1 Januari 2026
Beranda blog Halaman 39214

Bos Bank BNI Ngaku Pernah Ditawari PMN oleh Pemerintah

Jakarta, Aktual.co — Direktur Utama PT BNI Gatot Suwondo mengaku bahwa sebenarnya pihaknya pernah ditawari Pemerintah untuk mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam Rancangan Angaran Pendapatan Belanja Negara –perubahan (RAPBN-P) 2015, namun pihaknya menolak.

“Kita pernah ditawari. Kita minta proyek dulu baru modal,” kata Gatot dalam diskusi bertajuk ‘Optimalisasi Dividen BUMN untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat’ di jakarta, Jumat (23/1).

Sementara itu, Anggota VII BPK RI Achsanul Qosasih menyarankan pemerintah dan DPR agar mengkaji ulang terkait dengan tambahan PMN tersebut. Pasalnya, hal itu dinilai menyebabkan BUMN akan menjadi beban atau liabilitas dalam APBN jika PMN yang diajukan disetujui DPR RI.

“Kalau itu disetujui oleh DPR maka BUMN menjadi beban negera,” ujarnya.

Perlu diketahui, dalam RAPBN-P 2015 Pemerintah mengajukan tambahan PMN (penyertaan Modal negera) pada BUMN sebesar Rp 40,8 Triliun untuk 35 BUMN sedangkan penerimaan negara berasal dari deviden 142 BUMN hanya sebesar Rp34 Triliun.

Sedangkan dalam UU APBN 2015 yang telah di setujui pemerintah lalu, PMN hanya dipatok pada angka Rp32 Triliun dan penerimaan Deviden dari 142 BUMN sebesar Rp38 Trilun. Sehingga jika tambahan PMN tersebut disetujui maka total PMN dalam RAPBN-2015 sebesar Rp72 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

“Ada Apa Dibalik Kisruh Calon Kapolri”

Dari kiri ke kanan, Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing, Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Ma’mun Murod, Peneliti Senior The Indonesian Public Institute Karyono Wibowo dan Pengamat Politik Boni Hargens saat diskusi “Ada Apa Dibalik Kisruh Calon Kapolri” di Jakarta, Jumat (23/1/2015). Dalam diskusi tersebut penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, dua lembaga penegak hukum ini harus melakukan penyidikan secara transparan demi menjaga kepercayaan polisi yakin ini betul-betul permasalahan hukum silahkan lanjut. KPK juga kalau punya dasar kuat menetapkan BG sebagai tersangka buktikan. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Junimart Tahu Siapa Sosok Sugianto Sabran

Jakarta, Aktual.co — Anggota Komisi III DPR RI dari PDIP, Junimart Girsang mengaku mengetahui siapa sosok Sugianto Sabran yang melaporkan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, ke Mabes Polri.
“Ya, saya tahu kasus ini 2010. Kalau  tidak salah pelapornya dulu adalah Sugianto. dalam pemilihan Bupati Kotawaringin Barat. Sugianto ini calon bupati yang kalah waktu itu dan tentunya orang yang dirugikan oleh keterangan  palsu yang dilakukan oleh Bambang Widjojanto ketika itu,” kata Junimart di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (23/1).
Diketahui, pelapor BW ke Mabes Polri adalah Sugianto Sabran, yang merupakan politisi asal PDIP. Sugianto adalah mantan Bupati Kotawaringin Barat yang kalah di MK.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri menyebutkan Kasusnya berdasarkan Laporan Polisi : LP/67/I/ 2015/ Bareskrim tertanggal 15 Januari 2015.
Sugianto melaporkan Bambang Widjojanto ke Badan Reserse Kriminal Polri, terkait kasus kesaksian palsu pada sidang sengketa Pemilukada Kabupaten Kotawaringin, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Juli 2010.

Artikel ini ditulis oleh:

Banyak Tentangan Negara Sahabat, Eksekusi Mati Harus Tetap Dijalankan

Jakarta, Aktual.co — Eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba harus tetap dilaksanakan meskipun ditentang oleh negara sahabat yang warganya akan dieksekusi.
Penegasan tersebut disampaikan dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Hibnu Nugroho, Jumat (23/1).
“Prokontra dari negara sahabat itu tidak masalah karena bagaimanapun juga negara itu wajib melindungi warganya. Bagaimana kita bisa menjelaskan posisi kita sebagai keadaan darurat narkoba, itu yang penting,” kata Hibnu di Purwokerto, Jawa Tengah.
Dia pun berharap, Presiden Joko Widodo harus bisa memberikan informasi, pemahaman, dan pengertian terkait kondisi Indonesia yang menghadapi keadaan darurat narkoba.
Menurut dia, eksekusi terpidana mati itu dilaksanakan karena kasus narkoba di Indonesia sudah masuk kejahatan yang luar biasa. “Bukan keadaan biasa, ini sudah luar biasa.”
Disinggung mengenai grasi yang diterima gembong narkoba Meirika Franola alias Ola pada tahun 2012, Hibnu mengatakan bahwa grasi tersebut tidak dapat dicabut kembali karena merupakan Keputusan Presiden selama terpidana tersebut berkelakuan baik selama di dalam lembaga pemasyarakatan.
“Kecuali kalau yang bersangkutan selama di lembaga pemasyarakatan terbukti melakukan tindak pidana seperti pengendali peredaran narkoba, grasinya bisa dicabut.”
Meirika Franola alias Ola merupakan terpidana mati kasus narkoba yang mendapat grasi dari Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono sehingga hukumannya berubah menjadi pidana seumur hidup.
Sindikat narkoba internasional yang dikendalikan Ola tersebut melibatkan dua kurir yang juga divonis mati, yakni Deni Setia Marhawan dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia.
Deni Setia Marhawan yang saat ini menghuni Lembaga Pemasyarakatan Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, juga mendapat grasi dari Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2012 sehingga hukumannya berubah menjadi pidana seumur hidup.
Sementara Rani Andriani alias Melisa Aprilia telah dieksekusi di Nusakambangan pada tanggal 18 Januari 2015 karena grasinya ditolak oleh Presiden Joko Widodo. Selain Rani Andriani, pada waktu yang sama juga dilaksanakan eksekusi terhadap lima terpidana mati kasus narkoba lainnya di Nusakambangan dan Boyolali, Jawa Tengah.
Empat terpidana mati kasus narkoba yang turut dieksekusi di Nusakambangan, yakni Ang Kim Soei (62) warga negara Belanda, Namaona Denis (48) warga negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga negara Brasil, dan Daniel Enemua (38) warga negara Nigeria. Satu terpidana mati kasus narkoba yang dieksekusi di Boyolali, yakni Tran Thi Bich Hanh (37) warga negara Vietnam.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Mengacu UU KPK, BW Harus Nonaktif dari Pimpinan KPK

Jakarta, Aktual.co — Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Junimart Girsang mengatakan bahwa dengan penetapan tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri, Bambang Widjojanto (BW) seharusnya dinonaktifkan dari jabatannyaa sebagai wakil ketua KPK.
Hal itu merujuk pada ketentuan pasal yang ada dalam Undang-undang KPK.
“Pasal 32 ayat 2 UU KPK itu otomatis jelas diatur apabila komisioner atau pimpinan sudah jadi tersangka tentu dia harus nonaktif atau berhenti sementara,” kata Junimart, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (23/1).
“Ini kan sikap dari presiden juga tentang pak Budi Gunawan yang menunda sambil menunggu proses hukum, jadi kita ikuti saja alurnya,” tambahnya.
Menurut dia, penonatifan yang diatur dalam UU itu dalam rangka menjaga proses hukum, agar tidak melanggar proses persamaan di depan hukum.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Presiden Tak Punya Sikap Tengahi Polemik KPK-Polri

Jakarta, Aktual.co — Presiden Joko Widodo dinilai tak mempunyai sikap terkait dengan penetapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri.
‎Direktur Indostrategi Andar Nubowo mengatakan, dengan kejadian ini janji Presiden Jokowi‎ mengedepankan good government sudah dilanggar. “Jokowi tidak mempunyai sikap yang tegas dalam perseturuan ini. Sepertinya saat ini, Jokowi sedang diam saja dan menikmati isu antara KPK dan Polri yang sekarang ini,” kata dia di kantor KPK, Jumat (23/1).
Dia mengatakan, Jokowi seharusnya berani memposisikan diri untuk mendukung KPK. Kalau tidak, kata dia, kepercayaan publik terhadap Jokowi akan terus menurun, bahkan bisa menghilang.
‎”Kalau trush publik kepada Jokowi menurun, maka ini akan dimanfaatkan oleh lawan politiknya nanti.”
Soal penangkapan Bambang oleh Bareskrim pagi tadi, kata dia, mirip seperti yang terjadi di orde baru. “Ini tentu saja menyalahi penegakan hukum kita. Tiba-tiba diculik di tengah jalan dan langsung ditahan,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Berita Lain