28 Desember 2025
Beranda blog Halaman 39390

Megawati Kaget dan Kecewa, Dengar KPK Jadikan Budi Gunawan Tersangka

Jakarta, Aktual.co — Penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka tentu membuat publik bersimpati. Begitu juga yang dirasakan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

“Pasti kagetlah. Ya kaget, kecewalah. Itulah suasana hatinya,” kata Ketua DPP PDIP Trimedia Panjaitan kepada wartawan di Jakarta, Minggu (18/1).

Kepada pers seusai dia berbicara di Aktual Forum, Trimedia mengakui bahwa PDI Perjungan kaget saat  mendapat kabar bahwa KPK mendadak menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi.

Kekagetan itu juga dirasakan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati yang cukup mengenal dekat Budi Gunawan. Karena ketika menjabat Presiden kelima RI, Budi menjadi salah satu ajudan Megawati.

Meski demikian, lanjut Trimedya, Megawati tidak akan mencampuri keputusan presiden terkait masalah ini. Karena meskipun PDI Perjuangan berharap Budi Gunawan bisa tetap dilantik, namun Megawati tidak mau mendesak Jokowi.

“Beliau menyerahkan pada presiden apa pun keputusannya,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Aktivis dan Budayawan di Medan Deklarasikan “Serikat Boemi Poetra”

Medan, Aktual.co —Sejumlah aktivis, budayawan dan wartawan di Kota Medan mendeklarasikan sebuah gerakan bernama Serikat Boemi Poetra di Pelataran Taman Makam Pahlawan, Minggu (18/1). Inisiator Gerakan Tengku Zainuddin usai deklarasi yang digelar sederhana dan singkat kepada Aktual.co mengatakan gerakan yang coba dibangun adalah gerakan yang diawali dari penyelamatan budaya bangsa.

“Bentuk gerakannya kita mengedepankan nilai budaya, menurut hemat kami budaya kita itu adalah akar negara, tatkala budaya itu hilang bagaimana nasib negara. Selama ini propaganda yang dilakukan negara mengatakan bahwa budaya bangsa, tapi apa benar budaya itu aman?. Sederhananya, Boemi Poetra mempertahankan, mengamankan budaya,” ujar Zainuddin.

Dikatakannya, gerakan yang dibangun akan membasiskan kegiatan-kegiatan yang menyentuh segala sisi kehidupan, yang dipandang dari sudut kebudayaan. Misalnya melaksanakan Fokus Gorup Discusion (FGD). “Kegiatannya menyentuh segala kehidupan, dari sudut budaya.

Kami akan melakukan FGD misalnya, membahasa soal ada budaya yang hilang. Batik contohnya, yang ketika dicaplok Malaysia, presiden keluarkan statemen. Pertanyaanya, kalau budaya bangsa hilang, bagaimana pertanggung jawaban negara?,” tandasnya. Gerakannya yang akan dilakukan, lanjut Zainuddin, meski secara legal formal bukan organisasi baku, namun Serikat Boemi Poetra akan menghimpun kalangan bumi putra dari berbagai lintas profesi.

“Boemi putra itu sederhana, masing-masing memiliki keyakinanya, dia tumbuh dan berkembang. Dari bahsa sansekerta, pribumi, dengan Bhineka Tunggal Ika. Timbul pertanyaan, yang mana yang berbeda, bumi putra yang akan menyempurnakan itu. Dia akan melebur kepentingan etnis,” terangnya.

Sementara itu, Kordinator Perhelatan Deklarasi, Indra Gunawan menambahkan gerakan Boemi Poetra lahir dari diskusi intens beberapa tokoh budayawan, aktifis dan wartawan yang terus berkembang. Dari diskusi itu, lanjut Indra, diperoleh kesimpulan bahwa kaum Boemi Poetra saat ini sudah sangat tertekan dari segala sendi.

“Butuh kesadaran kolektif mengatasi keterpurukan bumi putra di negeri sendiri. Hari ini, secara umum generasi bumi putra sudah kehilangan ras percaya diri. Merasa tidak mungkin bangkit sampai kapanpun,” urainya.

Menurutnya, situasi itu dipicu banyak faktor. Namun yang paling mendasar yakni, gagalnya bumi putra mempertahankan budaya sendiri. Generasi bumi putra, lanjutnya, tanpa disadari, terbentuk dengan pola yang adaptif. “Gerakan ini adalah gerakan bersama. Lokomotifnya hanyalah ide, bukan personal dan bukan pula lembaga yang terstruktur. Karenanya bisa dimahfumi jika pendeklarasiannya dihelat sangat sederhana,” imbuh Indra.

Sejumlah aktivis, budayawan dan jurnalis tampak hadir, di antaranya Teja Purnama, mantan Ketua Badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumut, Robert Situmorang, mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Medan, Darma Lubis, Ketua Ikatan Mahasiswa Boemi Poetera, Rony Dermawan.

Agar Tidak Langgar UU, Jokowi Wajib Lantik Kapolri Budi Gunawan

Jakarta, Aktual.co — Presiden Jokowi harus segera melantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri. Karena Jokowi tidak bisa serta merta membatalkan proses hukum ketatanegaraan yang sudah berlangsung.

“Ini proses ketatanegaraan yang harus dijaga, hukum harus ditegakkan sehingga tidak bisa seenaknya saja dia memutuskan untuk menunda atau membatalkan calon kapolri yang telah diusulkannya dan disetujui oleh DPR,” kata Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis kepada pers usai berbicara di Aktual Forum, Jakarta, Minggu (18/1).

Pasalnya, jelas Margarito, soal proses penetapan Kapolri jelas merupakan soal ketatanegaraan. “Kalau dalam konvensi Partai Demokrat, tidak jadi masalah SBY membatalkan hasil dari proses konvensi yang panjang dengan tidak mengusulkan pemenang menjadi capres atau cawapres pada pemilu lalu. Masalah kapolri tidak bisa disamakan.”

Dikatakan dia, Jokowi harus ingat bahwa pembatalan hasil pemilihan kapolri itu dapat berdampak pada dirinya, proses bernegara dan penegakan hukum. “Kalau dalam konvensi paling hanya kader atau peserta konvensi yang mencak-mencak merasa dibohongi oleh SBY. Tetapi, masalah konvensi berbeda, ini bangsa yang dicoba ditipu-tipu. Nanti rakyat yang marah, bukan hanya calonnya seperti halnya konvensi PD,” tegasnya.

Karena itu, Margarito mengatakan, bila Jokowi tidak melantik segera Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri, maka ada dua UU yang dia langgar. Yang pertama adalah UU no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, khususnya pasal 11 ayat 5 karena mengangkat PLT Kapolri tanpa persetujuan DPR. Persetujuan pemberhentian kapolri lama dan pengangkatan kapolri baru adalah satu paket sebagaimana tertulis dalam ayat 1. Jadi kalau memberhentikan Sutarman, maka Budi Gunawan harus diangkat bukan dengan PLT.

“Selain itu Jokowi juga melanggar UU MD3 karena dianggap melecehkan dan merendahkan DPR, karena sudah memberikan persetujuan merespon surat dia (presiden). DPR sudah melakukan kewajiban konstituonal, sementara Jokowi tidak lakukan kewajibannya untuk melantik kapolri baru. Jokowi bisa kena pasal melakukan perbuatan tercela yang bisa menjatuhkannya,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Hati-hati Warga Medan! Ditemukan, Gorengan Bercampur Plastik

Medan, Aktual.co —Diharapkan, warga Kota Medan berhati-hati dalam menentukan tempat pilihan menu jajanan gorengan. Pasalnya, jajanan gorengan tersebut dikhawatirkan mengandung bahan berbahaya seperti plastik. Seperti yang ditemukan salah seorang warga Medan, Ruben Panggabean, saat membeli jajanan goreng persis di toko penjualan lemang panas di Jalan Flamboyan, Simpang Pemda, Medan, Minggu (18/11).

“Siang itu saya membeli gorengan untuk dikonsumsi di rumah, saat akan menikmati goreng jenis tempe, saya terkejut melihat potongan kecil menyerupai plastik di dalam potongan goreng,” ujar Ruben. Karena curiga gorengan mengandung bahan berbahaya, lanjut Ruben, dirinya mencoba membakar goreng tersebut menggunakan api dari lilin.

Cara, kata Ruben ia ketahui dari salah satu media televisi yang menyiarkan reportase investigasi jajanan berbahaya. “Setelah dibakar, tempe itu terbakar dan meneteskan semacam cairan berwarna coklat kehitaman,” tutur Ruben. Karenanya, Ruben berharap pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera melakukan tindakan berupa pemeriksaan ke lokasi penjual gorengan tersebut.  

“Ini sudah sangat membahayakan keselamatan dan kesehatan konsumen. Kita minta itu dicek sama BPOM, jangan sempat jatuh korban lebih lagi, terlebih penggunaan bahan berbahaya dalam makanan dapat mengakibatkan efek samping bagi kesehatan konsumen,” tukas Ruben. (Damai)

Di Aceh Tengah, Harga Elpigi 3 Kg, Rp25.000

Banda Aceh, Aktual.co — Banda Aceh, Aktual.co – Harga jual elpiji bersubsidi tabung 3 kilogram di Kabupaten Aceh Tengah berkisar Rp 20.000-Rp 25.000 per tabung. Padahal, sesuai SK Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, Harga Eceran Tertinggi (HET) tahun 2014 hanya Rp 18.000 per tabung. Kadis Perindustrian dan Perdagangan Aceh Tengah, T Alaidinsyah Minggu (18/1), ketika diminta konfirmasi oleh aktual.co,  membenarkan harga jual di tingkat pengecer bervariasi.

Dia juga mengaku, di empat kecamatan yaitu Kecamatan Bebesen, Kebayakan, Pegasing dan Lut Tawar, Aceh Tengah sempat terjadi kelangkaan elpiji. “Kemarin, kita bersama Pertamina Wilayah Aceh sudah mendisribusikan 1.120 tabung elpiji untuk empat kecamatan itu.

Masing-masing kecamatan mendapatkan 280 tabung,” terang Alaidinsyah. Operasi pasar tersebut, sambung T Alaidinsyah diharapkan bisa menstabilkan harga jual di empat kecamatan pedalaman tersebut. “Kita distribusikan tabung elpiji itu melalui kantor camat,” terangnya. Disebutkan, kelangkaan elpiji disebabkan meningkatnya permintaan konsumen.

Sebelumnya, warga yang menggunakan elpiji tabung 12 kilogram kini beralih ke tabung 3 kilogram. Sehingga, persediaan tidak mencukupi. Saat disinggung apakah sudah dikeluarkan HET tahun 2015, Alaidinsyah menyebutkan pihaknya belum menerima SK HET elpiji bersubsidi dari Pemerintah Aceh. “Sampai sekarang kita belum terima SK HET tersebut. Jadi, kita awasi penjualan elpiji mengacu pada HET tahun lalu,” pungkasnya.

Kebungkaman Trunojoyo, Bukti Kepentingan Pragmatis Dominasi Mabes Polri

Jakarta, Aktual.co — Jakarta, Aktual.co —Sikap diskriminatif Mabes Polri yang cenderung membela Irjenpol Djoko Susilo saat ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus korupsi di Korlantas, yang berbeda dengan kebungkaman mereka dalam kasus penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka KPK, saat menjadi calon tunggal Kapolri, cermin kepentingan politik kelompok para jenderal.
 
“Dari peristiwa ini, kami di Komisi III memperhatikan juga situsi internal Polri ini, kalau Polrinya solid dalam soal pencalonan kapolri, saya kira peristiwa ini tidak akan terjadi, tetapi karena ada kepentingan dari oknum-oknum di Polri yang juga ‘bermain’ ya seperti ini kejadiannya,” kata Trimedya dalam acara diskusi Aktual Forum, di Jakarta Selatan, Minggu (18/1).

Anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan menilai sikap diskriminatif itu bukan hanya indikasi ketidak harmonisan di level perwira tinggi (Pati) Polri terkait pemilihan calon kapolri baru. Tetapi juga mencerminkan dominasi sikap pragmatis kelompok kepentingan yang mengalahkan keutamaan menjaga martabat kelembagaan Polri.

“Saya tidak pernah membaca adanya statemen jelas dari Kapolri Sutarman pada saat itu, atau institusi polri. Yang berbeda ketika penetapan Djoko Susilo, ini tidak ada (saat) penetapan Budi Gunawan, senyap di Trunojoyo itu,” ungkapnya.

Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, menurut Trimedya, menjadi badai bagi lembaga Tribrata itu. Bahkan, ungkap Trimedya, Kapolri yang saat itu masih dijabat oleh Sutarman pun sama sekali tidak menyatakan akan ada perlindungan dari Tim Hukum di Trunojoyo (Mabes Polri).

“Padahal Djoko itu bintang dua, sedangkan ini bintang tiga, tidak gampang mendapatkaan satu bintang di polri, Ini tentunya jadi pelajaran bagi polri. Jangan sampai terjadi demoraliasi di tingkat perwira menengah apalagi di bawah itu,” pungkasnya.

Lebih lanjut, sambung Ketua DPP PDIP itu, penetapan tersangka yang harus mengakibatkan terjadinya penundaan pelantikan terhadap kapolri baru, tentu menjadi ongkos mahal yang harus dibayar oleh intitusi polri.

“Terlalu mahal harganya menurut saya, yang hanya mementingkan keinginan  kelompok dan pribadi dengan mengorbankan institusi yang sedemikian besar ini,” ucapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Berita Lain