30 Desember 2025
Beranda blog Halaman 39295

DPR Bahas RUU Ratifikasi Ekstradisi Dua Negara

Jakarta, Aktual.co — Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya mengatakan pihaknya akan memasukan rancangan undang-undang (RUU) ratifikasi kerjasama ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan Papua Nugini dan Vietnam, dalam pembahasan ini masuk dalam prolegnas.
Menurut dia, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian dan Kejaksaan Agung dimintakan pandangannya terkait ratifikasi tersebut.
“Terkait dengan usulan dari pemerintah mengenai rancangan UU ratifikasi kerjasama ekstradisi antara pemerintah kita dengan Papua Nugini dan Vietnam, banyak hal berharga dan berguna yang disampaikan ketiga narsum, agar kami hati-hati dalam menyetujui atau menolak ruu ini,” ucap dia usai menggelar RDP, di ruang komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (21/1).
Tantowi berpandangan, isu ratifikasi untuk ektradisi itu pun menjadi sangat relevan, terutama ketika terkait dengan permintaan pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) yang bersembunyi di dua negara tersebut.
“Isu ini menjadi sangat relevan karena ada beberapa pelaku Tipikor yang saat ini buron dan bermukim di Papua Nugini maupun vietnam,” ungkapnya.
Pun demikian, diakui dia, dalam pembahasan ini juga melebar pada masalah ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura, yang belum bisa diratifikasi dalam undang-undang saat ini.
“Kalau dengan Singapura itu tidak sesederhana ekstradisi dengan dua negara ini maupun negara lain. Karena itu masih dikaitkan dengan kerjsama pertahanan antar kita dengan Singapura yang itu memerlukan pembahasan sendiri antara komisi I dengan kemenhan, mabes TNI, Kumham dan kemenlu,” beber dia.
“Jadi dua hal ini terpisah, tetapi saling terkait dan saling sandra menyandra, sehingga kami ingin sesuai dengan aspirasi rakyat Indonesia agar para koruptor yang bermukim di Singapura berikut asetnya dapat dikembalikan lagi ke Indonesia, sementraa pemerintah Singapura masih mengkaitkannya dengan persetujuan kerjasama pertahanan dengan kita,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Kemelut Sekda, Gubernur Sumut Mengaku Sudah Koordinasi dengan Mendagri

Medan, Aktual.co — Kemelut status jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut terus bergulir pasca pernyataan dari Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mengusulkan pembatalan pelantikan Hasban Ritonga sebagai Sekda karena diketahui Hasban berstatus terdakwa.
Gubernur Sumut, Gatot Pudjo Nugroho ketika dikonfirmasi, menyebut bahwa sebelum proses pelantikan (sekda) sudah berkoordinasi dengan mendagri.
“Sebelum proses pelantikan, saya katakan saya koordinasi dengan Jakarta (mendagri), saat ini Hasban baru pulang dari Jakarta, nanti tanyakan sama dia,” ujar Gatot, di kantor Gubernur Sumut, jalan Diponegoro, Medan, Rabu (21/1).
Dia menambahkan, meski mendagri menyebut telah mengusulkan pencopotan itu, dirinya hingga kini belum menerima surat apapun terkait itu.
“Seharusnya berdasarkan surat yang resmi kan, sampai sekarang belum ada. Dicopot apa tidak kan ada suratnya,” kata Gatot.
Diketahui, Hasban Ritonga yang dilantik menjadi Sekda Sumut, Rabu (14/1) pekan lalu saat ini masih berstatus terdakwa dalam kasus penyalahgunaan wewenang dalam sengketa lahan sirkuit Jalan Pancing, Medan, dengan PT Mutiara Development. 

Artikel ini ditulis oleh:

Pengacara BG: Pimpinan KPK Lakukan Pembiaran Perkara

Jakarta, Aktual.co — Tim kuasa hukum Budi Gunawan, Razman Arif Nasution, menyatakan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Menurutnya, KPK tidak sesuai prosedur saat menerapkan Budi Gunawan menjadi tersangka penerimanaan gratifikasi sesaat setelah dijadikan calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Menurut KUHP, seseorang apabila melanggar hukum, diperiksa alat bukti, pemeriksaan saksi-saksi, ketiga penetapan status. Itu protapnya, tetapi oleh KPK proses itu terbalik,” ujar Razman di gedung Kejaksaan Agung usai melaporkan pimpinan KPK, Rabu (21/1).
Dia menegaskan, seharusnya pimpinan KPK menerapkan Pasal 421 KUHP dan Pasal 23 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 serta UU Nomor 20 Tahun 2001 terkait Pemberantasan Korupsi.
“Kami menganggap bahwa pimpinan KPK telah melakukan proses pembiaran, Karena, kasus yang dituduhkan kepada klien kami, dengan Pak Eggi Sudjana, dan Ibu Ria, terjadi 2003 sampai 2006. Itu ada dugaan korupsi gratifikasi ketika klien kami, Pak Budi Gunawan, berpangkat brigjen, posisi sebagai kepala biro pembinaan karier, diduga menerima janji dan lain sebagainya,” jelasnya.
Kemudian pada 2010, kata Razman, Budi Gunawan disebut memiliki rekening gendut. Selanjutnya, Juni 2014, KPK mengungkapkan memulai proses pemeriksaan.
“Kenapa rentang waktu yang panjang dibiarkan sedemikian rupa. Kalau sudah dianggap ada barang bukti yang kuat, kenapa tidak langsung jadi tersangka saat itu,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Pimpinan KPK Empat Orang, Desmond: Itu Tidak Sah

Jakarta, Aktual.co — Politisi Partai Gerindra Desmond J Mahesa menyebut bahwa empat pimpinan yang ada di Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini tidak sah.
Hal ini dikatakan terkait dengan Komjen Pol Budi Gunawan yang melaporkan KPK ke Kejaksaan Agung mengenai penetapan status tersangka.
“Ini upaya mencari kepastian hukum. Kalau saya menduga KPK ini harusnya pimpinannya lima orang. Pimpinan sekarang yang empat orang itu tidak sah. Dalam UU KPK itu pimpinan harusnya lima orang,” kata Desmond, di Jakarta, Rabu (21/1).
Komjen Pol Budi Gunawan melalui pengacaranya melaporkan dua pimpinan KPK yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, ke Kejaksaan Agung terkait penetapan status tersangka. Selain itu, Budi melakukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang ditetapkan KPK terhadap dirinya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dilaporkan ke Kejagung, Samad Sebut Pihaknya Tak Langgar Aturan

Jakarta, Aktual.co — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menegaskan bahwa pihaknya telah sesuai prosedur dalam menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka, terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait jabatan Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri.
Tanggapan tersebut, menyusul pihak kuasa hukum Budi Gunawan yang melaporkan Pimpinan KPK ke Kejaksaan Agung (Kejagung), terkait penetapan status tersangka terhadap kliennya. Pimpinan KPK dinilai menyalahgunakan kewenangan dalam penetapan tersebut.
“Semua telah sesuai prosedur hukum dan SOP di KPK, dan tidak ada yang dilanggar,” kata Abraham Samad, dalam pesan singkat kepada wartawan, Rabu (21/1).
Sementara, Wakil Ketua KPK Zulkarnain, berharap agar proses hukum terkait BG tetap akan berjalan secara kondusif meski ada pelaporan tersebut. Zul mengaku belum mengerti mengenai laporan ke Kejaksaan Agung tersebut.
“Saya tidak mengerti artinya ya kita lihat sajalah, artinya kita hadapkan semua aparat hukum apalagi dalam perkara pidana kan hukum publik, itu kan ada proses, ada aturannya,” ungkapnya.
Zul menilai, terkait adanya gugatan praperadilan yang diajukan pihak Budi Gunawan kepada KPK, menurutnya langkah tersebut tidak tepat. Dia menjelaskan, domain praperadilan adalah ketika penegak hukum melakukan salah tangkap atau salah menahan seseorang.
Sedangkan penetapan seseorang menjadi tersangka bukan domain praperadilan. “Sesuai hukum acara penetapan orang menjadi tersangka di penyidikan itu bukan domain praperadilan, praperadilan itu untuk salah tangkap atau salah tahan,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Komisi III Dukung Langkah Polri Praperadilan Kasus BG

Jakarta, Aktual.co — Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mendukung langkah Polri melakukan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penetapan status tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan. Ia berpendapat, praperadilan tersebut dapat memberikan kepastian hukum atas Budi.
“Itu sesuatu langkah hukum yang bagus dalam kepastian hukum. Itu ditempuh, bisa menjelaskan persepsi orang ada yang salah atau tidak, atas penetapan tersangka Budi Gunawan,” ujar dia, di Jakarta, (21/1)
Desmond menilai penetapan Budi sebagai tersangka terlalu terburu-buru. Oleh karenanya, kata dia, wajar bila Polri mengajukan gugatan praperadilan.
“Saya sependapat dengan kepolisian, ada yang salah dengan penetapan itu,” tutur Ketua DPP Partai Gerindra itu.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Ronny F Sompie menyebut gugatan praperadilan tersebut sebagai sikap kritis Polri terhadap kasus yang menjerat Budi. Menurut dia, Polri sudah melakukan diskusi dan meminta masukan kepada ahli-ahli hukum sebelum mengajukan gugatan.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Berita Lain