Warganya Dijatuhkan Hukuman Mati, Presiden Brasil: Bisa Ciptakan Kemarahan
Jakarta, Aktual.co — Presiden Brasil Dilma Rousseff memohon pembebasan warganya yang akan dieksekusi mati, Marco Moreira. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana.
Tony menyebut, permohonan presiden Brasil itu tidak akan menunda atau membatalkan eksekusi terhadap enam terpidana narkoba, demikian dilansir Aktual.co dari Huffington Post, Sabtu (16/1).
Kata Tony, Jokowi menolak permohonan Rousseff tersebut dengan alasan keputusan itu sudah melalui prosedur hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Tony menjelaskan, eksekusi terhadap warga Brasil itu tidak akan merusak hubungan kedua Negara yang sudah terjalin dengan baik.
“Apa yang kami putuskan serta lakukan dengan tujuan melindungi negara dari bahaya narkoba,” kata Jaksa Agung HM Prasetyo kepada pewarta, beberapa hari yang lalu.
Namun demikian, Rousseff dalam pernyataan resminya khawatir terhadap reaksi dari warga ‘Negeri Samba’.
“Keputusan ini bisa menciptakan kemarahan, masyarakat Brasil dan akan menimbulkan dampak negatif ke depannya,” ujar Rousseff dari pernyataan resminya, di situs planalto.gov.br, pada Sabtu (17/1/2015).
Kedua presiden berbicara melalui telepon pada Jumat (17/1/2015). Rousseff dalam perbincangannya memahami beratnya kejahatan yang dilakukan oleh Moreira.
Meski Uni Eropa dan Amnesty International memprotes hukuman mati itu, tapi Jokowi tetap bersikukuh pada pendiriannya.
Presiden Joko Widodo menolak permohonan grasi enam terpidana mati narkoba pada 30 Desember lalu.
“Itu hukum positif di Indonesia, dan sudah diputuskan oleh pengadilan. Ya, semuanya harus hargai bahwa setiap negara itu mempunyai aturan tersendiri,” ujar Jokowi, di Bina Graha, Jakarta, pekan lalu.
Untuk diketahui, Enam terpidana mati yang dieksekusi mati hari ini, Sabtu (17/1) diantaranya, Namaona Denis (48) warga Negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga Negara Brazil, Daniel Enemua (38), warga Negara Nigeria, Ang Kim Soei 62), Tran Thi Bich Hanh (37), warga Negara Vietnam, dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia, warga Negara Indonesia.
Khusus bagi Moreira, dijatuhkan hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 2004 lalu, ketika kedapatan membawa kokain seberat 13,4 kilogram. Kokain itu disembunyikan di sebuah wadah metal yang dia bawa.
Naas, pria berusia 53 tahun tersebut mencoba melarikan diri ketika di Bandara Soekarno-Hatta pada 2 Agustus 2003. Sempat menghilang, Moreira akhirnya berhasil ditangkap di Pulau Moyo, Nusa Tenggara Barat pada 16 Agustus 2003.
Artikel ini ditulis oleh:
















