Jakarta, Aktual.co — Mantan Ketua komisi Banding Merek pada Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM, Soemardi Partoredjo, menyatakan pemilik merek yang sah harus sudah terdaftar di pemerintah (HKI) dan sudah mempunyai sertifikat terkait merek yang didaftarkan tersebut. Oleh sebab itu, yang bisa mengajukan gugatan pembatalan merek adalah pemilik hak atas merek.
Saat menyampaikan keterangan sebagai ahli dalam sidang gugatan pembatalan merek di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (17/3), Soemardi mengatakan bahwa berdasarkan stelsel konstitutif dinyatakan bahwa dengan terdaftarnya merek tersebut di Dirjen HKI, otomastis pihak yang mendaftarkan pertama menjadi pemilik yang sah dan dilindungi oleh pemerintah.
Apollo Medical Instruments mengajukan gugatan pembatalan merek “Curesonic” terhadap PT Fortune Star Indonesia (FSI). Apollo mendaftarkan merek “Curesonic” pada September 2014, sedangkan FSI sudah mendaftarkan merek yang sama sejak 2005 dan telah memperoleh sertifikat dari HKI.
Lebih jauh Soemardi mengatakan, HKI mempunyai prosedur yang ketat sebelum mengeluarkan sertifikat merek kepada pihak yang mendaftarkannya. “Harus didaftarkan dulu di HKI, HKI pun memberikan waktu kepada masyarakat terkait keberatan atas merek tersebut, selama 1 tahun 4 bulan. Namun pada praktiknya bisa saja terjadi surat menyurat lebih dari 1 tahun. Setelah itu, keluar sertifikat. Sertifikat tersebut berlaku surut sesuai tanggal didaftarkannya merek tersebut,” jelas Soemardi.
Selain itu, HKI pun memberi jangka waktu kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap merek tersebut, sesuai Pasal 5 dan 6 UU Merek sebagaimana yang diajukan oleh pengugat mengenai , waktu yang diberikan Undang-undang selama 5 tahun.
Sedangkan mengenai Pasal 4 UU yang sama menyangkut itikad tidak baik, ahli menyatakan bahwa yang bisa mengajukan gugatan pembatalan merek tersebut, hanya pemegang sertifikat merek.
Selasa persidangan, majelis hakim yang diketuai Sutio beberapa kali menegur pihak kuasa hukum penggugat yang dianggap kerap mengulang pertanyaan atau bertanya di luar konteks.
Saat kuasa hukum FSI Zacky Syarif bertanya jika produsen memproduksi suatu barang yang mereknya milik importir, dan mendistribusikannya kepada pihak ketiga, tanpa seizin importir sebagai pemegang hak merek, ahli menyatakan tegas bahwa itu merupakan pelanggaran tindak pidana merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan/atau 91 UU Merek. “Kalau majelis hakim mengizinkan, saya akan menjelaskan. Ya, itu pelanggaran pidana merek,” ujar Soemardi sebelum menjawab pertanyaan kuasa hukum tergugat.
Kuasa hukum FSI lainnya, Rosita Radjah menegaskan bahwa keterangan yang disampaikan ahli telah membuat perkara perkara tersebut terang benderang terkait siapa sebenarnya pemilik merek “Coresonic” yang sah. “Bagi kami semuanya sudah clear, bahwa klien kami merupakan pemengang merek “Curesonic” yang sah,” tegas Rosita.
Zacky Syarif menambahkan, keterangan ahli merek itu justru mengungkap bahwa perbuatan pengugat (Apollo) yang mencoba untuk mendaftarkan merek Curesunic pada September 2014 ke HKI adalah itikad tidak baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU Merek.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (19/3) dengan agenda tambahan bukti tertulis dari kedua pihak.
Artikel ini ditulis oleh: