Aturan Remisi Jangan Tabrak Undang-undang
Jakarta, Aktual.co — Pemerintah berencana akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan lantaran PP tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-undang (UU) nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan.
Pengamat intelijen Nuning Kertopati berpandangan, jika pemerintah berencana merevisi PP tersebut, harus melakukan penelitian terlebih dahulu serta melibatkan lembaga terkait seperti DPR.
“Menurut saya bila pemerintah akan merevisi suatu UU tentu harus diadakan pembicaraan atar lembaga. Kalau perlu lakukan penelitian/research dan undang stakeholder,” ujar Nuning kepada Aktual.co, Jakarta, Senin (23/3).
Menurut dia, hal tersebut dilakukan agar antar produk hukum tidak saling berbenturan. “Kalau tidak maka antar payung hukum akan bertabrakan satu dan yang lainnya. Jangan sampai keberadaan perubahan isi PP berimplikatif terhadap palaksanaan dibawahnya,” kata mantan Anggota Komisi I DPR RI 2009-2014 itu.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengaku, DPR sudah mengetahui terkait wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tersebut. Meski tidak perlu mendapatkan persetujuan DPR, rencana revisi PP 99/2012 didukung DPR.
“Itu waktu raker (rapat kerja) lalu (DPR dukung revisi PP),” kata Yasonna Laoly di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Minggu (22/3) kemarin.
Dia mengatakkan PP 99 tahun 2012 memang bertentangan dengan Undang-Undang (UU) nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. “Pasti (bertentangan) kalau dilekatkan,” ujarnya.
Dia mengingatkan kembali bahwa revisi PP 99 tahun 2012 masih bersifat wacana. “Ini masih wacana tapi bergulir terus ini. Peradi mau bikin diskusi, beberapa kampus juga mau bikin diskusi,” ucap mantan Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Seperti diketahui, dalam PP 99 tahun 2012 memang terdapat aturan mengenai pengetatan remisi terhadap narapidana kejahatan khusus, yaitu kasus korupsi, terorisme, dan narkotika.
Pada Pasal 34 B dijelaskan, remisi diberikan menteri setelah mendapatkan pertimbangan tertulis dari menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. Artinya, apabila narapidana itu terkait kasus korupsi, lembaga terkait yang dimaksud adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal inilah yang dinilai bertentangan dengan UU Pemasyarakatan.
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan secara pribadi mendukung PP direvisi. Namun, dia menyatakan bahwa pemberian remisi terhadap narapidana tindaka pidana khusus tetap harus diawasi.
“Saya setuju (PP 99/2012 direvisi), tapi harus selektif. Ini perlu ada kontrol,” kata Trimedya.
Meski begitu, dia berharap PP tidak terburu-buru untuk direvisi. “Ini jangan terburu-buru disahkan. Kita juga tidak boleh ekstrim menolak. Kita lihat plus minusnya. Ini juga jadi pembelajaran dari kita masyarakat juga menjadi kritis,” ujar Ketua DPP PDIP ini.
“Ini masih wacana dan melihat respon masyarakat. Saya melihat remisi perlu. Kami setiap reses melihat kondisi di penjara. Bagi mereka 1×24 jam mahal. Kalau sudah ada remisi, bisa menjadi harapan, bisa cepat keluar.”
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu
















