30 Desember 2025
Beranda blog Halaman 38162

KPK Tetap Periksa Sejumlah Saksi Kasus SDA

Jakarta, Aktual.co — Gugatan praperadilan yang diajukan Suryadharma Ali (SDA) tidak membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan proses penyidikan. Hal itu terlihat dari dipanggilnya satu orang saksi terkait kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh mantan Menteri Agama (Menag).
Adapun satu saksi yang diperiksa yakni Sri Ilham Lubis. Meski begitu, lembaga anti rasuah tidak memberitahukan apa latar belakang saksi tersebut.
“Dia diperiksa untuk tersangka SDA,” terang Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/2).
SDA diduga telah menyelewengkan pengelolaan dana haji 2012-2013 di Kemenag, termasuk pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU). DAU adalah dana yang dikumpulkan Pemerintah Indonesia dan diperoleh dari hasil efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji dan dari sumber lain.
Terungkapnya kasus tersebut berawal dari laporan masyarakat mengenai dana haji yang masuk ke bagian Pengaduan Masyarakat KPK setahun yang lalu. Laporan masyarakat ini didukung dengan hasil kajian KPK dan data, serta informasi yang diperoleh melalui proses pengumpulan bahan keterangan.
KPK juga mengirimkan timnya ke Mekkah dan Madinah untuk memantau langsung penyelenggaraan haji 2013. Terkait penyelidikan dana haji, KPK telah meminta keterangan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Jazuli Juwaini dan Hasrul Azwar.
Jauh sebelum menyelidiki pengelolaan dana haji, KPK telah melakukan kajian terkait penyelenggaraan haji. Menurut Johan, salah satu hasil kajian tersebut merekomendasikan agar pendaftar haji tidak perlu menyetor uang. Sementara itu, SDA mengaku telah melakukan penataan pengelolan keuangan dana haji.
Sebelum terungkapnya kasus tersebut, Kemenag memang menerima banyak tudingan terkait pengelolaan dana haji. Misalnya, laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang 29 titik rawan korupsi di Kemenag dan tuduhan Lembaga Swadaya Masyarkat (LSM).
Menurut SDA, pembenahan pengelolaan keuangan haji yang telah dilakukan Kementeriannya berkaitan dengan penempatan DAU. Dia mengatakan, yang awalnya DAU ditempatkan di 27 bank, jadi disederhanakan menjadi 17 bank. Tapi, justru hal itu diduga menjadi wadah SDA untuk melakukan korupsi.
SDA disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHPidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Kejari Jaktim: Kembalikan Cawang Kencana ke Kemensos

Jakarta, Aktual.co — Kejaksaan Negeri Jakarta Timur mendatangi Gedung Cawang Kencana, Rabu (26/2). Kedatangannya itu meminta agar pengelola Gedung tersebut mengembalikan kewenangan ke Kementrian Sosial (Kemensos).
“Tanah dan Gedung Cawang Kencana di Jalan Mayjen Sutoyo kavling 22 dikembalikan kepada Kementrian Sosial RI,” ujar Asep selaku eksekutor Kejari Jaktim di Gedung Cawang Kencana, Jakarta, Kamis (26/2)
Menurut dia, Kejari hanya melaksanakan putusan yang sudah memiliki putusan tetap atas kepemilikan tanah dan gedung oleh Kemensos.
“Berdasarkan Kejari terhitung pada Kamis, 26 Januari 2015 Jam 10.30 WIB, gedung dan tanah berada dalam tanggungjawab Kementrian Sosial,” tegasnya
Namun demikian, kata dia, Kejari Jaktim selaku perwakilan tidak akan memutus akan mengeksekusi gedung. “Penyewaan gedung tidak akan diputuskan hingga bulan Desember,” katanya.
Sementara itu, dia menuturkan ada kelonggaran dari Kementrian Sosial untuk menyelesaikannya antara penyewa gedung kepada pihak pengelola Gedung Cawang Kencana.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

UU Migas No.22 Tahun 2001 Sumber Masalah Tata Kelola Migas

Jakarta, Aktual.co — Pernyataan Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono yang menuding bahwa pada era Pertamina-lah akses masuk perusahaan asing ke Tanah Air terbuka lebar, bukan dalam era BP Migas, menuai tanggapan keras dari Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe).

eSPeKaPe menilai bahwa pernyataan tersebut menandakan Raden Priyono sebagai pejabat yang terkena post syndrome, karena institusinya (BP Migas) dibubarkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
 
Ketua Umum eSPeKaPe Binsar Effendi Hutabarat dengan tegas menyatakan bahwa Pertamina saat mengemban UU Nomor 8 Tahun 1971, adalah demi menjalankan amanat Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.

“Bukan seperti UU Migas No.22 Tahun 2001 yang melahirkan BP Migas dan BPH Migas, sehingga tata kelola migas yang trend sebenarnya bersifat terintegrasi menjadi di’unbundling’. Ini yang menjadi sumber masalahnya,” kata Binsar kepada Aktual.co di Jakarta, Kamis (26/2).
 
Menurut Binsar, sistem Kontrak Kerja Sama (KKS) yang dijalankan BP Migas saat Priyono berkuasa, pada dasarnya telah merobah peranan sistem Production Sharing Contract (PSC). Dimana Badan Usaha dan Badan Usaha Tetap (BU/BUT) diberi hak melakukan eksplorasi dan eksploitasi melalui KKS dengan BP Migas.

“Akibatnya adalah, Kontraktor KKS yang disebut BU dan BUT itu, langsung tunduk pada semua peraturan-peraturan perpajakan, bea-masuk, pungutan, retribusi, PPN dan lainnya, di tingkat pusat maupun daerah. Tidak lagi tunduk pada perpajakan khusus seperti pada sistem PSC yang diberlakukan oleh UU Pertamina No. 8 Tahun 1971,” ujarnya.
 
Padahal, lanjut dia, sistem PSC yang diberlakukan Pertamina tempo dulu itu mewajibkan Pertamina sebagai Perusahaan Migas Negara untuk membayar pajak pendapatan Kontraktor pada Pemerintah. Sebaliknya, Kontraktor wajib mempekerjakan tenaga kerja Indonesia, wajib mendidik dan melatih mereka setelah produksi ekonomis dicapai.

“Serta Kontraktor juga diwajibkan memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri sebesar 25 persen dari bagian minyak yang dihasilkan. Maka tugas Pertamina sebagai agent of development dan security of supply menjadi tetap terjamin dari keberlangsungannya, membangun sektor migas yang dikuasai Negara dan dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat,” terang dia.
 
“Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa konsep PSC yang dituangkan dalam Pasal 12 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1971, nampaknya menarik banyak Negara di dunia untuk meniru. Terdapat sekitar 268 kontrak PSC yang ada di 74 Negara, 80 kontrak di antaranya berada di Asia dan Australia, 69 kontrak berada di Afrika Selatan dan Afrika Tengah, 41 kontrak di Timur Tengah, 28 kontrak di Eropa Timur dan 21 di Amerika Tengah dan Carribean. Seperti halnya Petronas asal Malaysia, yang pernah belajar di Pertamina. Peraturan di Petronas itu sepenuhnya meniru konsep PSC dengan menerbitkan Petroleum Development Act 1974 (PDA 1974) hingga kini,” jelas Binsar.
 
Ia berpendapat bahwa hal itu merupakan barrier to entry guna mengantisipasi invasi investasi dari perusahaan asing, dengan mengadakan kerjasamanya yang menggunakan bentuk PSC. Ini juga yang membedakannya dengan UU Migas yang jika dipelajari tidak memiliki barrier to entrynya.

“Sayangnya MK tidak mengamandir Pasal 31 UU Migas tentang perpajakan dan pasal-pasal mengenai status BP Migas sebagai regulator, tapi juga penandatangan KKS. Suatu kontrak kerjasama komersial, bukan izin,” imbuhnya.
 
Lebih lanjut, Binsar menerangkan, jika saat ini kontribusi Pertamina masih di bawah 25%, tentu bukan suatu hal yang mengherankan dan bukan pula warisan Pertamina masa lalu, karena memang Pemerintah dan DPR kesannya membiarkan ada transaksi, jika asing yang menguasai migas Indonesia.

“Saat ini setelah Pertamina terbonsaikan oleh UU Migas, nampaknya mau disingkirkan lagi dari pengelolaan migasnya lewat revisi UU Migas yang bakal ‘dimainkan’ oleh para pihak yang menjadi penggiat neo-lib. Padahal UU Migas telah terbukti gagal meningkatkan nilai setinggi-tingginya dari migas, LNG, LPG, kondensat dan produk lainnya oleh penyerahan hak untuk menjual hasil-hasil tersebut ke pihak swasta. UU Migas ini telah pula mengaburkan status asset-asset negara yang terkait dengan investasi PSC. UU Migas juga telah gagal menarik investor migas dengan diberlakukannya perpajakan baru sebagaimana dimaksud Pasal 31 UU No. 22 Tahun 2001, yang menutup berlakunya perpajakan ‘lex specialis’. UU Migas ini pada akhirnya sama sekali tidak memberikan keuntungan baik bagi pelaku-pelaku industri migas maupun kepada APBN,” tegas dia.

“Jadi apanya yang dibanggakan Priyono saat menjadi Kepala BP Migas?,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Menkopolhukam Bantah Penanganan Kasus Paniai Lambat

Jakarta, Aktual.co — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edy Purdjianto menepis anggapan sejumlah kalangan yang menyebut penanganan kasus penembakan yang menewaskan empat orang warga sipil di Enarotali, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua, terkesan lambat.
“Bukan lambat, kan tiga pihak sedang tangani, yakni polisi, TNI dan tim independen,” kata Tedjo, ketika ditanya wartawan tentang penanganan kasus Paniai yang hingga kini belum ada titik terang.
Menurut dia, pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo masih memberikan kesempatan kepada tiga lembaga terkait itu untuk menuntaskan investigasi dan penanganan lanjutannya.
Ketiga lembaga itu masih bekerja, dan tengah menghimpun data dan keterangan yang diperlukan.
“Jadi, masih dalam penanganan, polisi, TNI dan tim independen. Bukan lambat,” ujar Tedjo.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mendesak pengungkapan hasil penyelidikan kasus kerusuhan yang menyebabkan empat warga sipil tewas di Enarotali, Kabupaten Paniai itu.
“Siapapun pelakunya hendaknya polisi segera mengungkapnya. Apalagi kasus tersebut sudah terjadi tiga bulan yang lalu,” kata Lukas.
Ia mengatakan, insiden yang menewaskan empat warga sipil itu hingga kini belum terungkap, sehingga setiap kali bertemu wartawan dan juga masyarakat terus menanyakannya.
Gubernur Enembe juga berharap agar kasus tersebut dapat segera diajukan ke pengadilan.
“Jangan ditutupi dan ungkap tuntas kasus tersebut,” ujarnya penuh harap.
Kasus kerusuhan di Enarotali yang menewaskan empat warga sipil terjadi 8 Desember 2014.
Insiden tersebut diawali dari masalah lalu lintas yakni ada warga yang mengemudikan kendaraannya tanpa menyalakan lampu, sehingga warga pondok natal menegurnya.
Namun tidak diterima warga, dan tak lama kemudian warga mendatangi pondok tersebut.
Setibanya di pondok itu, sekelompok warga yang menggenakan pakaian sipil, namun membawa senjata langsung memukuli warga menggunakan gagang senjata.
Sedangkan Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende mengaku kesulitan untuk mengungkap pelaku penembakan yang menewaskan empat warga itu karena tidak adanya warga yang mau menjadi saksi.
“Penyidik mengalami kesulitan mengungkap kasus penembakan yang empat warga sipil karena tidak adanya saksi yang mau memberikan keterangannya,” katanya.
Keempat warga sipil yang tewas akibat tertembak yakni Yulian Yeimo, Simon Degei, Alpius Gogai, dan Alpius Youw.

Artikel ini ditulis oleh:

Bareskrim Kembali Periksa Penghuni Apartemen The Capital Residence

Jakarta, Aktual.co — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri kembali melakukan pemeriksaan terhadap Supriansyah, penghuni apartemen The Capital Residence.
Supriansyah bakal diperiksa sebagai saksi guna mendalami kasus dugaan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan para petinggi KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP dan Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Saya belum tahu apa pertanyaannya. Yang pasti hari ini saya diundang lagi untuk memberikan keterangan oleh Bareskrim tentu berkaitan posisi saya penghuni di rumah itu,” kata Supriansyah di Mabes Polri Kamis (26/2).
Dia pun memastikan, pemeriksaan yang akan dijalaninya itu tak terkait dengan pengusutan Pasal 36 Ayat (1) junto Pasal 66 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.
Sebelumnya Kabareskrim Komjen Budi Waseso mengatakan, dalam pasal 66 UU KPK itu penyidik telah menempatkan Abraham Samad sebagai tersangka.
“Jadi hari ini saya diperiksa dalam kasus yang dilaporkan Razman Nasution. Kalau dulu kan saya diperiksa atas pelaporan KPK Wacth Yusuf Sahide (dengan pasal 66 UU KPK). Jadi saya belum tahu isi pertanyaannya nanti,” lanjutnya.
Seperti diberitakan, dugaan penyalahgunaan wewenang pimpinan KPK dilaporkan oleh Razman Nasution, yang merupakan pengacara Komjen Budi Gunawan, pada 23 Januari lalu.
Dalam kasus ini Bareskrim sedianya juga akan memeriksa Direktur Penyelidikan KPK Ari Widyatmoko, Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa, dan Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Eko Marjono. Namun ketiganya tidak datang saat hendak diperiksa Senin (23/2) lalu.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Tak Ditemui Susi, Demo Nelayan Pindah ke Istana

Jakarta, Aktual.co —Kecewa tak ditemui Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti, unjuk rasa ribuan nelayan sejak pagi tadi akhirnya bergerak menuju Istana Negara, di Jalan Medan Merdeka Utara.
Para nelayan berunjuk rasa menolak Peraturan Menteri KKP No 1/2015 dan nomor 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Cantrang atau sejenis pukat harimau.
Sempat berencana bergerak melalui Jalan Medan Merdeka Selatan melalui Medan Merdeka Barat menuju Istana, massa akhirnya melalui silang Monas.
Keputusan untuk membuka pintu Monas di depan Stasiun Gambir agar bisa dilalui para pengunjuk rasa, diambil Kapolsek Gambir AKBP Sulistyo agar tidak menimbulkan kemacetan lebih parah lagi.
Dari pantauan TMC Polda Metro, akibat unjuk rasa arus lalu lintas dari Tugu Tani arah Gambir padat merayap.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain