Jakarta, Aktual.co — Di balik Kisruh Polri-KPK, ternyata terdapat warisan Megaproyek IDD Chevron warisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tengah bergerilya mencari persetujuan para petinggi negara.
Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI) Hendrajit mengungkapkan, salah satu warisan SBY adalah Mega Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) yang dibiayai oleh Chevron-Amerika Serikat di Selat Makasar, dan skema mengikutsertakan Cina melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Bitung, Sulawesi Utara.
“Apa hubungannya dengan KPK? Menko Ekonomi era SBY, Chairul Tanjung, pernah buat pernyataan yang sungguh aneh. Pada 30 Mei 2014, CT mengatakan, proyek IDD di Selat Makasar ini dijamin bisa berlanjut. Tapi yang menarik, dia juga mengatakan, ‘saya sudah koordinasi dengan KPK dan Kementerian ESDM bahwa proyek IDD layak diperpanjang dan tidak ada modus korupsi di balik naiknya angka USD6,9 miliar ke USD12 miliar itu. Karena itu saya sudah meyakinkan teman-teman ESDM dan SKK Migas, kalau tidak ada desain untuk melakukan korupsi atau pelanggaran aturan’,” kata Hendrajit kepada Aktual.co di Jakarta, Selasa (24/2).
Namun, lanjut Hendrajit, jaminan CT rupanya tetap saja menbuat Amerika Serikat gusar. Terbukti, pada Agustus 2014, Senator John McCain berkunjung ke Indonesia dan melakukan pertemuan terbatas dengan beberapa politisi penting dan pengusaha Makasar.
“Misinya adalah memperpanjang kontrak mega proyek IDD di Selat Makasar ini yang akan habis pada 2020. Apa sih pertaruhan AS sehingga harus repot-repot mendesak para petinggi politik Indonesia proyek IDD Chevron senilai Rp260 triliun itu?,” ungkapnya.
Sebagai informasi, PT Chevron Pasifik Indonesia sudah memegang proyek IDD sejak 2008. Proyek ini menggabungkan empat kontrak kerja sama yaitu Ganal, Rapak, Makassar Strait, dan Muara Bakau. Dalam keempat konsesi tersebut terdapat 5 lapangan yaitu: Lapangan Bangka, Gehem, Gendalo, Maha dan Gandang. Lapangan Bangka akan beroperasi terlebih dahulu pada 2016. Sementara untuk Gendalo dan Gehem akan beroperasi setelah Bangka, berturut-turut pada 2017 dan 2018.
Menurut Hendrajit, kerja sama tersebut sangat merugikan kepentingan nasional Indonesia. “Data yang saya peroleh, 25 persen total produksi Proyek IDD dialokasikan untuk dalam negeri, sedangkan sisanya yang 75 persen untuk Chevron,” ujar dia.
Indonesia akan dapat jatah gas berupa gas alam cair sebanyak 179 kargo dengan rincian sebagai berikut, untuk FSRU Jawa Barat 53 kargo (2018-2021), Terminal Arun 20 kargo (2017-2021), FSRU Lampung 37 kargo (2016-2018), FSRU Banten 30 kargo (2016-2018), FSRU Jawa Tengah 39 kargo (2016-2021).
Ia menjelaskan, masalah jadi runyam ketika megaproyek ini terganjal kasus perpanjangan kontrak di Blok Makasar Strait yang habis pada 2020.
“Dan pihak Chevron meminta kontraknya diperpanjang sampai 2028 dengan alasan optimalisasi manfaat ekonomi. Nah kalau mengikuti alur cerita dan kronologi megaproyek IDD ini, SBY lah yang paling berkepentingan untuk mengobok-obok KPK,” jelasnya.
“Setidaknya ada dua indikasi yang memperkuat dugaan ini. Pertama, pernyataan ganjil dan misterius Menko Ekonomi Chairul Tanjung yang mengaitkan jaminannya untuk memperpanjang kontrak IDD Chevron di Blok Makasar Straint dengan sikap KPK dan Kementerian ESDM. Kedua, terkait fakta adanya pembengkakan anggaran proyek IDD yang awalnya 6,9 miliar dolar AS, kemudian membengkak jadi 12 miliar dolar AS,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka