisa menjadi perpanjangan tangan kepentingan asing dan dengan salah kaprah mengartikan investasi tersebut, hanya bisa dicapai dengan menggelar “karpet merah” untuk asing.

Ia juga menyoroti persoalan tidak adanya koordinasi yang baik antara pucuk Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan jajaran di bawahannya menunjukkan adanya indikasi bukan mandat konstitusi yang dijalankan, melainkan kepentingan orang per orang. Untuk itu, ujar dia, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti diharapkan bisa mengambil langkah dengan merombak jajarannya atau meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut hal tersebut secara tuntas.

Sebelumnya di sejumlah media dinyatakan bahwa Menteri Susi mengemukakan belum mengetahui rencana penawaran 100 pulau kecil di Indonesia untuk keperluan investasi, karena masih banyaknya regulasi yang harus disiapkan. Padahal, pendataan pulau-pulau kecil yang telah dan akan dibuka untuk investor sudah dilakukan dengan tujuan antara lain guna mendorong penerimaan negara, meningkatkan pembangunan ekonomi wilayah yang diharapkan dapat membuka lapangan kerja bagi warga.

Sementara itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia menolak pelibatan investasi asing dalam pengusahaan pulau-pulau kecil karena pemerintah seharusnya lebih melibatkan modalitas yang dimiliki anggaran dalam negeri serta upaya masyarakat pesisir. “KNTI menyayangkan rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan melanjutkan pelibatan asing dalam pengusahaan pulau-pulau kecil di Indonesia,” kata Ketua Umum KNTI M Riza Damanik di Jakarta, Jumat (17/4).

Menurut Riza, secara mutlak kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan Putusan MK terkait Uji Materi UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan Visi-Misi maupun 9 Janji Perubahan (Nawa Cita) pemerintahan Jokowi-JK. Ia berpendapat investasi asing di pulau kecil itu ibarat “narkoba” karena sekali dimulai dinilai akan terus ketagihan hingga meluas keseluruh kepulauan Indonesia.

“Berawal empat pulau, pada akhir 2015 direncanakan dibuka 100 pulau lagi, berikutnya ditambah 300 pulau, terus berlanjut sampai tak ada ruang tersisa bagi tumbuh kembangnya ekonomi rakyat,” tukasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Belasan Polwan Lakukan Operasi dengan Pakaian Kebaya

Surabaya, Aktual.co — Belasan Polwan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, melakukan razia kendaraan di sepanjang jalan Perak Barat, Surabaya.
Sasarannya, selain surat-surat kendaraan, juga razia narkoba. Namun, kali ini mereka tidak mengenakan baju polwan atau pakaian non dinas (preman), melainkan mengenakan baju kebaya ala Kartini.
Kendati menggunakan kebaya, namun hal itu tidak menggangu aktifitas untuk melakukan penggeledahan pengendara.
“Baju ini juga luwes. Jadi juga terasa enak untuk dipakai akitifitas,” terang Kabag Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, AKP LiLy Djafar, Kamis (20/4).
Selain melakukan razia, para polwan yang berdinas di dalam mako yang bertugas melayani pengaduan atau laporan masyarakat juga mengenakan pakaian kebaya.
AKP Lily Djafar mengatakan, menggunakan pakaian kebaya ini sebagai bentuk peringatan hari kartini, sekaligus mengingatkan para polwan akan kodratnya sebagai seorang wanita.
“Kan selama ini kita memakai pakaian dinas dengan celana panjang seperti laki-laki. Maka dari itu dengan pakaian seperti ini, mengingatkan para polwan kembali pada kodratnya sebagai seorang wanita,” terang AKP Lily.
Sementara untuk merayakan Hari Kartini, juga digelar lomba bongkar pasang senjata dengan memakai kebaya di Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Artikel ini ditulis oleh:

KAA, Beberapa Delegasi memandang Indonesia Sebagai Pintu Asia

Jakarta, Aktual.co — Beberapa delegasi peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) memandang Indonesia sebagai pintu negara-negara di Asia.
Hal ini disampaikan saat Menlu Retno Marsudi melakukan pertemuan bilateral dengan beberapa Menlu negara sahabat peserta KAA, seperti Menlu dari negara negara pasifik yaitu Menlu Salomon Islands, Milner Tozaka, Menlu Fiji, Ratu Inoke Kubuabola, dan Menlu Vanuatu, Sato Kilman , di hari pertama kegiatan KAA, di Jakarta.
Pada pertemuan ini, Retno menyatakan komitmen Indonesia dalam meningkatkan kerjasama teknis dan ‘capacity building’ dengan negara pasifik di bidang prioritas, seperti manajemen pariwisata, penanggulangan bencana, dan pertanian.
“Indonesia juga menyambut baik rencana pembukaan perwakilan diplomatik Vanuatu ke Indonesia yang akan meningkatkan hubungan kerjasama kedua negara,” kata Retno, Senin (20/4)

Artikel ini ditulis oleh:

Pengelola Sumur Minyak Musirawas Kesulitan Dirikan Koperasi

Jakarta, Aktual.co — Para pengelola sumur minyak tua di wilayah Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan mengalami kesulitan untuk mendirikan koperasi karena izin badan hukum harus dikeluarkan pemerintah pusat.

“Sepanjang Kementerian Pertambangan dan Energi belum menyerahkan perizinan bagi masyarakat pengelola sumur minyak tua eks peninggalan kolonial Belanda di daerah, tetap tidak bisa membuat izin koperasi,” kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Musirawas Suhendi, Senin (20/4).

Ia mengatakan, pemerintah Provinsi Sumatera Selatan pernah menertibkan para pengelola sumur minyak bumi dan gas di wilayah itu pada 2014, bahkan ada wacana waktu itu setiap pengelola sumur minyak tua harus membuat koperasi agar status usaha mereka legal.

Namun setelah diproses pemerintah daerah kesulitan untuk membentuk koperasi tersebut karena seluruh perizinan harus dikeluarkan pemerintah pusat. Akibat sulitnya birokrasi itu, maka sekitar 30-an masyarakat pengelola sumur minyak tua di Musirawas hingga saat ini belum memiliki izin, sementara izin yang lama sudah mati.

Disisi lain masyarakat ingin mencari nafkah untuk menyambung hidup, sehingga terpaksa mengelola sumur tua itu secara ilegal apa pun risikonya akan mereka hadapi. “Kami sebagai pengawas di daerah juga tak mampu melarang mereka secara tegas dan hanya melakukan imbauan dan pembinaan saja,” ujarnya.

Kepala Bidang Migas Dinas Pertambangan dan Energi Musirawas Teddy mengatakan sumur minyak dan gas bumi bekas peninggalan kolonial Belanda di Kabupaten Musirawas hingga saat ini sekitar 30-an dan masih dikelola masyarakat secara ilegal. “Kami sudah berupaya agar sumur tua itu tidak lagi dikelola secara tradisional, setelah ada larangan dari Polda Sumsel pada 2014,” katanya.

Ia mengatakan boleh saja mengelola sumur tua itu dikelola masyarakat bila sudah ada izin dari Kementerian Pertambangan dan Energi karena statusnya sudah legal. Kalau dikelola secara tradisonal dan tanpa izin seperti sekarang akan berdampak kurang baik dan merugikan negara serta rawan kecelakaan. “Kami hanya berwenang sebagai pengawasan dan tidak bisa menghentikan maupun melakukan tindakan terhadap pengelolanya,” tandasnya.

Berdasarkan hasil survei tim di lapangan jumlah sumur tua itu mencapai 30-an unit bahkan ada sumur baru yang dibor oleh masyarakat, sedangkan produksinya dijual secara bebas. Dari jumlah sumur tua itu ada belasan sumur berproduksi aktif dan menghasilkan minyak mentah sekitar dua tanki per hari. Sedangkan sumur tua lainnya tetap dikelola tapi hasilnya kurang maksimal mungkin peralatan yang digunakan masyarakat masih sangat tradisional.

“Kami khawatir minyak mentah yang dijual masyarakat secara liar itu dapat menimbulkan musibah bagi manusia karena masih bercampur dengan gas yang mudah terbakar,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain