30 Desember 2025
Beranda blog Halaman 37489

KPK: Penyitaan Mobil Alpard Sutan Bhatoegana Terkait Gratifikasi

Jakarta, Aktual.co — Mobil milik bekas Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana yang disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga hasil gratifikasi terkait pembahasan APBN Perubahan di Kementerian ESDM tahun 2013.
“Iya. Terkait dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan. Yang tipikornya,” kata Kepala Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Jumat (20/3).
Menurut informasi mobil Toyota Alpard nomor polisi B 1957 SB itu, salah satu upah yang diterima Sutan untuk memuluskan pembahasan anggaran kementerian yang saat itu dipimpin oleh Jero Wacik, salah satu kolega Sutan di Partai Demokrat. Ketika pembahasan anggaran APBN-P itu, Sutan menjabat sebagai Ketua Komisi VII.
Namun Priharsa enggan menjawab lebih jauh perihal gratifikasi yang diperoleh Sutan itu. “Kalau itu saya tidak tahu,” ujarnya.
Selain menyita satu mobil, informasi yang didapat pada penyitaan 13 Maret 2015 lalu, penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen. Salah satu dokumen yang disita terdapat notulen hasil rapat fraksi terkait pembahasan APBN tesebut.
Sebelumnya, pada 16 Januari 2014, KPK juga sempat menggeledah ruangan fraksi Partai Demokrat yang berada di gedung DPR. Namun, penggeladahan itu bukan menyangkut perkara yang menjerat Sutan sebagai tersangka.
Kala itu penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK terkait kasus dugaan korupsi di SKK Migas. Bukan cuma sektretariat fraksi, ruangan anggota fraksi partai berlambang merci itu juga digeledah.
Tak hanya itu, penyidik KPK juga menggeledah bagian risalah biro persidangan deputi persidangan dan kerja sama antar parlemen (KSAP) DPR yang berada di lantai 3 gedung Nusantara II. Bahkan, ruangan pusat pengkajian dan pengelolaan data informasi (P3DI) Sekjen DPR di lantai 2 gedung Nusantara I serta ruang server Kesekjenan DPR di lantai 3 gedung Nusantara I DPR juga ikut digeledah.
Pasalnya, ruangan-ruangan itu disebut-sebut merupakan tempat menyimpan seluruh data kegiatan DPR seperti risalah dan notulen rapat.
Diketahui, KPK telah menetapkan tersangka Sutan Bathoegana pada 14 Mei 2014 dalam dugaan penerimaan hadiah pembahasan APBN Perubahan 2013 Kementerian ESDM di Komisi VII DPR. Sutan kemudian ditahan pada 2 Februari 2015 di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat.
Untuk Jero Wacik sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga ingin mendapatkan dana operasional menteri (DOM) yang lebih besar dari yang dianggarkan negara.
Padahal sesuai peraturan Kementerian Keuangan, dana operasional menteri dianggarkan Rp 1,4 miliar per tahun, dengan asumsi Rp 120 juta per bulannya. Atas sangkaan tersebut Jero dijerat dengan pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor Juncto pasal 421 KUHPidana.
Sebelum dijerat dengan sangkaan terkait DOM itu, Jero lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dengan modus pemerasan. Dia disinyalir berhasil mengantongi Rp 9,9 miliar. Uang tersebut dikumpulkan sejak Jero menjabat Menteri ESDM.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

KPK Kembali Periksa Sutan Bhatoegana

Jakarta, Aktual.co — Bekas Ketua Komisi VII DPR Sutan Bathoegana kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan diperiksa sebagai tersangka dugaan korupsi penetapan APBN-P tahun 2013 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Iya benar, SB akan kembali diperiksa sebagai tersangka,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, di gedung KPK, Jumat (20/3).
Untuk diketahui, lembaga ‘superbody’ telah resmi menahan politikus Partai Demokrat ini sejak 2 Februari 2015 lalu. Dari hasil penyidikan KPK bekas politisi Partai Demokrat itu diduga menerima sejumlah gratifikasi.
Kasus yang menjerat Sutan sebagai tersangka ini, merupakan pengembangan dari kasus bekas Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini, yang telah divonis 7 tahun penjara.
Dalam kasus ini, Sutan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sementara itu, untuk menyangkal penetapan status tersangka oleh KPK, Sutan telah mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sidang praperadilan Sutan akan digelar pada 23 Maret mendatang.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Agus Hermanto: Demokrat Tak Perlu Klarifikasi Tudingan Nazar ke Ibas

Jakarta, Aktual.co — Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, kembali ‘bernyayi’ ketika akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di rumah sakit khusus di Universitas Udayana, Bali.
Nazaruddin menyebut jika proyek tersebut juga diketahui oleh Anas Urbaningrum dan putra Presiden RI ke VI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Edy Baskoro Yudhoyono (Ibas).
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Hermanto, mengatakan bahwa tudingan yang disampaikan Nazaruddin adalah kebohongan. Sebab, Agus menyakini jika Ibas tidak terlibat dalam kasus korupsi tersebut.
“Kami yakini persis bahwa mas Ibas sama sekali tidak terlibat. Bisa diketahui tahun 2009 lalu mas Ibas hanyalah sebagai anggota biasa saja, belum menjadi Sekjen (Demokrat) dan tentunya tidak duduk di komisi IX,” kata Agus, di Komplek Parlemen, Senayan, Jumat (20/3).
“Kami yakini tidak ada hubungannya, tentunya tidak terlibat. Semua sudah dibantah oleh mas Ibas bahwa dirinya tidak terlibat dan kami semuanya yakin bahwa mas Ibas tidak terlibat sama sekali,” tambah dia.
Menurutnya, tidak perlu komite etik internal PD tak perlu melakukan klarifikasi tudingan yang disampaikan Nazaruddin.
“Kami di Partai Demokrat sudah yakin betul bahwa mas Ibas tidak terlibat sama sekali sehingga yang diperlukan seperti kayak kemarin adalah penjelasan dengan media bahwa memang beliau tidak terlibat sama sekali,” tandas Wakil Ketua DPR RI itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Agus Hermanto: Tudingan Nazar Hanya Kebohongan

Jakarta, Aktual.co — Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sekaligus terpidana kasus korupsi itu kembali ‘bernyayi’ ketika akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di rumah sakit khusus di Universitas Udayana, Bali.
Ketika akan diperiksa, Nazaruddin menyebut jika proyek tersebut juga diketahui oleh Anas Urbaningrum dan putra Presiden RI ke VI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Edy Baskoro Yudhoyono (Ibas).
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Hermanto mengatakan bahwa tudingan yang disampaikan Nazaruddin adalah kebohongan. Sebab, Agus menyakini jika Ibas yang juga keponakannya itu tidak terlibat dalam kasus korupsi tersebut.
“Kami yakini persis bahwa mas Ibas, sama sekali tidak terlibat, bisa diketahui tahun 2009 lalu mas Ibas hanyalah sebagai anggota biasa saja, belum menjadi Sekjen (Demokrat) dan tentunya tidak duduk di komisi IX,” kata Agus kepada wartawan, di Komplek Parlemen, Senayan, Jumat (20/3).
“Kami yakini tidak ada hubungannya, tentunya tidak terlibat, dan semua sudah dibantah oleh mas Ibas bahwa dirinya tidak terlibat dan kami semuanya yakin bahwa mas Ibas tidak terlibat sama sekali,” tambah dia.
Lebih lanjut, ketika ditanyakan apakah komite etik tidak bekerja untuk mengklarifikasi di internal, karena tudingan yang disampaikan Nazaruddin tidak secara langsung merusak nama demokrat?. Ia berpandangan tidak perlu komite etik melakukan hal itu.
“Kami di partai Demokrat sudah yakin betul bahwa mas Ibas tidak terlibat sama sekali sehingga yang diperlukan seperti kayak kemarin adalah penjelasan dengan media bahwa memang beliau tidak terlibat sama sekali,” tandas Wakil Ketua DPR RI itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

KPK ‘Kebut’ Penyidikan Korupsi Alkes RS Udayana

Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya terus ‘kebut’ penanganan kasus korupsi pengadaan proyek alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit (RS) Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009.
Penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Alfindo Nuratama Perkasa Arifin Ahmad, Jumat (20/3). Dia akan diperiksa untuk tersangka Made Mergawa (MDM).
“Iya betul, Alfindo akan diperiksa untuk tersangka MDM,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK.
Seperti diketahui, Taufiequrachman Ruki Cs tengah memfokuskan penyidikan 36 kasus yang mangkrak. Diantaranya kasus alkes RS Universitas Udayana ini diduga masuk ke dalam daftar khusus penyidik KPK.
Untuk kasus ini, KPK telah memanggil terpidana kasus Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin. Dia dianggap mengetahui aliran penggelembungan dana dalam kasus ini.
Dalam kasus alkes RS Universitas Udayana, KPK telah menetapkan dua orang tersangka. Selain MDM, KPK juga menyematkan status tersangka kepada Direktur PT Mahkota Negara, Marisi Matondang. Akibat korupsi tersebut negara diduga merugi sebesar Rp 7 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Khofifah Setuju Partai Dianggarkan Rp1 Triliun, Tapi..

Jakarta, Aktual.co — Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa setuju dengan wacana pendanaan partai politik sebesar Rp1 triliun tetapi dengan catatan parpol tidak lagi berbisnis.
“Asal dengan catatan partai tidak boleh lagi berbisnis, sehingga kader-kader partai di eksekutif maupun legislatif dapat menjalankan suara rakyatnya dengan baik,” kata Khofifah, di Aceh Selatan, Jumat (20/3).
Menteri Sosial kabinet Kerja itu menambahkan, dana untuk parpol sudah lazim dilakukan di luar negeri.
“Negara-negara lain itu sudah melakukan seperti ini, itu fair. Biasanya dihitung berdasarkan unit cost perolehan pada pemilu terakhir, itulah yang menjadi dasar pemerintah kepada parpol,” katanya.
Insentif dari negara tersebut digunakan untuk pendidikan politik, kaderisasi dan pembinaan kader.
Wacana pendanaan parpol sebesar Rp1 triliun yang diusulkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuai pro dan kontra. Anggaran Rp1 triliun memang bukan hanya untuk satu partai. Mekanisme subsidi negara diberikan berdasarkan perolehan suara partai dalam pemilu.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain