29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 39275

PPATK Temukan Pejabat DKI Miliki Rekening Gendut

Jakarta, Aktual.co —Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) temukan ada sejumlah oknum pejabat Pemprov DKI yang diindikasi memiliki rekening ‘gendut’. Temuan didapat setelah dilakukan pembacaan rekam jejak transaksi keuangan pejabat di jajaran Pemprov DKI Jakarta.
Tapi, Kepala PPATK Muhammad Yusuf‎ masih enggan membeberkan nama-nama pejabat DKI si pemilik rekening gendut itu.
“Rahasia, tapi jawabannya ada (rekening gendut), pokoknya ada. Saya kirim kepada penegak hukum, tunggu tanggal mainnya saja,” kata Yusuf, di Balai Kota, Jakarta, Rabu (21/1).
Kata Yusuf, pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai yang berwenang untuk penggunaan data rekam jejak transaksi keuangan itu. Menurutnya, data rekam jejak itu bisa berguna apabila Pemprov DKI akan gelar lelang jabatan. 
“Tergantung Pak Gubernur nanti. Kalau dipandang perlu kami akan bantu,” ujar Yusuf.
Pemprov DKI Jakarta hari ini mendatangani nota kesepahaman dengan PPATK untuk pencegahan dan penindakan terhadap oknum pejabat DKI yang melakukan pencucian uang.

Artikel ini ditulis oleh:

Kemenkumham Buka Sistem Online Pengaduan Masyarakat

Jakarta, Aktual.co — Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoly mengatakan Kemenkum HAM akan membuat sistem online untuk menampung pengaduan masyarakat soal remisi dan pembebasan bersyarat.
“Jika Kemenkum HAM membuat sistem online, maka informasinya akan menjadi transparan sehingga dapat mengurangi hal-hal yang tidak diharapkan,” kata Yasona H Laoly pada rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (21/1).
Yasona mengatakan hal itu menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR RI yang mengkritik pemberian remisi dan bebas bersyarat kepada narapidana di lembaga pemasyarakatan.
Ia menjelaskan, pemberian remisi dan bebas bersyarat terhadap narapidana menjelang bebas merupakan bagian dari pembinaan kepada warga binaan yang telah memenuhi persyaratan.
“Lembaga pemasyarakatan memiliki paradigma pembinaan, sehingga narapidana yang telah menjalani lebih dari separuh masa tahanan atau menjelang bebas dan berperilaku baik selama berada di lembaga pemasyaratan diberikan remisi,” kata Yasona.
Menurut Yasona, Menteri Hukum dan HAM sering menerima kritikan dari masyararakat soal pemberian remisi kepada terpidana, khususnya terpidana kasus korupsi.
“Kami tidak tutup mata terhadap kritikan tersebut. Kemenkum HAM akan membuat sistem online untuk menampung pengaduan masyarakat soal remisi dan pembebasan bersyarat,” katanya.
Yasona menjelaskan, dengan sistem online maka informasinya akan menjadi transparan sehingga dapat mengurangi hal-hal yang tidak diharapkan.
Ia juga mengatakan, Kemenkum HAM akan membuat seminar soal remisi dan pembebasan bersyarat dengan mengundang para pakar di bidangnya, untuk mendapat pencerahan bagi jajaran pegawai Kemenhukum ham.
Di sisi lain, kata dia, adanya fasilitas remisi dan pembebasan bersyarat terhadap narapidana yang berperilaku baik dan sudah memenuhi persyaratan, dapat mengurangi over kapasitas di lembaga pemasyarakatan.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Dunia Ingin Dicaplok AS Melalui Spionase

Jakarta, Aktual.co — Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, menyoroti media yang berlebihan dalam pemberitaan bergabungnya Crimea ke Rusia. Menurut Assange yang lebih berbahaya adalah pencaplokan seluruh dunia yang dilakukan Amerika Serikat (AS) melalui mata-mata global.
 
Pendiri situs anti-kerahasiaan itu menganggap spionase global yang tergabung dalam jaringan “Five Eyes” atau lima mata berbahaya untuk seluruh dunia. Pernyataan itu disampaikan Assange pada konferensi WHD.global.
 
Menurutnya, setiap negara butuh infrastruktur internet yang independen untuk mempertahankan kedaulatan dan melawan kontrol Amerika Serikat atas komunikasi global. ”Ini adalah masalah kedaulatan nasional. Berita yang muncul adalah tentang bagaimana Rusia mencaplok Crimea,” kata Assange.
 
“Tapi, faktanya adalah aliansi intelijen ‘Five Eyes’, terutama Amerika Serikat yang telah mencaplok seluruh dunia dengan sistem komputer dan teknologi komunikasi yang digunakan untuk menjalankan dunia modern,” lanjut pria yang kini bersembunyi di keduataan Ekuador di Inggris, karena melawan upaya penangkan dan ekstradisinya ke Swedia.
 
Assange melanjutkan, data penyadapan global oleh National Security Agency (NSA) yang dibocorkan bekas kontraktor NSA, Edward Joseph Snowden telah memicu gelombang perlawanan baru dari publik dunia terhadap kontrol Amerika Serikat. Fenomena itu justru menggeser kekuatan geopolitik di Eropa.
 
”Bocoran tentang Amerika Serikat dan GCHQ (badan intelijen Inggris) yang mencaplok dunia lewat internet tidak hanya menghasilkan kekuatan pasar untuk melakukan sesuatu. Tapi, mereka juga bermain di dalamnya,” lanjut Assange yang mendukung langkah Snowden.

Yong Dae Harap Tampil Bagus di Djarum Super Liga

Jakarta, Aktual.co — Atlet bulu tangkis ganda putra nomor satu dunia, Lee Yong Dae, berharap dapat bermain bagus dalam Djarum Superliga 2015 yang akan digelar di GOR Lila Bhuana Denpasar, Bali mulai 25 Januari-1 Februari 2015.

“Saya pernah bermain di Indonesia beberapa kali, tapi saya gembira dapat bermain pada Superliga ini karena ada perbedaan dengan turnamen lain,” kata Yong Dae setelah konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/1).

Pebulu tangkis asal Korea Selatan itu, juga senang karena penyelenggaraan turnamen bulu tangkis itu dilaksanakan di Pulau Dewata.

“Saya tidak tahu akan berpasangan dengan siapa dan akan melawan siapa. Saya akan melakukan yang terbaik untuk tim,” kata Yong Dae yang tergabung dalam tim Musica Champion Kudus.

Indonesia, menurut Yong Dae, mempunyai sejarah bulu tangkis sekaligus para pemainnya yang bagus, dan dia senang untuk bermain bersama para pebulu tangkis Indonesia.

“Saya melihat positif wasit pertandingan di sini. Saya belajar banyak dan akan mencari lebih dalam Superliga tahun ini,” katanya.

Selain Lee Yong Dae, tim Musica Champion Kudus juga akan diisi para pemain Chou Tien Chen (Taiwan), Simon Santoso, Lee Hyun Il (Korea), Jonatan Christie, Marcus Fernaldi Gideon, Vladimir Ivanov (Rusia), Wahyu Nayaka Arya Pankaryanira, Edi Subaktiar, dan Fajar Alvian.

Sebanyak 10 tim pada sektor putra dan 10 tim pada sektor putri akan bertanding dalam turnamen berhadiah total 200 ribu dolar AS itu.

Tim-tim dalam sektor putra antara lain Djarum Kudus, Suryanaga Surabaya, Mutiara Cardinal Bandung, Musica Champion Kudus, Jaya Raya Jakarta, Tonami (Jepang), Granular (Thailand), USM Blibli, Hitachi (Jepang), dan Hi Qua Wima Surabaya.

Sementara, tim-tim dalam sektor putri antara lain Hokuto Bank (Jepang), Granular (Thailand), Renesas (Jepang), Djarum Kudus, Suryanaga Surabaya, Jaya Raya Jakarta, Mutiara Cardinal Bandung, USM Blibli, Jaya Raya New Star, dan Gifu Tricky Panders (Jepang).

Artikel ini ditulis oleh:

Ahok Blak-blakan Gaji Pejabat DKI ke Ketua PPATK

Jakarta, Aktual.co —Tiap bulan pejabat eselon 2 Pemprov DKI bisa bawa pulang uang 75 hingga 80 juta per bulannya. Bahkan jabatan lurah di DKI bisa bawa pulang uang Rp33 juta per bulan. Hal itu dilontarkan sendiri Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf, siang tadi di Balai Kota DKI, Rabu (21/1).
“Mungkin pak Yusuf bisa kaget, bapak tau gak tahun ini kami (Pemprov DKI) siapkan gaji berapa? eselon 2 itu bisa bawa pulang 75 sampai 80 juta perbulan, eselon 3 bisa 45 sampai 50 juta, camat hampir 45 juta, lurah bisa bawa pulang 33 juta,” kata Ahok dalam sambutannya di sela penandatanganan kesepakatan dengan PPATK di Balai Kota DKI, Rabu (21/1).
Bahkan, mantan Bupati Belitung Timur itu blak-blakan mengaku ada bawahannya yang kerjanya hanya makan gaji buta saja, namun tetap bisa dapat gaji besar. “PNS yang gak ngapa-ngapain aja yang gak jelas tugasnya apa bisa dapat Rp9 juta. Yang kerjanya lebih jelas, punya prestasi bagus 13 juta,” ungkap dia.
Untuk itu, Ahok berharap kerjasama dengan PPATK ini bakal mempersempit potensi penyalahgunaan anggaran. Ahok berharap Jakarta bisa jadi ‘role model’ untuk  menekan penyalahgunaan anggaran. “Bapak presiden berharap sekali kalau Jakarta bisa, nanti seluruh indonesia akan dibatasi.”

Artikel ini ditulis oleh:

Noam Chomsky: Serangan Paris Tabir Kemunafikan Barat

Jakarta, Aktual.co —Setelah serangan teroris ke Charlie Hebdo yang menewaskan 12 orang termasuk editor dan empat kartunis, dan pembunuhan empat orang Yahudi di swalayan halal Yahudi tidak lama setelahnya, Perdana Menteri Perancis Manuel Valls mendeklarasikan “perang terhadap terorisme, terhadap jihad, terhadap Islam radikal, terhadap semua hal yang merusak persaudaraan, kebebasan, solidaritas.”
Jutaan orang berdemonstrasi mengutuk kekejaman tersebut, semakin dilantangkan oleh paduan suara kengerian di bawah bendera “Saya Charlie”. Tersirat jelas pernyataan kemarahan, yang diungkapkan dengan baik oleh Pemimpin Partai Buruh Israel dan kandidat utama pada pemilu mendatang, Isaac Herzog, yang mengatakan bahwa “terorisme adalah terorisme. Tidak ada dua istilah untuk itu” dan bahwa “semua negara yang mencari perdamaian dan kebebasan (menghadapi) tantangan besar” dari kekerasan yang brutal.
Kejahatan itu juga memicu banjir komentar, mempertanyakan hingga akar serangan yang mengejutkan ini dengan kebudayaan Islam dan mencari cara mengatasi gelombang pembunuhan oleh terorisme Islam tanpa mengorbankan nilai-nilai kita. New York Times menyebut serangan itu sebagai “benturan peradaban”, namun dikoreksi oleh kolumnis harian tersebut Anand Giridharadas, yang mencuit bahwa itu “bukan dan tidak akan pernah menjadi atau berada di antara perang peradaban. Tapi sebuah perang UNTUK peradaban melawan kelompok di luar itu. 
Keadaan di Paris digambarkan dengan terperinci oleh koresponden veteran Eropa untuk New York Times Steven Erlanger: “Hari dimana sirine, helikopter di udara, kepanikan kantor berita; barisan polisi dan massa yang cemas; anak-anak dipulangkan dari sekolah demi keamanan. Itu adalah, seperti dua peristiwa sebelumnya, penuh darah dan horor di dalam dan sekitar Paris.”
Erlanger juga mengutip seorang wartawan yang selamat yang mengatakan “Semuanya pecah. Tidak ada jalan keluar. Ada asap dimana-mana. Sangat buruk. Orang-orang berteriak. Ini mimpi buruk.” Laporan lainnya bertuliskan “ledakan besar, dan semuanya gelap gulita.” Sebuah keadaan yang oleh Erlanger dilaporkan sebagai “keadaan yang dipenuhi pecahan kaca, tembok yang rusak, kayu yang bengkok, cat yang hangus dan kerusakan emosional.”
Kutipan-kutipan terakhir di atas—seperti yang diingatkan oleh wartawan independen David Peterson—bukan dari peristiwa pada Januari 2015. Tetapi, itu laporan Erlanger pada 24 April 1999, yang kurang menarik perhatian. Saat itu Erlanger tengah melaporkan “serangan rudal” NATO “ke markas stasiun televisi pemerintah Serbia” yang membuat “Radio Televisi (RTV) tidak tayang,” membunuh 16 jurnalis.
“NATO dan pejabat Amerika membela serangan tersebut,” lapor Erlanger, “sebagai sebuah upaya melemahkan rezim Presiden Slobodan Milosevic di Yugoslavia.” Juru bicara Pentagon Kenneth Bacon dalam pernyataannya di Washington mengatakan bahwa “TV Serbia adalah bagian dari mesin pembunuh Milosevic seperti militernya” sehingga menjadi target sasaran yang dibenarkan.
Tidak ada demonstrasi atau letupan kemarahan, tidak ada teriakan “Kami RTV,” tidak ada yang mempertanyakan akar serangan itu dalam kebudayaan Kristen dan sejarah. Sebaliknya, serangan terhadap media itu dipuji. Diplomat AS yang sangat dihormati Richard Holdbrooke, yang saat itu jadi utusan untuk Yugoslavia, mengatakan kesuksesan serangan pada RTV “sangat penting dan, saya kira, adalah perkembangan yang positif,” sebuah pernyataan yang diamini banyak orang.
Ada banyak peristiwa lainnya yang tidak memicu pertanyaan soal kebudayaan barat dan sejarah—contohnya, serangan tunggal terparah di Eropa dalam beberapa tahun terakhir, pada Juli 2011, saat Anders Breivik, seorang ekstremis Kristen ultra-Zionis dan Islamofobik, membantai 77 orang, kebanyakan remaja.
Yang juga diabaikan dalam “perang terhadap terorisme” yaitu sebuah kampanye teroris paling ekstrem di era modern—kampanye pembunuhan global Barack Obama yang mengincar orang-orang yang diduga atau mungkin berniat mencelakai kita suatu hari nanti, dan orang-orang malang yang kebetulan ada di dekatnya. Orang-orang malang ini tidak pernah berkurang, seperti 50 warga sipil yang dilaporkan terbunuh dalam serangan pengeboman (udara) yang dipimpin AS di Suriah Desember lalu, yang jarang dipublikasikan.
Satu orang dihukum terkait serangan NATO ke RTV—Dragoljub Milanovic, direktur umum stasiun TV itu, yang dihukum oleh Pengadilan HAM Eropa selama 10 tahun penjara karena gagal mengevakuasi gedung, seperti disampaikan Komite Perlindungan Jurnalis. Pengadilan Kriminal Internasional untuk Yugoslavia menganggap serangan NATO, menyimpulkannya bukan sebuah kejahatan, walaupun korban sipil yang jatuh “sayangnya banyak, (namun) tak tampak tidak proporsional.”
Perbandingan kasus-kasus ini membantu kita memahami kutukan terhadap New York Times dari pengacara hak sipil Floyd Abrams yang terkenal dengan pembelaannya yang luar biasa terkait kebebasan berekspresi. “Ada waktunya untuk menahan diri,” tulis Abrams, “tapi di saat terjadi serangan paling mengancam jurnalisme yang pernah diingat, (editor the Times) sebaiknya menunjukkan dukungan terhadap kebebasan berekspresi dengan terlibat di dalamnya” dengan mempublikasikan kartun Charlie Hebdo yang mengejek Muhammad sebagai pemicu serangan. (catatan redaksi: New York Times adalah satu-satunya koran besar di AS yang tidak menampilkan gambar sampul edisi terbaru Charlie Hebdo)
Abram memang benar dengan menggambarkan serangan Charlie Hebdo sebagai “serangan paling mengancam jurnalisme yang pernah diingat.” Alasan penggunaan konsep “yang pernah diingat,” sebuah kategori yang dengan teliti dimaksudkan untuk menunjukkan kejahatan mereka terhadap kita, namun dengan sangat hati-hati mencoba mengecualikan kejahatan kita terhadap mereka—yang terakhir ini bukanlah kejahatan, namun sebuah pertahanan yang mulia terhadap nilai-nilai tinggi, yang terkadang tidak sengaja dicitrakan dengan tanpa cacat.
Ini bukan tempat untuk mempertanyakan soal apa yang “dipertahankan” saat RTV diserang, tapi pertanyaan sangat informatif. Banyak ilustrasi lainnya untuk “yang pernah diingat.” Salah satunya adalah serangan Marinir di Fallujah pada November 2004, salah satu kejahatan paling buruk AS dan Inggris dalam invasi ke Irak.
Serangan itu dibuka dengan dikuasainya Rumah Sakit Umum Fallujah, sebuah kejahatan perang besar terlepas dari bagaimana pelaksanaannya. Kejahatan ini dilaporkan secara mencolok di halaman depan New York Times, dihiasi dengan foto yang menggambarkan bagaimana “pasien dan pegawai rumah sakit dikeluarkan dari ruangan oleh pasukan bersenjata dan diperintahkan duduk atau berbaring di lantai sementara tentara mengikat tangan mereka di belakang.” Pendudukan rumah sakit itu dipuji dan dibenarkan: tindakan itu “mematikan apa yang disebut aparat sebagai senjata propaganda militan: Rumah Sakit umum Fallujah, dengan aliran laporan korban sipilnya.”
Terbukti, ini bukanlah serangan terhadap kebebasan berekspresi, dan tidak masuk kualifikasi “yang pernah diingat.” Ada pertanyaan lainnya. Seseorang secara alami akan bertanya bagaimana Perancis menegakkan kebebasan berekspresi dan prinsip suci “persaudaraan, kebebasan, solidaritas.”
Contohnya, apakah Undang-undang Gayssot, yang berkali-kali diterapkan, memberikan negara hak untuk menentukan fatwa Kebenaran Historis dan menghukum para pembangkang dari fatwa tersebut? Dengan mengusir keturunan para pelaku Holocaust (Roma) untuk diadili di Eropa Timur? Dengan perlakuan menyedihkan terhadap imigran Afrika Utara di pinggiran kota Paris tempat teroris Charlie Hebdo menjadi jihadis? Saat jurnal pemberani Charlie Hebdo memecat kartunis Sine dengan alasan komentarnya bernada anti-semit? Banyak pertanyaan lain yang akan dengan cepat muncul.
Semua orang dengan mata yang terbuka akan dengan cepat menyadari hal-hal lainnya yang hilang. Mereka yang paling menonjol yang menghadapi “tantangan besar” dari kekerasan brutal adalah warga Palestina, sekali lagi selama serangan kejam Israel terhadap Gaza pada musim panas 2014, yang membunuh banyak wartawan, terkadang saat berada di mobil yang terpampang jelas tanda pers, bersama dengan ribuan warga lainnya, sementara penjara luar ruangan yang dijalankan Israel, sekali lagi menjadi puing dengan alasan yang runtuh seketika saat dilakukan pemeriksaan.
Pertanyaan yang juga diabaikan adalah pembunuhan tiga jurnalis lagi di Amerika Latin pada Desember, sehingga jumlahnya tahun lalu menjadi 31. Di Honduras saja ada lebih dari sepuluh wartawan yang terbunuh pada kudeta militer tahun 2009 yang diakui Amerika Serikat (tapi sedikit negara lainnya), mungkin Honduras pasca-kudeta merupakan juaranya pembunuhan jurnalis per kapita. Tapi sekali lagi, ini bukan dianggap serangan terhadap kebebasan berekspresi yang pernah diingat.
Tidak sulit menjabarkannya. Contoh yang sedikit ini menggambarkan prinsip yang sangat umum yang diterapkan dengan dedikasi dan konsistensi yang mengagumkan: semakin banyak kita menyalahkan kejahatan musuh, semakin besar kemarahannya; semakin besar tanggung jawab untuk kejahatan tersebut, sehingga semakin banyak yang kita bisa lakukan untuk menghentikannya. Namun semakin sedikit perhatiannya, maka akan cenderung dilupakan dan muncul penolakan. Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, ini bukanlah perkara “terorisme adalah terorisme. Tidak ada dua istilah untuk itu”. Jelas ada dua istilah untuk kasus ini: Mereka versus kita. Dan bukan hanya terorisme. 

Berita Lain