29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 39394

Kurang Bawa Manfaat Untuk Anak, Psikolog Minta Ujian Nasional Harus Dihapus

Jakarta, Aktual.co —  Psikolog Poppy Amalya mengatakan sebaiknya ujian nasional (UN) dihapus, karena disinyalemen kurang membawa manfaat pada anak.

“Saya setuju UN dihapus. Kecerdasan anak tidak bisa diukur melalui UN,” ujar Poppy di Jakarta, Minggu (18/1).

Dia mengatakan kemampuan akademik anak bisa saja turun karena sakit ataupun haid.

Poppy juga menambahkan kemampuan anak di daerah tidak bisa disamaratakan dengan anak-anak di Ibu Kota.

“Solusinya lakukan observasi di sekolah dengan adanya konsul sekolahan,” tambah dia.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menegaskan mulai tahun ajaran 2015, hasil atau kelulusan ujian nasional 100 persen ditentukan oleh masing-masing sekolah, dan diharapkan sekolah berlaku jujur untuk kepentingan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

“Pelaksanaannya (UN) tetap. Hasilnya saja yang ditentukan oleh pihak sekolah masing-masing,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).

Anies Baswedan mengaku meski hasil kelulusan UN sudah dinyatakan ditentukan 100 persen oleh sekolah, dewasa ini detil lainnya seperti soal UN masih dibahas.

“Sekarang ini yang sudah saya nyatakan adalah soal keputusan bahwa hasil kelulusan UN 100 persen akan ditentukan masing-masing pihak sekolah. Sedangkan detil lainnya, 10 hari lagi akan saya umumkan karena masih dalam tahap pembahasan,” tutur Anies.

Menurut dia, soal kejujuran hasil UN perlu mendapat perhatian besar dari pihak sekolah karena UN menjadi cerminan kesuksesan.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Banjir Bandang Sapu Dua Dusun di Gorontalo Utara

Jakarta, Aktual.co — Banjir bandang dengan ketinggian air mencapai dua meter, menerjang dua dusun di Desa Imana, Kecamatan Atinggola, yaitu Dusun Sapauwea dan Imana Pante. Sedikitnya 25 rumah warga rusak, satu rumah semi permanen hanyut dan puluhan rumah kondisinya sangat memprihatinkan akibat terendam air setinggi dua meter.

Banjir terjadi sekitar pukul 23.00 Wita Sabtu (17/1), cukup mengagetkan warga mengingat Desa Imana tidak pernah dilanda banjir bandang. Pemerintah desa dan kecamatan, dibantu BPBD dan Basarnas serta aparat TNI, melakukan evakuasi warga menggunakan perahu karet.

“Kita sempat mengalami kesulitan dalam proses evakuasi mengingat kejadiannya terjadi malam hari, ditambah arus air yang cukup kencang serta akses komunikasi di wilayah ini putus,” ujar Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gorontalo Utara, Nurdin Humolungo di Gorontalo, Minggu (18/1).

Beruntung tidak ada korban jiwa pada bencana yang terjadi akibat meluapnya sungai Imana dan hujan deras yang terus mengguyur wilayah ini.

Evakuasi warga khususnya anak-anak dan para usia lanjut masih dilakukan kata Nurdin, sebab dikhawatirkan banjir susulan terjadi.

Bantuan makanan siap saji dan obat-obatan diakuinya terus disalurkan hingga saat ini, oleh Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan setempat.

“Beruntung tidak ada korban jiwa pada bencana ini, dan masyarakat pun diminta agar belum kembali ke rumahnya masing-masing sebelum cuaca kembali normal akibat hujan deras masih mengguyur wilayah ini,” ujarnya.

Banjir setinggi empat puluh senti meter pun merendam dua desa di Kecamatan Tomilito hingga saat ini, masing-masing Desa Milango dan Bubode.

Raden Suleman (49) warga Desa Milango berharap, hujan cepat redah mengingat dikhawatirkan banjir akan meninggi jika sungai Bubode meluap.

Ia dan keluarganya telah melakukan persiapan untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman, jika hujan tidak berhenti mengguyur hingga malam nanti.

“Wilayah ini terus menjadi langganan banjir akibat sungai Bubode yang semakin dangkal, sehingga hujan beberapa jam saja membuat tiga desa di wilayah ini terendam banjir,” ujar Raden yang berharap perhatian pemerintah daerah untuk melakukan revitalisasi sungai dipercepat.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

DPR: Polemik Budi Gunawan Ingatkan Kasus Mantan Pimpinan KPK Bibit Candra

Jakarta, Aktual.co —  Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Muhammad Nasir Jamil meminta Presiden Joko Widodo segera melantik komjel Pol Budi Gunawan sebagai kapolri. Menurutnya, perlakukan KPK yang menjadikan komjel Pol Budi Gunawan sebagai tersangka adalah sebuah kelucuan.

“Lihatlah kelucuan yang terjadi sekarang ini. Pemberhentian Sutarman tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Sutarman juga tidak mengundurkan diri, bahkan dirinya juga belum pensiun,” Kata Nasir, dalam Forum Aktual yang bertajuk ‘Lewat Budi Gunawan, KPK Ganggu Hak Prerogatif Presiden’, di Warung Komando, Jakarta Selatan, Minggu (18/1)

Lebih lanjut dijelaskan bahwa perlakuan ini merupakan sebuah proses politik yang sangat blunder dan menampakan ketidakpastian hukum di masyarakat.

“Hal itu bisa saja dilakukan dalam proses politik. Namun langkah yang diambil sangat-sangat blunder, semakin menampakkan ketidakpastian hukum,” ungkapnya

Dia menegaskan jikalau DPR saja berani melakukan fit and proper test, seharusnya Presiden Joko Widodo berani melantik Budi Gunawan sebagai kapolri.

Dalam hal ini, sama saja ketika kasus mantan pimpinan KPK Bibit dan Candra dijadikan tersangka. Disitu Juga tidak memiliki kejelasan hukum.

“Masih ingat tidak ketika mantan Pimpinan KPK Bibit dan Candra dijadikan tersangka. Karena mereka (Bibit Candra) bilang pasal ini tidak memiliki kepastian hukum,” tegasnya.

Menurutnya, ketika seseorang dijadikan tersangka, belum tentu yang bersangkutan tersebut bersalah. Oleh karena itu, kata dia, dibutuhkan keputusan yang berani, tidak menuda-nunda lagi karena hanya akan menjadi semakin blunder.

“Orang ditetapkan tersangka belum tentu dia bersalah. Dibutuhkan keputusan yang berani. Budi Gunawan menyatakan, kalau dia diputus bersalah, dia akan mundur,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Pelantikan BG, Margarito: Presiden Jangan ‘Mencla mencle’

Jakarta, Aktual.co — Jokowi memiliki kesempatan untuk melakukan tindakan hukum yang berakibat DPR tidak bisa melakukan tindakan hukum. Faktanya tidak, Presiden membiarkan DPR melakukan kewajiban konstitusional dan Presiden menyetujui apa yang di usulkan untuk melantik Budi Gunawan.
“Apa alasan presiden tidak melantik Budi Gunawan ? Ini akan menimbulkan kisruh dan mengundang badai negara”, kata Margarito Kamis, ahli hukum tata negara saat Aktual Forum, Jakarta, Minggu (18/1).
Margarito menegaskan bahwa jika dalam waktu 30 hari presiden tidak melakukan pelantikan maka di anggap sudah melakukan.
“Bagi saya itu bukan alasan yang bisa diterima jika menunda-nunda”, katanya.
Margarito menambahkan Budi Gunawan mesti dilantik namun faktanya tidak. Orang yang di setujui kapolri di angkat serta merta mesti di angkat.
Margarito menjelaskan ada dua kesewenang-wenangan presiden. Yang pertama, Sutarman diberhentikan tanpa alasan.
“Apakah pak sutarman pnsiun ? Tidak. Apakah melakukan pelanggaran etika ? Tidak. Dimana rasa mendesaknya ? Ini musti jelas agar presiden tidak sewenang-wenang. BG tidak dilantik,  secara hukum absolut impratif harus di lantik”, jelasnya.
Menurutnya, bila presiden tidak melantik maka jelas melanggar UU 2 th 2002 dan mempermainkan DPR. Dua kesewenang-wenangan ini bila dikonfersi ke dalam tata ngara masuk kualifikasi perbuatan tercela.
“Saran saya kepada Presiden lantiklah Budi Gunawan dan jadilah orang yang punya prinsip. Jangan mencla- mencle dan jangan undang badai tata negara,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Hukuman Mati Jangan Hanya Pelaku Narkoba

Jakarta, Aktual.co — Sejumlah warga Provinsi Gorontalo minta agar penerapan hukuman mati oleh pemerintah, jangan hanya diperlakukan kepada pelaku terpidana kasus narkoba saja, namun juga untuk terpidana korupsi.

Suhartono Muhamad salah seorang aktivis di Kota Gorontalo  mengatakan adanya keputusan untuk segera mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba di penjara Nusakambangan sudah sangat tepat, namun juga harus diterapkan pada kasus lainnya terutama kejahatan korupsi.

Dia menjelaskan, eksekusi untuk terpidana mati kasus narkoba yakni Ang Kim Soei (62) asal Belanda, Namaona Denis (48) asal Malawi, Marco Archer (53) asal Brasil, Daniel Enemua (38) asal Nigeria dan Rani Andriani (38) serta Tran Thi Bich Hanh (37) asal Vietnam, harus didukung, karena sebagai salah satu upaya pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba di Indonesia.

“Yang namanya kejahatan narkoba, berapapun banyaknya pelakunya harus di hukuman berat, jika perlu hukuman mati seperti yang baru saja dilaksanakan pemerintah,” Kata Suhartono di Gorontalo, Sabtu (18/1).

Selain mendukung ketegasan pemerintah dalam memberantas narkoba, Suhartono juga mengatakan, bahwa terhadap pelaku yang terlibat kasus narkoba harus diterapkan hukuman yang berat, dan jangan diberikan pengampunan oleh Presiden, sehingga ada upaya jera dan pejabat maupun siapa saja tidak akan melakukan tindakan korupsi.

Husain Abdullah salah seorang ketua Lembaga Swadya Masyarakat (LSM) di Kota Gorontalo mengatakan, pengguna serta pegedar narkoba tidak hanya dilakukan oleh orang tertentu saja namun sudah merambah hampir diseluruh komponen, sehingga itu perlu ada tindakan tegas dan penerapan hukuman berat dari penegak hukum di Indonesia.

Begitu pula pelaku kasus korupsi, berapapun banyaknya uang Negara yang diselewengkan harus dihukum berat, sebab imbasnya sangat merugikan kehidupan rakyat serta menghambat pembangunan.

“Jika hukuman bagi pelaku korupsi sangat berat, maka orang akan berpikir untuk melakukannya sehingga jangan ada pilih kasih dalam menerapkan hukuman,” Kata Husain.

Dia mengatakan, apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan melaksanakan eksekusi terhadap 6 orang pelaku kejahatan narkoba, akan membuat orang berpikir untuk terlibat didalam sindikat ataupun jaringan, begitu juga dengan kasus korupsi terutama yang merugikan Negara milyaran rupiah ataupun triliunan rupiah, harus dihukum berat jika perlu mati.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia jangan pernah memberikan ampunan ataupun toleransi terhadap pelaku narkoba, korupsi dan teroris, sebab kejahatan tersebut sangat menyengsarakan dan merugikan rakyat.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

DPR: Tanpa Akuntabilitas, KPK Rawan Disalahgunakan

Jakarta, Aktual.co — Keputusan presiden Joko Widodo yang memutuskan penundaan pelantikan komjel Pol Budi Gunawan sebagai kapolri menggantikan Jenderal Sutarman yang telah resmi diberhentikan. Dinilai karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi tirai dalam kasus ini.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Muhammad Nasir Jamil mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh menjadi tirai.

Menurutnya  penegakan hukum harus memiliki akuntabilitas karena tanpa akuntabilitas penegakan hukum sangat berbahaya.

“Penegakkan hukum seperti lorong-lorong yang gelap jika akuntabilisas ini tidak ada. Tanpa akuntabilitas, penegakan hukum rawan disalahgunakan. Bahaya kalau penegakan hukum dipuji-puji,” Kata Nasir, dalam Aktual Forum yang bertajuk “Lewat Budi Gunawan, KPK Ganggu Hak Prerogatif Presiden”, di Warung Komando, Jakarta Selatan, Minggu (18/1).

Dikatakan anggota Fraksi PKS ini, penegakan hukum menjadi sebuah ironi di negeri ini. Pasalnya ketidak-pastian hukum akan memunculkan rumor-rumor yang berkembang. Menurutnya, munculnya rumor penundaan pelantikan komjel Pol Budi Gunawan sebagai kapolri sangat berbahaya.

“Munculnya rumor penundaan pengangkatan Budi Gunawan sangatlah berbahaya. Hal tersebut muncul Ketika tidak adanya kepastian dalam penegakan hukum,” jelasnya.

Oleh karena itu, kata Nasir, Presiden Joko Widodo tidak perlu menunda pelantikan komjel Pol Budi Gunawan sebagai kapolri terpilih.

“Jadi saya berharap jokowi tidak perlu menunda, sebagai presiden mengeluarkan kepres untuk melantik BG,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Berita Lain