29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 39218

Mengenang Sejarah, Tanggal 23 Januari: Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil

Jakarta, Aktual.co —  Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil atau Kudeta 23 Januari adalah peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1950 dimana kelompok milisi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL.

Mereka masuk ke kota Bandung dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.

APRA merupakan pemberontakan yang paling awal terjadi setelah Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Hasil Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan suatu bentuk negara Federal untuk Indonesia dengan nama RIS (Republik Indonesia Serikat).

Suatu bentuk negara ini merupakan suatu proses untuk kembali ke NKRI, karena memang hampir semua masyarakat dan perangkat-perangkat pemerintahan di Indonesai tidak setuju dengan bentuk negara federal.

Tapi, juga tidak sedikit yang tetap menginginkan Indonesia dengan bentuk negara federal, hal ini menimbulkan banyak pemberontakan-pemberontakan atau kekacauan-kekacauan yang terjadi pada saat itu.

Pemberontakan- pemberontakan ini dilakukan oleh golongan- golongan tertentu yang mendapatkan dukungan dari Belanda karena merasa takut jika Belanda meninggalkan Indonesia maka hak-haknya atas Indonesia akan hilang.

Pertengahan Januari 1950, Menteri UNI dan Urusan Provinsi Seberang Lautan, Mr.J.H. van Maarseven berkunjung ke Indonesia untuk mempersiapkan pertemuan Uni Indonesia-Belanda yang akan diselenggarakan pada bulan Maret 1950.

Hatta menyampaikan kepada Maarseven, bahwa dia telah memerintahkan kepolisian untuk menangkap Westerling. Ketika berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS Juanda pada 20 Januari 1950 menyampaikan kepada Menteri Götzen, agar pasukan elit RST yang dipandang sebagai faktor risiko, secepatnya dievakuasi dari Indonesia.

Sebelum itu, satu unit pasukan RST telah dievakuasi ke Ambon dan tiba di Ambon tanggal 17 Januari 1950. Pada 21 Januari Hirschfeld menyampaikan kepada Götzen bahwa Jenderal Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan Belanda Schokking telah menggodok rencana untuk evakuasi pasukan RST.

Namun demikian, upaya mengevakuasi Reciment Speciaale Troepen, gabungan baret merah dan baret hijau terlambat dilakukan. Westerling mendengar mengenai rencana tersebut dari beberapa bekas anak buahnya, sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada 23 Januari 1950 Westerling melancarkan “kudetanya.” Subuh pukul 4.30 hari itu, Letnan Kolonel KNIL T. Cassa menelepon Jenderal Engles.

Dan, melaporkan, “Satu pasukan kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung.” Namun laporan Letkol Cassa tidak mengejutkan Engles, karena sebelumnya, pada 22 Januari pukul 21.00 dia telah menerima laporan, bahwa sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan desersi dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar.
Jakarta.

Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk Letnan Kolonel Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak ada korban seorang pun.

Sementara itu, Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju Jakarta dengan maksud untuk menangkap Presiden Soekarno dan menduduki gedung-gedung pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta gagal dilakukan.

Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, dan pada 24 Januari 1950 bertemu lagi dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan kritik pedas terhadap Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di Bandung.

Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian Westerling pergi meninggalkan hotel.

Setelah itu, terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk mengulang tindakannya. Pada 25 Januari, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam waktu itu.

Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan berita yang sensasional.

Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne Sun memberitakan di halaman muka: “Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia Tenggara.” Duta Besar Belanda di Amerika Serikat, van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh “de zwarte hand van Nederland” (tangan hitam dari Belanda).

Artikel ini ditulis oleh:

Akademisi: Proses Hukum BW dan BG Harus Objektif

Jakarta, Aktual.co — Badan Reserse Kriminal Mabes Polri telah mencokok Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto setelah mengantarkan putrinya sekolah, di Depok, Jawa Barat, Jumat (23/1).
Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mudzakir berpendapat, penangkapan yang dilakukan oleh Bareskrim terhadap Bambang Widjojanto sah-sah saja. Terlebih Mabes Polri sudah memiliki tiga alat bukti.
“Kalau itu berdasarkan proses penyelidikan dan penyidikan itu sah-sah saja. Nah yang menjadi persoalan saat ini adalah, kenapa BW ini menjadi tersangka, padahal itu kasus lama. Ini juga kan menjadi pertanyaan yang sama kepada pak BG, apakah penyidik kedua lembaga itu melakuakan penyidikan atau belum,” kata Mudzakir ketika dihubungi Aktual.co, Jumat (23/1).
Namun demikian, dia berharap proses yang saat ini tengah ditangani oleh Polri harus objektif. Jangan sampai, hal ini terjadi seperti yang terjadi ketika itu salah satu pimpinan menjadi tersangka. Namun prosesnya hilang di tengah jalan. 
“Ini proses harus objektif, jangan sampai keliru, dan berhenti di tengah jalan,” kata dia.
Berdasarkan informasi yang diterima, sekitar pukul 06.30 wib Bambang Widjojanto dari kediamannya di Kampung Bojong Rw.28 Kelurahan Sukamaju mengantarkan anaknya ke sekolah. Bersama anak perempuannya menggunakan mobil Suzuki Panther No.Pol B 1559 EFS, kemudian dibuntuti oleh Anggota Bareskrim Mabes Polri sampai ke SDIT Nurul Fikri Jl.Tugu Raya Kel.Tugu Kec.Cimanggis. 
Setelah selesai mengantar anaknya kemudian akan kembali ke kediamannya. Sekitar pukul 07.30 Wib pada saat keluar SDIT Nurul Fikri tepatnya di Depan Butik Rifa Jl.Komplek Timah Kel.Tugu langsung dilakukan penangkapan oleh Bareskrim Mabes Polri.
Kemudian selanjutnya Bambang Widjojanto beserta mobilnya langsung dibawa ke Mabes Polri. Penangkapan dilakukan oleh Anggota Bareskrim Mabes Polri sebanyak 15 personil pimpinan Brigjen Viktor. Bambang ditangkap atas kasus pemberian kesaksian palsu dibawah sumpah di sidang Mahkamah Konstitusi.
Laporan: Wisnu Jusep

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Tembakan Mematikan Serang Bus di Ukraina Timur

Jakarta, Aktual.co — Sedikitnya 13 orang dinyatakan meninggal dunia dalam serangan sebuah bus yang ditembaki di Ukraina bagian timur Donetsk. Selain menewaskan 13 orang, sekitar 12 orang juga terluka atas kejadian tersebut.

“Dua belas orang tewas dalam bis listrik dan satu lagi yang berada di mobil yang lewat di dekatnya,” kata seorang pejabat layanan darurat di kota, demikian Aljazeera melaporkan, Jumat (23/1).

Namun demikian, belum diketahui siapa yang bertanggung jawab atas serangan itu. Separatis pro-Rusia tampaknya menuding penyerangan itu dilakukan tentara Ukraina.

Tak lama setelah serangan itu, para pemberontak diarak sekitar 20 tawanan tentara Ukraina, melalui penerapan jalan-jalan Donetsk.

Para tahanan mengenakan pakaian sipil, beberapa dari mereka terluka, dibalut dan pincang, menghadapi kerumunan setelah dipaksa untuk berlutut.

“Mereka harus punised, seperti Saddam Hussein. Mereka adalah pembunuh. Mereka membunuh anak-anak kami,” kata pensiunan dan warga setempat Zina kepada AFP.

Pengamat lain menyatakan, rasa simpati bagi para prajurit, namun, “Saya malu dengan apa yang terjadi,” kata Lyuda, juga pensiun.

“Saya iba terhadap mereka. Theya menjadi korban, mereka tidak bersalah, mereka dikirim ke sini,” katanya lagi.

Kekerasan terbaru ini, terjadi sehari setelah para Menteri Luar Negeri Rusia, Ukraina, Jerman dan Prancis bertemu dalam pertemuan di kota Berlin.

Berdasarkan rencana yang telah disepakati pada hari Rabu, Ukraina dan separatis pro-Rusia akan menarik kembali pasukannya dan senjata berat.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mendesak langkah-langkah untuk kerusuhan berlangsung, tetapi mengatakan apa-apa tentang para pemberontak menyerah wilayah mereka karena melanggar kesepakatan damai menyimpulkan pada bulan September di Minsk, Belarus.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pasukan separatis Ukraina melonjak setelah Tahun Baru setelah bulan relatif ketenangan setelah gencatan senjata diumumkan pada awal Desember.

Konflik itu telah menewaskan lebih dari 4.800 orang sejak meletus di April 2014.  (Laporan: Wisnu Yusep)

Artikel ini ditulis oleh:

Irwasum: Penangkapan BW Sesuai Prosedur

Jakarta, Aktual.co — Inspektur Pengawasan Umum Mabes Polri, Irjen Pol Dwi Prayitno menegaskan penyidik Bareskrim Polri dalam menangkap dan menetapkan tersangka Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sudah sesuai prosedur.
“Ya kalau polisi melakukan penangkapan tentu ada prosedurnya,”kata Dwi Prayitno di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (23/1).
Dwi memastikan, pihaknya dalam melakukan penindakan sudah dilengkapi dengan alat bukti yang cukup untuk menetapkan Bambang Widjojanto sebagai tersangka.
Dalam perkara ini, Bambang diduga memberi atau menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. “Ada alat buktinya dan sebagainya,”sambung Dwi 
Dan bila jika dalam prosesnya tak terbukti Bambang melakukan apa yang seperti disangkakan penyidik yakni melanggar Pasal 242 Jo Pasal 55 KUHP yaitu menyuruh melakukan atau memberikan keterangan palsu  di depan sidang, maka penyidik akan dilepaskan.”Kalau tidak terbukti ya tentunya tidak,”tutup Dwi.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Menpora Nilai PSSI Tak Sabar

Jakarta, Aktual.co — Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, menilai PSSI tidak sabar. Ini karena pihak PSSI meninggalkan kantor Kemenpora, Kamis (22/1) kemarin.

Seperti diketahui, PSSI mendatangi gedung Kemenpora pada pukul 15.50 WIB, Kamis karena memenuhi undangan dari Tim Sembilan.

Namun, setelah menunggu selama 45 menit, akhirnya pihak PSSI yang dikomandoi langsung oleh Ketumnya, Djohar Arifin Husin, balik kanan. Itu dilakukan PSSI karena Tim Sembilan dan Menpora tidak ada di tempat, sebagai tuan rumah.

“Hanya 30 menit aja sudah tidak sabar,” kata mantan Sekjen Partai Kebangkitan Nasional (PKB) itu, di sela kunjungan kerja ke Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (23/1).

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berdalih, tidak adanya anggota Tim Sembilan di gedung Kemenpora, karena mereka sedang melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

“Tim Sembilan saat ini masih melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang berkait dengan persepakbolaan nasional diantaranya Asosiasi Persepakbola Profesional Indonesia (APPI),” klaimnya.

Sebelumnya, PSSI secara resmi diundang oleh Kemenpora untuk melakukan pertemuan dengan Tim Sembilan bentukan pemerintah yang salah satu tugasnya adalah membantu perbaikan persepakbolaan nasional Kamis kemarin pukul 16.00 WIB.

Artikel ini ditulis oleh:

Kisruh KPK-Polri, Relawan: Presiden Jokowi Harus Turun Tangan

Jakarta, Aktual.co — Perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri sudah sampai pada tahap sangat memprihatinkan. Tidak ada jalan lain mengakhiri konflik dua lembaga penegak hukum tersebut, terkecuali Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan.
“Tidak ada pilihan lain, Bapak (Jokowi) harus segera turun tangan!” tegas relawan Jokowi-Jusuf Kalla, Michael F Umbas dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (23/1).
Diungkapkan, setelah penangkapan Bambang Widjojanto (BW) oleh Bareskrim Polri, situasi dikhawatirkan akan semakin meruncing. Tak hanya kejanggalan kasus yang disangkakan kepada BW, tetapi justru ketika KPK sedang dalam proses menjawab harapan publik membuktikan kasus Komjen Budi Gunawan (BG) yang menjadi alasan utama presiden menunda pelantikan BG sebagai Kapolri.
Presiden, lanjut dia, harus segera membuat keputusan strategis mengatasi situasi ini sebelum situasinya semakin ‘rusak’ parah. Terlebih arus perlawanan publik semakin hari semakin kuat dan tidak terbendung, dimana nalar dan suara publik yang menginginkan BW tidak dikriminalisasi tidak bisa dilawan. 
“Jangan sampai Bapak (Presiden) dianggap secara diam-diam justru melakukan pembiaran terhadap upaya melemahkan dan mendegradasi insitusi KPK,” jelas Umbas.
Penulis buku ‘Solusi Jokowi’ ini menambahkan, Presiden selaku pengambil keputusan tertinggi sedang mengalami ujian sejarah. Dalam keyakinan Umbas, Presiden mampu mengatasi krisis tersebut sebagaimana sudah dibuktikan sebelumnya.
“Napoleon pernah berkata, ‘a leader is a dealer in hope’. Harapan yang sedang menggelayut di benak publik saat ini tentu negeri ini secepatnya bersih dari korupsi, dan upaya-upaya menjatuhkannya adalah musuh bersama, siapapun dia,”
“Semoga situasi ini kembali normal dan agenda-agenda pembangunan Nawacita akan berjalan dengan baik,” demikian Umbas, yang juga mantan anggota Pokja Tim Transisi Bidang Komunikasi Politik.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain