28 Desember 2025
Beranda blog Halaman 38243

Akhirnya, Warga Australia Minta Maaf

Jakarta, Aktual.co —Aksi pengumpulan koin yang ramai dilakukan warga Indonesia mengundang reaksi. Sejumlah warga Australia meminta maaf kepada Indonesia atas komentar Perdana Menteri Tony Abbott. Komentar Abbott yang mengungkit bantuan yang diberikan Australia saat Indonesia dilanda tsunami mengoyak harga diri warga negeri ini. Warga Indonesia berinisiatif melakukan aksi dengan mengumpulkan koin untuk mengembalikan dana bantuan yang diberikan negeri Kanguru itu. Melalui taggar #coinforAustralia, aksi ini meluas.

Namun sejumlah warga Australia menyadari komentar Abbott yang telah menyinggung Indonesia. Melalui taggar yang sama, mereka meminta maaf atas perilaku Abbott yang menurut mereka bodoh. Berikut beberapa komentar dari warga Australia yang dikutip dari Rimanews dari twitter : Naomi Waizer ‏@proquar Feb 20, “FWIW, my apologies to Indonesia for @TonyAbbottMHR – and massive congrats on a clever #coinforAustralia campaign #abbottseason”

Sword-Wielding Nurse ‏@GeorginaRosos 2h2 hours ago, “Dear Indonesia, we apologise for our idiot PM. Sincerely, Australia. #CoinForAustralia” Heather Moore ‏@alittlewave 3h3 hours ago,”A subversive plot to fix fake budget crisis? Reclaimed aid, new revenue stream! #imsorryIndonesia #coinforaustralia. Paul Syvret ‏@PSyvret 3h3 hours ago, “A good question might be what the Prime Minister intends to do with all the #CoinForAustralia $$ being raised in Indonesia. #qt

Makam Kakek Pendiri Ottoman akan Dipindahkan Turki dari Suriah

Jakarta, Aktual.co —Pasukan Turki yang didukung kendaraan lapis baja memasuki Suriah untuk memindahkan makam Usman (Ottoman) yang bersejarah dan mengganti anggota tentara Turki yang selama ini mengawalnya. Ratusan pasukan yang didukung hampir 100 tank dan kendaraan lapis baja serta pesawat tempur memasuki Suriah pada Sabtu (21/2) malam waktu setempat, seperi yang dilansir Al JazeeraNews.

Pasukan ini mengevakuasi sekitar 40 anggota tentara Turki pengawal makam Usman (Ottoman) yang sudah dikepung berbulan-bulan oleh pasukan ISIS. Makam Suleyman Shah, kakek dari pendiri kekhalifahan Usmaniah (kekhalifahan Ottoman) serta sejumlah barang bersejarah, diangkat dan dibawa kembali ke Turki. Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu menyatakan operasi ini berhasil. Ia mengatakan, pasukan Turki diberi arahan untuk melindungi nilai spiritual dan keselamatan anggota angkatan bersenjata Turki.

Iring-iringan kendaraan pasukan Turki melakukan perjalanan hampir 30 kilometer, memasuki Suriah melewati kawasan yang dikuasai ISIS. Namun, tidak ada bentrokan yang dilaporkan. Satu tentara dilaporkan tewas karena kecelakaan. Pasukan ini dilaporkan akan tiba kembali di wilayah Turki pada hari Minggu. Davutoglu mengatakan, sebuah lokasi baru di Suriah yang dekat dengan perbatasan Turki dikuasai militer Turki untuk menjadi tempat baru makam bersejarah itu.

PM Davutoglu menambahkan, pasukan Turki menguasai sebuah wilayah di Suriah, mengibarkan bendera Turki, di mana Suleyman Shah akan dipindahkan. Dalam perjanjian tahun 1921 dengan Suriah, Turki berhak atas bagian kecil dari Suriah untuk lokasi makam Suleyman Shah, yang dilindungi tentara Turki. Kendati masih berlangsung perang saudara, Turki tetap mengambil haknya sesuai perjanjian tersebut, sambil menyerukan akan selalu mempertahankan seluruh wilayah Turki, di mana pun berada.

Intervensi hari Sabtu terjadi karena meningkatnya kekhawatiran ditangkapnya tentara Turki pengawal makam itu karena dikepung pasukan ISIS. Tahun lalu, hampir 50 diplomat Turki diculik ketika kelompok jihadis menguasai Mosul, kota kedua terbesar di Irak. Para diplomat itu akhirnya dibebaskan dengan pertukaran tawanan anggota ISIS di Turki. Suriah menyebut operasi militer Turki di bagian utara Suriah untuk mengevakuasi puluhan tentara dan memindahkan sebuah makam bersejarah, sebagai tindakan “agresi yang semena-mena”.

Mengutip pejabat Kementerian Luar Negeri Suriah, kantor berita Suriah SANA melaporkan, operasi itu membuktikan “kedekatan hubungan Turki dengan organisasi-organisasi teroris yang beroperasi di daerah itu” karena di tengah serangan militan ISIS terhadap masjid, gereja, dan makam di seluruh Suriah, makam Suleyman Shah terbukti tidak dirusak. Makam itu terletak di Provinsi Aleppo, sekitar 35 kilometer dari perbatasan Turki. Berdasarkan perjanjian tahun 1921, lokasi itu dinilai sebagai wilayah Turki.

Meski kelompok ISIS memerangi pasukan Kurdi beberapa kilometer dari perbatasan Turki, Turki tidak mengirim pasukan darat ke Suriah, negara yang dikoyak perang saudara dan kini mulai dikuasai ISIS. Suriah mengingatkan bahwa operasi penyelamatan itu dilakukan tanpa izin dan melanggar perjanjian tahun 1921, juga bahwa Turki dinilai bertanggung jawab atas terjadinya “akibat agresi tersebut”. Turki mengatakan telah memberi tahu Pemerintah Suriah atas operasi itu, tetapi tidak meminta izin.

Intelijen Australia Mengecewakan

Jakarta, Aktual.co —Drama penyanderaan yang terjadi di Kafe Lindt, Sydney, Australia, pertengahan Desember tahun lalu, menunjukkan kinerja intelijen negeri itu sesungguhnya lemah. Perdana Menteri Australia Tony Abbott, Ahad (22/2), mengakui sistem keamanan negara itu lemah dan gagal melindungi warga Australia dari ancaman teror, sepert yang dilansir Al Jazeera. Pernyataan itu dikeluarkan Abbott di Sydney terkait kasus penyanderaan yang dilakukan Man Haron Monis atas 17 pengunjung dan pegawai kafe itu. Drama selama 17 jam itu berujung tewasnya Monis serta dua orang lainnya, yaitu manajer kafe dan seorang pengunjung.

Monis adalah imigran asal Iran yang telah tinggal di Australia sejak tahun 1990. Sebuah laporan menyebutkan, sebelum Monis memasuki Kafe Lindt dan mulai menyandera pengunjung dan pegawai kafe itu, ada 18 laporan warga pada sambungan langsung milik badan keamanan nasional Australia. Mereka khawatir atas materi dalam akun Facebook Monis yang dinilai ofensif. Sayang, tak satu pun laporan itu mendapat perhatian memadai dari otoritas berwenang, termasuk intelijen.

Mereka menilai Monis tidak berbahaya. Alasannya, mereka tidak menemukan informasi yang menunjukkan Monis memiliki maksud atau keinginan untuk melakukan aksi teror. Padahal, Monis, yang pernah dipenjara dan bebas dengan jaminan itu dalam beberapa waktu terakhir sebelum penyanderaan, terinspirasi gerakan Negara Islam di Irak dan Suriah atau ISIS. Australia sendiri sejak September tahun lalu telah memperketat kebijakan keamanan dan keimigrasian terkait isu ISIS. Bahkan, pihak berwenang menggelar sejumlah operasi di beberapa kota di Australia.

Akibat Flu Babi, 800 Warga India Tewas

Jakarta, Aktual.co —Virus H1N1, atau flu babi, telah menewaskan lebih dari 800 orang di India. Negara bagian Rajakhstan dan Gujarat termasuk yang paling parah oleh hantaman flu yang merebak sejak awal tahun ini, seperti yang dilansir CNN. Pejabat kesehatan India mengatakan sedikitnya 13.688 penduduk India terjangkit virus ini. Korban terbanyak berasal dari Rajakshtan dan Gujarat dengan masing-masing korban 212 dan 207 korban tewas. Data statistik Kementerian Kesehatan India menyebut, dua pekan terakhir 38 nyawa kembali melayang, sehingga total korban tewas mencapai 812 orang.  

Pemerintah India mengaku tak ada kekurangan obat untuk menangani virus ini. Pemerintah juga mengatakan situasi masih terkendali dan telah mengirim tim medis ke daerah pedesaan guna membantu dinas kesehatan lokal mengendalikan penyebaran wabah itu. Dikhawatirkan, penyebaran ini akan mengalahkan tragedi terburuk yang terjadi pada 2009 lalu. “Warga panik karena mereka tak bisa membedakan mana flu biasa dan mana flu babi.

Bahkan dokter juga kesulitan dan tak tahu mengapa angka kematian tahun ini begitu tinggi,” kata Yatin Dholakia, dokter spesialis di Mumbai. Menurut dokter tersebut, lansia, wanita hamil, anak-anak, penderita diabetes dan HIV tergolong sebagai paling beresiko jika tertular. Sistem imun mereka dengan cepat akan melemah. Kondisi tersebut membahayakan dan menyebabkan kematian.

Gadis-gadis Inggris Jadi Pendekatan ISIS

Jakarta, Aktual.co —Kicauan di Twitter oleh satu dari tiga gadis Inggris yang diduga sedang menuju Suriah untuk bergabung dengan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah atau ISIS itu seolah membangunkan publik Inggris. Warga negeri itu pun tersadar, anak-anak perempuan mereka ternyata terus menjadi incaran jaringan kelompok ekstrem di Suriah untuk direkrut.

”Follow saya supaya saya bisa kirim pesan langsung kepada Anda,” demikian kicauan Shamima Begum (15), Ahad (15/2). Di Twitter, dua pengguna yang menjadi follower satu sama lain itu bisa berkirim pesan tanpa terpantau. Menurut BBC, Begum dilaporkan mengirim pesan kepada Aqsa Mahmood (20), perempuan Skotlandia yang pergi ke Suriah pada 2013 karena ingin menjadi “pengantin jihad”.

Ia dan dua rekannya, Kadiza Sultana (16) dan Amira Abase (15), kabur dari rumah masing-masing di London timur, Selasa (17/2). Pejabat Anti-Terorisme Inggris yang dikutip Guardian mengatakan, ketiganya kabur pada pagi itu sebelum pukul 08.00. Mereka adalah pelajar Akademi Bethnal Green, London.

Kepada keluarga, salah satu dari mereka meminta izin akan belajar. Namun, ketiganya ternyata bertemu di Bandara Gatwick. Mereka lalu terbang dengan pesawat Turkish Airlines TK 1966, yang lepas landas pukul 12.40, menuju Istanbul, Turki. Pesawat ini mendarat di Istanbul pukul 18.40 waktu setempat.

Turki kerap dijadikan pintu gerbang warga asing yang ingin bergabung dengan ISIS di Suriah. Hingga Minggu, ketiga gadis itu diduga masih berada di Turki. Inggris mengatakan, ketiganya pernah diwawancara polisi setelah seorang pelajar perempuan dari sekolah mereka pergi ke Suriah, Desember lalu.

Tidak ada indikasi ketiga gadis itu berisiko ikut hengkang ke Suriah. Namun, kaburnya mereka dari Inggris membuktikan otoritas negeri itu kecolongan. Melalui pernyataan yang dikutip BBC, Minggu (22/2/2015), keluarga Aqsa Mahmood mengaku sangat ketakutan dan marah. Anak perempuan mereka kemungkinan ikut berperan merekrut gadis-gadis Inggris untuk ISIS.

“Namun, ada pernyataan serius bagi aparat keamanan yang harus dijawab,” demikian pernyataan keluarga Mahmood. “Media sosial Aqsa telah dimonitor sejak ia menghilang lebih dari setahun yang lalu. Meski ada dugaan terjadi kontak gadis-gadis itu dengan Aqsa, mereka (aparat keamanan) gagal mencegah mereka meninggalkan Inggris ke Turki, pos menuju Suriah.”

Nama Aqsa Mahmood menjadi buah bibir di Inggris setelah pada November 2013 meninggalkan negaranya untuk bergabung milisi ISIS di Suriah. Setelah tiba di Suriah, ia menghubungi keluarganya dan mengabarkan ia akan menikah di negeri itu. Kepada keluarganya, Aqsa ingin menjadi syahid.

Radikalisasi di kamar tidur
Dalam wawancara dengan CNN, yang dilansir 5 September 2014, ayah Aqsa, Muzaffar, mengungkapkan, pikiran Aqsa terpengaruh setelah sering menyaksikan khotbah-khotbah secara daring dan menjalin kontak lewat media sosial dengan orang-orang yang meninggalkan Glasgow ke Suriah.

Kini, setelah tinggal di Suriah, Aqsa memanfaatkan Twitter untuk mengajak gadis lainnya dari Inggris mengikuti jejaknya pergi ke Suriah. ”Kini makin jelas, orang tidak mengalami radikalisasi di tempat-tempat ibadah. Mereka sebenarnya teradikalisasi di kamar tidur lewat internet,” kata Baroness Warsi, mantan Menteri Luar Negeri Inggris, kepada Sky News.

Pakar anti-terorisme di Inggris memperkirakan, sekitar 50 perempuan muda Inggris bergabung dengan ISIS. Banyak dari mereka diyakini tinggal di Raqqa, ibu kota ISIS di Suriah timur. Mereka, kata Sara Khan dari Inspire, organisasi penanggulangan ekstremisme, merasa menjalankan tugas agama. Padahal, tanpa disadari, mereka dieksploitasi ekstremis.

Intelijen Australia Mengecewakan

Jakarta, Aktual.co —Drama penyanderaan yang terjadi di Kafe Lindt, Sydney, Australia, pertengahan Desember tahun lalu, menunjukkan kinerja intelijen negeri itu sesungguhnya lemah. Perdana Menteri Australia Tony Abbott, Ahad (22/2), mengakui sistem keamanan negara itu lemah dan gagal melindungi warga Australia dari ancaman teror, sepert yang dilansir Al Jazeera. Pernyataan itu dikeluarkan Abbott di Sydney terkait kasus penyanderaan yang dilakukan Man Haron Monis atas 17 pengunjung dan pegawai kafe itu. Drama selama 17 jam itu berujung tewasnya Monis serta dua orang lainnya, yaitu manajer kafe dan seorang pengunjung.

Monis adalah imigran asal Iran yang telah tinggal di Australia sejak tahun 1990. Sebuah laporan menyebutkan, sebelum Monis memasuki Kafe Lindt dan mulai menyandera pengunjung dan pegawai kafe itu, ada 18 laporan warga pada sambungan langsung milik badan keamanan nasional Australia. Mereka khawatir atas materi dalam akun Facebook Monis yang dinilai ofensif. Sayang, tak satu pun laporan itu mendapat perhatian memadai dari otoritas berwenang, termasuk intelijen.

Mereka menilai Monis tidak berbahaya. Alasannya, mereka tidak menemukan informasi yang menunjukkan Monis memiliki maksud atau keinginan untuk melakukan aksi teror. Padahal, Monis, yang pernah dipenjara dan bebas dengan jaminan itu dalam beberapa waktu terakhir sebelum penyanderaan, terinspirasi gerakan Negara Islam di Irak dan Suriah atau ISIS. Australia sendiri sejak September tahun lalu telah memperketat kebijakan keamanan dan keimigrasian terkait isu ISIS. Bahkan, pihak berwenang menggelar sejumlah operasi di beberapa kota di Australia.

Berita Lain