Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat masih menangani kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak PT Bank Central Asia (BCA). Semenjak mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo sejak ditetapkan sebagai tersangka, belum terlihat perkembangan lanjutan.
Pengamat Hukum dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, ada indikasi kesengajaan pihak KPK menunda untuk pengusutan kasus yang diduga menyebabkan kerugian negara Rp375 miliar itu.
“Jabatan mereka (Pimpinan KPK) kan tinggal setahun lagi, menunggu sampe mereka selesai jabatannya biar urusannya diurus komisioner setelahnya, kan namanya nakal itu, lepas tangan,” kata Boyamin kepada Aktual.co, Jumat (20/12).
Boyamin mengatakan, alasan para pimpinan KPK yang kini hanya tersisa empat pimpinan itu menunda menuntaskan kasus BCA adalah karena sebelumnya KPK telah kebablasan menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka.
“Kalau kasus Hadi Poernomo itu kan bahwasannya beberapa pakar ikut menyayangkan KPK telah kebablasan dalam urusan Hadi Poernomo, karena itu kasus pajak, pajak itu ada pengadilan pajak,” kata Boyamin.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Johan Budi SP mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak PT Bank Centra Asia (BCA) yang menjerat Mantan Ketua Badan Keuangan (BPK) Hadi Poernomo tidak akan selesai dalam waktu dekat.
“Sepertinya masih lama proses penyidikannya, masih dalam pengembangan, kasus HP kan belum lama,” kata Johan Budi melalui pesan singkat kepada Aktual.co, Sabtu (20/12).
Diketahui dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performance loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak.
Kasus bermula ketika BCA mengajukan keberatan pajak atas non-performance loan yang nilainya Rp 5,7 triliun. Hadi diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut. Dia diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 375 miliar dari pajak yang tidak dibayarkan BCA.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka