26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 390

Menjaga Nikmat dengan Syukur

Jakarta, aktual.com – Nikmat adalah karunia Allah yang hadir dalam kehidupan manusia, baik dalam wujud yang kecil maupun besar, yang nyata maupun tersembunyi. Namun, satu pertanyaan yang sering luput dari kesadaran kita ialah: bagaimana cara agar nikmat itu tetap bertahan, tidak cepat pudar, dan tidak hilang dari genggaman? Dalam khazanah hikmah, jawaban itu terangkum dalam ungkapan singkat penuh makna:

“واستدامتها بالشكر” — kelanggengan nikmat hanya dapat dijaga dengan syukur.

Syukur sejati bukanlah sebatas ucapan “alhamdulillah” yang keluar dari lisan. Ucapan itu memang baik, tetapi syukur lebih dalam dari sekadar kata. Ia adalah kesadaran hati bahwa semua nikmat adalah pemberian murni dari Allah Swt., tanpa campur tangan kekuatan selain-Nya.

Kesadaran itu kemudian harus diiringi dengan usaha merawat nikmat melalui amal saleh, sehingga syukur menjadi lengkap: hati yang mengakui, lisan yang memuji, dan perbuatan yang membuktikan.

Al-Qur’an menegaskan hubungan erat antara syukur dan kelanggengan nikmat:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ۝٧

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Ayat ini mengajarkan bahwa syukur bukan hanya menjaga nikmat yang ada, tetapi juga membuka pintu bagi nikmat yang lebih besar. Sebaliknya, kufur nikmat akan menutup pintu-pintu kebaikan dan mendatangkan kerugian.

Bila nikmat yang dianugerahkan berupa manisnya ibadah, maka bentuk syukur yang benar adalah terus memperbanyak ibadah dan menjaga konsistensinya, bukan lalai atau berhenti di tengah jalan.

Jika nikmat itu berupa kedekatan dengan orang-orang saleh, maka wujud syukur adalah menghormati mereka, menjaga adab, serta memanfaatkan kesempatan berada dalam lingkaran mereka untuk menimba ilmu dan teladan. Mengabaikan kesempatan itu berarti menyia-nyiakan nikmat yang amat berharga.

Sayyid Imam Abu ‘Azaim menutup hikmah ini dengan ungkapan sarat makna:

وليس على المتفضل حفظ العطية ولكن على من وُهِبت له العطية

Maksudnya, menjaga nikmat itu bukanlah kewajiban Sang Pemberi, melainkan kewajiban penerimanya, yakni hamba. Allah tidak berkewajiban memastikan nikmat tetap berada pada kita. Justru kita sendirilah yang dituntut untuk merawatnya dengan syukur.

Rasulullah ﷺ pun bersabda: “Barang siapa tidak bersyukur atas yang sedikit, maka ia tidak akan bersyukur atas yang banyak. Dan barang siapa tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Ahmad).

Hadis ini mempertegas bahwa syukur adalah sikap menyeluruh, dimulai dari hal-hal kecil yang kerap dianggap sepele, hingga nikmat besar yang tampak nyata.

Maka bila suatu nikmat hilang, penyebabnya bukan karena Allah yang tidak menjaganya, melainkan karena kita yang lalai merawatnya. Kelalaian itu menjadikan nikmat perlahan surut hingga akhirnya pergi meninggalkan kita.

Syukur, pada akhirnya, adalah pagar yang melindungi nikmat dari kehancuran, sekaligus kunci yang membuka pintu nikmat baru. Tanpa syukur, nikmat akan rapuh dan hilang. Tetapi dengan syukur, nikmat akan tumbuh, berkembang, bahkan berlipat ganda. Karena itu, setiap hamba mesti menjadikan syukur sebagai nafas hidupnya, agar nikmat Allah tetap bersemi dan tidak pernah padam.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Wakil Ketua MPR RI Akbar Supratman Bantu Anak Yatim Piatu dan Penderita Gizi Buruk di Tolitoli

Wakil Ketua MPR RI, A.M. Akbar Supratman, menyerahkan bantuan untuk anak yatim piatu di Tolitoli, serta meninjau kondisi anak penderita gizi buruk. Aktual/DOK MPR RI

Tolitoli, aktual.com – Wakil Ketua MPR RI, A.M. Akbar Supratman, memberikan bantuan kepada Ulfa, seorang anak yatim piatu di Kelurahan Buntuna, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, yang hidup dalam keterbatasan setelah kedua orang tuanya meninggal dunia.

Sebelumnya, orang tua Ulfa tercatat sebagai penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Bantuan tersebut tidak bisa dicairkan untuk Ulfa karena ia masih berusia di bawah 17 tahun, sehingga tidak memenuhi syarat administrasi sebagai penerima bantuan.

Kondisi ini menimbulkan keprihatinan banyak pihak, khususnya Wakil Ketua MPR RI, A.M. Akbar Supratman, yang kemudian turun langsung menemui Ulfa untuk menyerahkan bantuan berupa kebutuhan pokok, biaya pendidikan, serta dukungan moril agar Ulfa dapat melanjutkan sekolah.

“Kita semua memiliki tanggung jawab untuk saling membantu. Kehadiran negara tidak boleh jauh dari rakyat, apalagi anak-anak yatim piatu seperti Ulfa. Semoga bantuan ini dapat meringankan beban hidup sekaligus memberi semangat agar Ulfa tetap bersekolah dan meraih cita-citanya,” kata Akbar dalam keterangan tertulis, Minggu (14/9/2025).

Peduli Penderita Gizi Buruk

Selain membantu Ulfa, Akbar juga mengunjungi rumah sakit daerah untuk melihat langsung kondisi seorang anak penderita gizi buruk. Dalam kunjungan itu, ia menyerahkan bantuan kepada keluarga pasien dan berdialog dengan tenaga kesehatan yang merawat anak tersebut.

“Anak-anak adalah masa depan bangsa. Tidak boleh ada satu pun dari mereka yang tumbuh dengan kekurangan gizi. Negara harus hadir memastikan pelayanan kesehatan dan gizi yang layak untuk seluruh rakyat,” ujar senator Dapil Sulawesi Tengah ini.

Politikus yang dikenal dekat dengan masyarakat Sulawesi Tengah ini menegaskan pentingnya solidaritas sosial dan kepedulian kolektif. Menurutnya, pembangunan bangsa tidak hanya diukur dari pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari sejauh mana negara dan masyarakat memperhatikan kelompok yang lemah dan membutuhkan.

Warga Buntuna menyambut haru dan mengapresiasi langkah Akbar yang turun langsung membantu warga. Mereka berharap semakin banyak pejabat publik yang hadir di tengah masyarakat untuk memberikan solusi nyata.

Akbar menambahkan, dirinya berkomitmen terus memperjuangkan kebijakan yang menyentuh langsung masyarakat kecil, khususnya di bidang pendidikan dan kesejahteraan sosial.

Kopda FH Jadi Tersangka Kasus Penculikan dan Pembunuhan Kacab Bank

Jenazah diduga seorang Kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP) sebuah bank di Jakarta berinisial IP tiba di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (21/8/2025). ANTARA/Siti Nurhaliza.
Jenazah diduga seorang Kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP) sebuah bank di Jakarta berinisial IP tiba di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (21/8/2025). ANTARA/Siti Nurhaliza.

Jakarta, aktual.com – Seorang anggota TNI berinisial Kopda FH ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penculikan dan pembunuhan kepala cabang bank bernama Ilham Pradipta (37). Pihak TNI menyatakan bahwa Kopda FH berperan sebagai perantara sekaligus menerima sejumlah uang terkait kasus tersebut.

“Peran Kopda FH dalam kasus ini adalah sebagai perantara, yakni mencari orang untuk melakukan upaya penjemputan paksa. Dari hasil pemeriksaan sementara, motifnya karena yang bersangkutan menerima sejumlah uang,” ujar Kapuspen TNI Brigjen Freddy Ardianzah kepada wartawan, Minggu (14/9/2025).

Freddy menambahkan, pada saat melancarkan aksinya, Kopda FH ternyata sedang dalam status pencarian oleh satuannya karena tidak hadir tugas tanpa izin.
“Pada saat kejadian tindak pidana berlangsung, status yang bersangkutan memang sedang dalam pencarian oleh satuan karena tidak hadir tanpa izin (THTI),” jelasnya.

Ia menegaskan perkembangan pemeriksaan akan terus diinformasikan.
“Untuk update pemeriksaan nanti akan terus disampaikan oleh Danpomdam Jaya,” tambahnya.

Penetapan Tersangka dan Penahanan

Kopda FH kini resmi berstatus tersangka dan langsung ditahan.
“Terduga pelaku dengan inisial Kopda FH, terhadap yang bersangkutan sudah dilakukan penahanan dan ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Danpomdam Jaya, Kolonel Cpm Donny Agus Priyanto, saat dimintai konfirmasi, Jumat (12/9).

Menurut Donny, saat peristiwa dugaan penculikan berlangsung, Kopda FH memang sedang dicari satuannya karena absen tanpa izin dinas. Ia diduga kuat menjadi perantara untuk mencari pihak yang melakukan penjemputan paksa terhadap korban.

“Saat kejadian tersebut statusnya sedang dicari oleh satuan karena tidak hadir tanpa izin dinas. Peran yang bersangkutan sebagai ‘perantara’ untuk mencari orang guna menjemput paksa,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Kompolnas Ingatkan Tiga Hal Penting Terkait Reformasi Kepolisian

Jakarta, aktual.com – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengingatkan tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam mereformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yakni instrumen digital, hak asasi manusia (HAM), hingga pengawasan.

Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam di Jakarta, Minggu, mengatakan reformasi Polri sejatinya tidak dimulai dari nol. Menurut dia, ketiga instrumen tersebut penting untuk memaksimalkan upaya perbaikan yang telah berjalan di tubuh Polri.

“Ini bisa jadi modalitas, mana yang diperkuat, mana yang diperbaiki, mana yang harus diganti. Itu yang mungkin bisa jadi semacam roadmap (peta jalan) penguatan kepolisian untuk memastikan polisi profesional dan humanis yang tetap memegang prinsip HAM,” katanya.

Pertama, terkait digital, Anam mengatakan perlu dilakukan pengecekan ulang instrumen kepolisian yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini, dia menyoroti semakin luasnya ruang digital.

Menurut dia, di tengah perkembangan ruang digital saat ini, instrumen kepolisian harus tetap mengedepankan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul sebagaimana yang dimandatkan konstitusi.

“Kita bisa lihat bagaimana instrumen-instrumen yang ada itu sesuai enggak dengan perkembangan zaman sehingga bisa memastikan perlindungan masyarakat, jaminan hak masyarakat, itu bisa maksimal,” ucapnya.

Kedua, berdasarkan catatan organisasi masyarakat sipil, Anam mengakui masih ada tindakan represif dari aparat ketika menghadapi masyarakat. Oleh sebab itu, dia berpandangan, instrumen HAM di tubuh Polri perlu ditingkatkan.

“Tindakan represif itu apakah bagian dari kebudayaan atau tidak? Kalau itu masih dipandang sebagai budaya, ya, kita harus bereskan,” kata dia.

Ia menyebut salah satu sektor penting untuk membentuk kepolisian yang humanis adalah pendidikan. Menurut dia, nilai-nilai HAM perlu diajarkan secara lebih masif dalam kurikulum pendidikan kepolisian.

“Kalau masih ada budaya kekerasan atau penggunaan kewenangan berlebihan dan sebagainya, harus diperkuat di level mengubah kultur. Mengubah kulturnya salah satu yang paling mendasar adalah di level pendidikan,” Anam menekankan.

Ketiga, instrumen pengawasan dinilai tidak kalah penting untuk diperhatikan dalam upaya mereformasi Polri. Hal itu mencakup pengawasan internal kepolisian melalui Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dan pengawasan eksternal melalui Kompolnas.

“Bagaimana Propam efektif atau tidak, termasuk Kompolnas sebagai pengawas eksternal. Saya kira memperkuat Kompolnas agar efektif melakukan pengawasan agar efektif mencegah pelanggaran dan efektif untuk memberikan temuan-temuan yang bisa mengubah kebijakan juga penting untuk bisa dipikirkan,” ucapnya.

Sebelumnya, usai berdialog dengan Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang terdiri sejumlah tokoh bangsa dan tokoh lintas agama, Presiden Prabowo Subianto disebut akan membentuk komisi untuk mengevaluasi dan mereformasi Polri.

GNB menyampaikan langsung aspirasi dan tuntutan masyarakat sipil kepada Presiden Prabowo dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga jam dan turut dihadiri beberapa menteri Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Kamis (11/9).

“Tadi juga disampaikan oleh GNB perlunya evaluasi dan reformasi kepolisian, yang disambut juga oleh Pak Presiden (yang) akan segera membentuk tim atau komisi reformasi kepolisian. Saya kira ini juga atas tuntutan dari masyarakat yang cukup banyak,” kata anggota GNB, Pendeta Gomar Gultom, saat jumpa pers.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Lemkapi Sambut Baik Rencana Reformasi Kepolisian

Jakarta, aktual.com – Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menyambut baik rencana Presiden Prabowo Subianto mereformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk meningkatkan kinerja aparat keamanan.

“Kita dukung keinginan Presiden untuk meningkatkan kinerja Polri. Yang sudah baik, kita pertahankan dan bidang kerja polisi yang belum maksimal ditingkatkan agar semakin baik,” kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan dalam keterangan di Jakarta, Minggu (14/9).

Secara umum, menurut dia, kinerja Polri sudah baik karena perbaikan dan pembenahan terus berjalan. Dia pun menyebut masyarakat menyukai beberapa program unggulan kepolisian.

“Kita mengamati pelayanan Polri di tengah masyarakat kerap mendapat apresiasi. Prestasi Polri juga banyak dipuji. Bahkan, hasil riset kepolisian yang dilakukan berbagai lembaga survei independen selama ini juga cukup membanggakan,” ucapnya.

Edi pun menyoroti hasil survei Indikator Politik Indonesia pada bulan Mei 2025 yang mengatakan tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja Polri dalam menindak premanisme berada di angka 67,4 persen.

“Cukup tinggi,” kata dia.

Kendati demikian, ia tidak menampik masih ada kekurangan di tubuh Polri yang membutuhkan perbaikan. “Kita melihat capaian-capaian yang dilakukan Polri sudah baik. Kalau ada kekurangan di sana sini, tentu itu bakal dibenahi,” katanya.

Oleh sebab itu, Lemkapi setuju bahwa Polri harus terus meningkatkan kinerja agar semakin baik ke depannya.

“Kita ajak seluruh jajaran Polri bersama-sama tingkatkan kinerja. Kami yakin dengan dukungan dan masukan masyarakat, Polri pasti bisa lebih baik lagi,” tutur Edi.

Sebelumnya, usai berdialog dengan Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang terdiri sejumlah tokoh bangsa dan tokoh-tokoh lintas agama, Presiden Prabowo Subianto disebut akan membentuk komisi untuk mengevaluasi dan mereformasi Polri.

GNB menyampaikan langsung aspirasi dan tuntutan masyarakat sipil kepada Presiden Prabowo dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga jam dan turut dihadiri beberapa menteri Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Kamis (11/9).

“Tadi juga disampaikan oleh GNB perlunya evaluasi dan reformasi kepolisian, yang disambut juga oleh Pak Presiden (yang) akan segera membentuk tim atau komisi reformasi kepolisian. Saya kira ini juga atas tuntutan dari masyarakat yang cukup banyak,” kata anggota GNB, Pendeta Gomar Gultom, saat jumpa pers.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

CBA Semprot Menkeu Purbaya: Gelontor Rp200 Triliun ala BLBI, Data Perbankan Penuh Manipulasi!

Jakarta, aktual.com – Kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menyalurkan dana raksasa Rp200 triliun ke sektor perbankan menuai kritik tajam dari Center for Budget Analysis (CBA). Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, menyebut langkah Purbaya seperti “menghidupkan kembali BLBI” dan berpotensi menjadi bom waktu bagi keuangan negara.

Menurut Uchok, Purbaya memang piawai dalam hitung-hitungan ekonomi, tetapi dinilai tidak memahami budaya serta karakter masyarakat Indonesia yang sedang tertekan daya belinya. “Sebagai Menkeu, Purbaya paham ekonomi, tapi tidak paham budaya, tidak belajar sejarah, dan tidak bisa membaca karakter masyarakat serta para bankir yang mencari keuntungan pribadi,” tegas Uchok, Minggu (14/9/2025).

Uchok menuding Purbaya terlalu percaya pada data perbankan yang justru banyak dipoles demi menjaga citra perusahaan dan menghindari bidikan aparat hukum. “Purbaya tidak tahu, banyak data perbankan yang dipublikasi tidak jujur, banyak dimanipulasi,” ujarnya.

Dengan membaca data yang dianggap sudah “dimanipulasi”, Purbaya kembali mengucurkan dana jumbo Rp200 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. “Ini mengulang kebijakan BLBI, padahal sejarah sudah mengajarkan betapa mahalnya biaya bailout perbankan,” sindirnya.

Menurut CBA, masalah ekonomi Indonesia bukan pada likuiditas bank, melainkan pada ketiadaan proyek yang layak dibiayai. “Bank itu punya duit, tapi tidak punya proyek untuk dibiayai. Pemerintah melakukan efisiensi anggaran, banyak proyek dipangkas karena pajak menurun dan lembaga keuangan internasional pun menahan pinjaman. Mereka ingin tahu strategi Indonesia melunasi utang Rp9.105 triliun,” papar Uchok.

Situasi diperparah dengan anjloknya minat investor. “Investor ogah masuk karena Indonesia dianggap tidak aman, terlalu banyak demo anarkis, bahkan ada penjarahan rumah elit politik seperti kediaman mantan Menkeu Sri Mulyani. Campur tangan militer di ranah politik juga membuat investor bingung: investasi lewat pemerintah atau melalui Danantara yang dianggap negara dalam negara,” tambahnya.

CBA juga menyoroti potensi kredit macet yang tinggi. Menurut Uchok, pinjaman bank sering kali mengalir ke pihak berkuasa atau berpengaruh yang abai mengembalikan pinjaman. “Dana Rp200 triliun yang digelontorkan perbankan bisa-bisa jadi kredit macet karena peminjamnya orang berkuasa yang sesuka hati,” katanya.

Uchok menilai semangat optimisme Purbaya dalam mengelola keuangan negara perlu diimbangi pemahaman sosial-ekonomi di lapangan. Tanpa itu, optimisme hanya menjadi retorika yang gagal mengatasi lemahnya daya beli rakyat.

Keputusan Purbaya menggelontorkan dana besar ke bank di tengah situasi utang yang menembus Rp9.105 triliun menimbulkan pertanyaan besar: Apakah ini langkah penyelamatan ekonomi atau justru mengulangi kesalahan masa lalu seperti BLBI? Kritik pedas CBA menjadi alarm bahwa kebijakan “stimulus kilat” bisa berujung pada masalah keuangan jangka panjang.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain