25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40275

Tak Ada Pabrik CPO, Sebatik Jual 3.000 Ton TBS ke Malaysia

Jakarta, Aktual.co — Pengusaha kelapa sawit Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara menyebutkan sebanyak 3.000 ton tandang buah segar (TBS) kelapa sawit hasil perkebunan Pulau Sebatik dijual ke Malaysia setiap bulan.

“Besarnya TBS kelapa sawit produksi perkebunan masyarakat setempat sangat merugikan pemerintah Kabupaten Nunukan karena tidak mendapatkan “budget” dari hasil penjualan tersebut,” ujar salah seorang pengusaha kelapa sawit Pulau Sebatik, Ahmad di Nunukan, Sabtu (20/12).

Ia menambahkan, ribuan ton hasil produksi kelapa sawit petani setempat terpaksa dijual ke luar negeri karena belum ada pabrik CPO (crude palm oil) di pulau yang berbatasan langsung dengan Negeri Sabah, Malaysia itu.

“Satu-satunya jalan adalah menjual buah kelapa sawit kita ke sebelah (Malaysia) karena belum ada pabrik CPO disini (Sebatik),” ujar Ahmad, seorang pengumpul kelapa sawit milik petani Pulau Sebatik.

Dari 3.000 TBS yang dijual ke negara tetangga itu merupakan hasil produksi dari 15.000 hektar lahan perkebunan kelapa sawit di pulau itu, sebut Ahmad.

Ia mengharapkan, Pemkab Nunukan memikirkan untuk mengurangi biaya operasional pengusaha setempat dengan membangun pabrik CPO atau menarik investor yang memiliki modal besar untuk membangunnya agar ada pemasukan dana bagi pemerintah.

Selain itu, dia juga mengungkapkan, akibat tidak adanya alternatif bagi pengusaha lokal dan petani perkebunan kelapa sawit ulah pengusaha Malaysia yang membeli TBS Pulau Sebatik sewenang-wenang mempermainkan harga dan kualitas.

Padahal, lanjut Ahmad, kualitas TBS kelapa sawit asal pulau itu memiliki grade B namun setibanya di Malaysia turun menjadi grade C yang menyebabkan harga pun turun.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Tak Ada Pabrik CPO, Sebatik Jual 3.000 Ton TBS ke Malaysia

Jakarta, Aktual.co — Pengusaha kelapa sawit Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara menyebutkan sebanyak 3.000 ton tandang buah segar (TBS) kelapa sawit hasil perkebunan Pulau Sebatik dijual ke Malaysia setiap bulan.

“Besarnya TBS kelapa sawit produksi perkebunan masyarakat setempat sangat merugikan pemerintah Kabupaten Nunukan karena tidak mendapatkan “budget” dari hasil penjualan tersebut,” ujar salah seorang pengusaha kelapa sawit Pulau Sebatik, Ahmad di Nunukan, Sabtu (20/12).

Ia menambahkan, ribuan ton hasil produksi kelapa sawit petani setempat terpaksa dijual ke luar negeri karena belum ada pabrik CPO (crude palm oil) di pulau yang berbatasan langsung dengan Negeri Sabah, Malaysia itu.

“Satu-satunya jalan adalah menjual buah kelapa sawit kita ke sebelah (Malaysia) karena belum ada pabrik CPO disini (Sebatik),” ujar Ahmad, seorang pengumpul kelapa sawit milik petani Pulau Sebatik.

Dari 3.000 TBS yang dijual ke negara tetangga itu merupakan hasil produksi dari 15.000 hektar lahan perkebunan kelapa sawit di pulau itu, sebut Ahmad.

Ia mengharapkan, Pemkab Nunukan memikirkan untuk mengurangi biaya operasional pengusaha setempat dengan membangun pabrik CPO atau menarik investor yang memiliki modal besar untuk membangunnya agar ada pemasukan dana bagi pemerintah.

Selain itu, dia juga mengungkapkan, akibat tidak adanya alternatif bagi pengusaha lokal dan petani perkebunan kelapa sawit ulah pengusaha Malaysia yang membeli TBS Pulau Sebatik sewenang-wenang mempermainkan harga dan kualitas.

Padahal, lanjut Ahmad, kualitas TBS kelapa sawit asal pulau itu memiliki grade B namun setibanya di Malaysia turun menjadi grade C yang menyebabkan harga pun turun.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

KPK Pastikan Kasus BCA Tidak Akan Selesai Dalam Waktu Dekat

Jakarta, Aktual.co — Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak PT Bank Centra Asia (BCA) yang menjerat Mantan Ketua Badan Keuangan (BPK) Hadi Poernomo tidak akan selesai dalam waktu dekat.
“Sepertinya masih lama proses penyidikannya, masih dalam pengembangan, kasus HP kan belum lama,” kata Johan Budi melalui pesan singkat kepada Aktual.co, Sabtu (20/12).
Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka pada 21 April 2014, setelah KPK meyakini keterlibatan Mantan Dirjen Pajak itu dalam kasus penerimaan semua permohonan semua permohonan keberatan wajib pajak atas surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) PPH PT BCA. Ketika kasus terjadi, Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002 – 2004.
Johan mengatakan, hingga kini kasus tersebut masih didalami oleh penyidik, namun Johan tidak mengetahui kapan Hadi Poernomo akan dipanggil kembali oleh KPK untuk menjalani pemeriksaan.
“Belum tahu kapan HP (akan) diperiksanya,” lanjut Johan.
Diketahui dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performance loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak.
Kasus bermula ketika BCA mengajukan keberatan pajak atas non-performance loan yang nilainya Rp 5,7 triliun. Hadi diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut. Dia diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 375 miliar dari pajak yang tidak dibayarkan BCA.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

KPK Pastikan Kasus BCA Tidak Akan Selesai Dalam Waktu Dekat

Jakarta, Aktual.co — Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak PT Bank Centra Asia (BCA) yang menjerat Mantan Ketua Badan Keuangan (BPK) Hadi Poernomo tidak akan selesai dalam waktu dekat.
“Sepertinya masih lama proses penyidikannya, masih dalam pengembangan, kasus HP kan belum lama,” kata Johan Budi melalui pesan singkat kepada Aktual.co, Sabtu (20/12).
Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka pada 21 April 2014, setelah KPK meyakini keterlibatan Mantan Dirjen Pajak itu dalam kasus penerimaan semua permohonan semua permohonan keberatan wajib pajak atas surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) PPH PT BCA. Ketika kasus terjadi, Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002 – 2004.
Johan mengatakan, hingga kini kasus tersebut masih didalami oleh penyidik, namun Johan tidak mengetahui kapan Hadi Poernomo akan dipanggil kembali oleh KPK untuk menjalani pemeriksaan.
“Belum tahu kapan HP (akan) diperiksanya,” lanjut Johan.
Diketahui dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performance loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak.
Kasus bermula ketika BCA mengajukan keberatan pajak atas non-performance loan yang nilainya Rp 5,7 triliun. Hadi diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut. Dia diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 375 miliar dari pajak yang tidak dibayarkan BCA.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Pemilukada Serentak, Problem Masa Jabatan Kada Beragam Harus Diselesaikan

Jakarta, Aktual.co — ‎Problem masa jabatan kepala daerah menjadi permasalahan tersendiri dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) 2015 yang belakangan wacananya akan diundur pada tahun 2016.
Padahal beberapa daerah diketahui masa jabatannya telah diundur, mereka seharusnya habis jabatannya pada 2014. Akan tetapi karena bertepatan dengan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, pelaksanaan Pemilukada diundur ke tahun 2015.
“Masa jabatan kepala daerah ini beragam, ini problem yang harus diselesaikan, harus ada landasan yang kuat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” ucap Koordinator Program Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Yusfitriadi kepada Aktual.co, Sabtu (20/12).
Menurutnya, aturan yang akan dikeluarkan Kemendagri juga mencakup kepala daerah yang semestinya belum habis masa jabatannya. Namun karena pelaksanaan Pemilukada Serentak, mereka ‘terpaksa’ mengikuti kembali hajat demokrasi lima tahunan. 
“Apakah yang sudah habis masa jabatannya lantas diperpanjang dulu atau bagaimana? Lalu bagaimana yang belum habis jabatannya,” jelasnya.
Di sisi lain, Yus juga mengkritik KPU yang terlihat gamang dalam mempersiapkan pelaksanaan Pemilukada Serentak. Padahal sebagai penyelenggara pemilu, KPU seharusnya tidak turut bermain politik dengan menunggu DPR.
“Sebelum ada penolakan, pembatalan, Perppu itu dijalankan. Apalagi DPR nampaknya juga tidak akan tepat waktu, KPU jangan mengikuti dialektika politik di Senayan,” demikian Yus.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Pemilukada Serentak, Problem Masa Jabatan Kada Beragam Harus Diselesaikan

Jakarta, Aktual.co — ‎Problem masa jabatan kepala daerah menjadi permasalahan tersendiri dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) 2015 yang belakangan wacananya akan diundur pada tahun 2016.
Padahal beberapa daerah diketahui masa jabatannya telah diundur, mereka seharusnya habis jabatannya pada 2014. Akan tetapi karena bertepatan dengan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, pelaksanaan Pemilukada diundur ke tahun 2015.
“Masa jabatan kepala daerah ini beragam, ini problem yang harus diselesaikan, harus ada landasan yang kuat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” ucap Koordinator Program Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Yusfitriadi kepada Aktual.co, Sabtu (20/12).
Menurutnya, aturan yang akan dikeluarkan Kemendagri juga mencakup kepala daerah yang semestinya belum habis masa jabatannya. Namun karena pelaksanaan Pemilukada Serentak, mereka ‘terpaksa’ mengikuti kembali hajat demokrasi lima tahunan. 
“Apakah yang sudah habis masa jabatannya lantas diperpanjang dulu atau bagaimana? Lalu bagaimana yang belum habis jabatannya,” jelasnya.
Di sisi lain, Yus juga mengkritik KPU yang terlihat gamang dalam mempersiapkan pelaksanaan Pemilukada Serentak. Padahal sebagai penyelenggara pemilu, KPU seharusnya tidak turut bermain politik dengan menunggu DPR.
“Sebelum ada penolakan, pembatalan, Perppu itu dijalankan. Apalagi DPR nampaknya juga tidak akan tepat waktu, KPU jangan mengikuti dialektika politik di Senayan,” demikian Yus.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Berita Lain