30 Desember 2025
Beranda blog Halaman 37267

Rampungkan Pemeriksaan, Denny Dicecar 17 Pertanyaan

Jakarta, Aktual.co — Tersangka kasus korupsi program pembayaran paspor secara elektronik Kementerian Hukum dan HAM Denny Indrayana dicecar 17 pertanyaan oleh penyidik Bareskrim Polri, Jumat.
“Tadi saya ditanya 17 pertanyaan seputar identitas dan tupoksi saya ketika menjabat sebagai Wamenkumham,” kata Denny usai diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (27/3) malam.
Denny tidak banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para awak media.
Ia dan rombongan langsung bergegas pergi.
Penyidik tidak menahan Denny, meski berstatusn tersangka. Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) itu diperiksa sekitar lebih dari lima jam. Dalam keterangannya pada wartawan, Denny tetap bersikukuh bahwa program pembayaran paspor secara elektronik atau payment gateway itu merupakan upaya peningkatan pelayanan publik. “Supaya jangan ada lagi pungli, calo. Ini ikhtiar kami untuk masyarakat,” katanya.
Pada Selasa (24/3) malam, penyidik Bareskrim menetapkan status tersangka terhadap Denny dalam kasus ini.
Peningkatan status Denny itu ditetapkan setelah gelar perkara yang dilakukan pada minggu lalu. Ia dijerat dengan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 KUHP Tentang Penyalahgunaan Wewenang.
Penyelidikan Polri terhadap kasus ini bermula dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Desember 2014.
Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai Wamenkum dan HAM.
Polri pun memeriksa belasan saksi dalam penyidikan kasus tersebut, termasuk di antaranya mantan Menkumham Amir Syamsuddin.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Aktivis UI: Indonesia Saat Ini Mirip Masa Orde Baru

Jakarta, Aktual.co — Situasi politik Indonesia saat ini mirip dengan masa orde baru. Pasalnya, politik otoriter telah muncul sebagai sistem kekuasaan.
Hal itu diungkap Sekjen BEM Universitas Indonesia 98 Arie Wibowo pada diskusi ” Menatap Masa Depan Demokratisasi di Indonesia bersama Jaringan Aksi Alumni UI di Cikini, Jakarta, Jumat (27/3).
“Saya kira hari ini mirip dengan 98, instrumen pemerintahan mati suri, eksekutif-legislatif saling serang, parpol pecah belah,  lembaga peradilan berkelahi, pada hari ini saling sandera.indikasi otoriter muncul,” ujar Arie, di Jakarta, Jumat (27/3).
Arie mengatakan, sudah saatnya mahaaiswa dan kelas menengah menyuarakan masalah atas kondisi negara saat ini.
“Pada saat ini tepat bagi kelas menengah dan mahasiswa menyuarakan kegelisahan,” katanya.
Kegelisahan bermula dari legislasi yang dibuat berkelahi, maka kelas menengah mulai bersuara karena kegelisahan itu tidak terwakili oleh partai politik, yudikatif dan lembaga hukum.
Sementara itu, alasan 1998 terjadi proses kejatuhan rezim pada masa itu karena kegelisahan tirania kekuasaan semakin hebat, otoriter semakin kuat sehingga gerakan mahasiswa dan kelas menengah lakukan proses dan kumpulkan kekuatan.
“ketika itu kelas menengah dan mahasiswa yang ambil alih instrumen demokrasi,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Gerakan Mahasiswa Untuk Dorong Jokowi Reshuffle Kabinet

Jakarta, Aktual.co — Pergerakan mahasiswa harus bisa mendorong Presiden Joko Widodo melakukan perombakan kabinet. 
Pasalnya, beberapa aksi mahasiswa telah muncul untuk menurunkan rezim pemerintahan Jokowi.
Pengamat Politik Universitas Padjajaran Idil Akbar menilai secara teknis menteri-menteri bertanggung jawab dalam hal menjalankan program-program Jokowi.
“Saya kita pergerakan mahasiswa harus bisa mencapai kondisi itu dan mendorong agar Jokowi bisa melakukan reshuffle menteri yang memang tidak bisa melakukan tugas dengan baik,” kata Idil, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (27/3).
Menurutnya, pergerakan mahasiswa saat ini tidak bisa dibandingkan dengan peristiwa 98, kemungkinan eskalasinya jauh lebih monumental karena terdorong kemaslahatan bersama terkait kepemimpinan yang berlangsung cukup lama.
“tapi kalau era sekarang gerakan mahasiswa mengalami distorsi yang tentunya bukan persoalan politik tetapi juga terkait dengan yang sifatnya teknis,”
“Tentunya juga soal keobjektivitasan objek yang dikritisi oleh mereka. Jokowi kan baru 5 bulan tidak mudah untuk menurunkan dia (Jokowi) jika hanya melihat konteks yang sudah dia lakukan,” tambahnya.
Pergerakan mahasiswa bisa diredam sebelum memuncak jika harapan mereka terhadap kepentingan rakyat terkabulkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Dukung Revisi PP 99/2012, Mantan Hakim MK: Jangan Dilihat dari Negatif Saja

Jakarta, Aktual.co — Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan menilai rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan, sudah tepat. 
Ia menilai, ada pandangan yang keliru dalam melihat wacana merevisi PP tersebut.  “Orang hanya melihat dari sisi negatif (jika PP direvisi). Hanya soal bagaimana dengan para koruptor,” ujar dia, di Jakarta, Jumat (27/3).
Ia mengatakan, beberapa kalangan hanya berpandangan soal bagaimana melarang pelaku korupsi mendapatkan remisi, bahkan mencurigai. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berpandangan remisi untuk koruptor tidak boleh diberikan sembarangan. 
“Ada kecurigaan ini, KPK maupun yang lain ingin berikan pandangan sepertinya menyerap aspirasi yang timbul dari masyarakat. Padahal dari sudut kelembagaan beda. Ada penyidik dan penuntut umum, selesai itu tidak ada perkaranya lagi,” kata dia.
Padahal menurut dia, PP tidak bisa mengatur untuk memperberat hukuman bagi koruptor.
“Kalau remisi tidak boleh diberikan, tentukan dalam putusan hakim (bukan dalam PP),” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Dukung Revisi PP 99/2012, Mantan Hakim MK: Jangan Dilihat dari Negatif Saja

Jakarta, Aktual.co — Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan menilai rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan, sudah tepat. 
Ia menilai, ada pandangan yang keliru dalam melihat wacana merevisi PP tersebut.  “Orang hanya melihat dari sisi negatif (jika PP direvisi). Hanya soal bagaimana dengan para koruptor,” ujar dia, di Jakarta, Jumat (27/3).
Ia mengatakan, beberapa kalangan hanya berpandangan soal bagaimana melarang pelaku korupsi mendapatkan remisi, bahkan mencurigai. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berpandangan remisi untuk koruptor tidak boleh diberikan sembarangan. 
“Ada kecurigaan ini, KPK maupun yang lain ingin berikan pandangan sepertinya menyerap aspirasi yang timbul dari masyarakat. Padahal dari sudut kelembagaan beda. Ada penyidik dan penuntut umum, selesai itu tidak ada perkaranya lagi,” kata dia.
Padahal menurut dia, PP tidak bisa mengatur untuk memperberat hukuman bagi koruptor.
“Kalau remisi tidak boleh diberikan, tentukan dalam putusan hakim (bukan dalam PP),” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Kasus Denny, Wapres: Diikuti Saja Perkaranya

Jakarta, Aktual.co — Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Denny Indrayana yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM maka semuanya harus sesuai hukum.
“Denny ‘pendekar’ hukum, bekas wamen otomatis semua harus sesuai hukum,” kata Wapres di Jakarta, Jumat (27/3).
Wapres menyampaikan hal tersebut menyikapi ditetapkannya Denny Indrayana, sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dalam kasus dugaan korupsi program pembayaran paspor secara elektronik.
“Berkali-kali saya katakan kalau orang dikriminalisasi itu tindakannya diperkarakan, artinya kalau memang ada perkaranya diikuti prosedur saja,” jelas Wapres.
Menurut Wapres, pemerintah tidak ingin adanya suatu proses menuduh atau mentersangkakan karena dugaan-dugaan.
Karena itu polisi harus membuktikannya dan semua harus berdasarkan hukum.
Lebih lanjut Wapres mengatakan, Denny sebelumnya pernah menemuinya guna menjelaskan perkarannya.
Mantan Wamenkumham Denny Indrayana resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi “payment gateway” tahun anggaran 2014.
Sebelumnya menurut Kadivhumas Polri Brigjen Pol Anton Charliyan, dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), disimpulkan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp32.093.695.000 dari pengadaan proyek tersebut.
Selain itu Anton juga membeberkan dalam pelaksanaan program itu terdapat pungutan liar senilai Rp605 juta.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Berita Lain