30 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40353

Lantik Gubernur di Istana, Komisi II : Hanya Buang-Buang Anggaran Negara Saja

Jakarta, Aktual.co — Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa tak setuju dengan wacana pelantikan gubernur di Istana Negara. Ia menilai pelantikan di Istana hanya memboroskan anggaran negara saja.
“Justru itu, kalau harus ke Jakarta secara pembiayaan lebih boros. Saudaranya ke Jakarta, anggota DPRD-nya ke Jakarta,” ucap Riza ketika dihubungi, Jumat (19/12).
Lebih lanjut, sambung Riza, alangkah lebih baik apabila pelantikan gubernur dilaksanakan di DPRD masing-masing. Pasalnya, DPRD merupakan representasi dari rumah rakyat, lantaran disanalah para wakil rakyat bekerja selama ini.
“Kalau tidak di lapangan luas juga boleh. Yang penting di ibukota provinsi dan juga bisa dilihat masyarkat langsung,” ujar politisi partai Gerindra itu.
Untuk itu, dia meminta, agar pemerintah fokus pada perbaikan proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah daripada memikirkan bagaiman pelantikan itu dilaksanakan. Menurut dia, sebuah daerah akan mendapatkan kepala daerah yang baik, apabila penyelenggaraan pemilu di daerah tersebut berlangsung baik.
“Kalau proses tidak baik outputnya juga tidak baik. Melalui tahapan yang ada, melalui rekruitmen yang baik, maka outputnya akan baik. Jadi bukan persoalan dilantik atau tidak,” tandasnya.
Sebelumnya sempat diberitakan, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, ke depannya, semua gubernur akan dilantik di Istana oleh Presiden. Hal itu diungkapkan Kalla pada penutupan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional RPJMN 2015-2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (18/12).
Kalla menjelaskan, kebijakan itu untuk mempertegas tugas gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah. Tujuan akhirnya, agar semua kebijakan di daerah sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat. “Nanti semua gubernur dilantik di Istana supaya jelas gubernur adalah perwakilan pusat di daerah,” ucap Kalla.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Lantik Gubernur di Istana, Komisi II : Hanya Buang-Buang Anggaran Negara Saja

Jakarta, Aktual.co — Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa tak setuju dengan wacana pelantikan gubernur di Istana Negara. Ia menilai pelantikan di Istana hanya memboroskan anggaran negara saja.
“Justru itu, kalau harus ke Jakarta secara pembiayaan lebih boros. Saudaranya ke Jakarta, anggota DPRD-nya ke Jakarta,” ucap Riza ketika dihubungi, Jumat (19/12).
Lebih lanjut, sambung Riza, alangkah lebih baik apabila pelantikan gubernur dilaksanakan di DPRD masing-masing. Pasalnya, DPRD merupakan representasi dari rumah rakyat, lantaran disanalah para wakil rakyat bekerja selama ini.
“Kalau tidak di lapangan luas juga boleh. Yang penting di ibukota provinsi dan juga bisa dilihat masyarkat langsung,” ujar politisi partai Gerindra itu.
Untuk itu, dia meminta, agar pemerintah fokus pada perbaikan proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah daripada memikirkan bagaiman pelantikan itu dilaksanakan. Menurut dia, sebuah daerah akan mendapatkan kepala daerah yang baik, apabila penyelenggaraan pemilu di daerah tersebut berlangsung baik.
“Kalau proses tidak baik outputnya juga tidak baik. Melalui tahapan yang ada, melalui rekruitmen yang baik, maka outputnya akan baik. Jadi bukan persoalan dilantik atau tidak,” tandasnya.
Sebelumnya sempat diberitakan, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, ke depannya, semua gubernur akan dilantik di Istana oleh Presiden. Hal itu diungkapkan Kalla pada penutupan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional RPJMN 2015-2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (18/12).
Kalla menjelaskan, kebijakan itu untuk mempertegas tugas gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah. Tujuan akhirnya, agar semua kebijakan di daerah sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat. “Nanti semua gubernur dilantik di Istana supaya jelas gubernur adalah perwakilan pusat di daerah,” ucap Kalla.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Fraksi PAN Belum Bahas Pilkada Serentak 2016

Jakarta, Aktual.co — Diundurnya pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak dari 2015 menjadi 2016 menuai pro kontra. Pasalnya, kesiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi salah satu pertimbangan untuk mengundur pelaksanaan Pilkada serentak tersebut.
Anggota Komisi II DPR RI, Yandri Susanto berpandang bahwa perlu adanya kajian secara komprehensif mengenai tahapan pemilu dengan pemerintah agar penyelenggaraan Pilkada bisa berjalan dengan maksimal.
Termasuk, kesiapan logistik dan keamanan pemilu, dan masa jabatan Pelaksana tugas (Plt) yang sudah habis masa jabatannya, juga mesti diperhatikan.
“Jadi menurut saya kalau itu dalam rangka menyukseskan Pilkada serentak, harus bisa meminimalisir masalah di lapangan, menurut saya enggak masalah KPU diberikan waktu dengan mengundur Pilkada serentak ke 2016,” kata Yandri saat dihubungi, Jumat (19/12).
Pun demikian, secara pribadi dirinya mengatakan diundurnya penyelenggaraan Pilkada serentak di 2016 lebih baik ketimbang dilakukan di 2015. Apalagi ini menjadi pelaksanaan Pilkada serentak pertama, dan jika hasilnya buruk tentu akan menjadi catatan yang kurang baik.
“Daripada dipaksakan 2015, jadi pertaruhan, karena ini Pilkada serentak pertama, kalau karut-marut, enggak berkualitas, itu nanti menurut saya kurang pas, jadi hilang argumentasi Pilkada serentak untuk menuntaskan politik uang, Pilkada murah, lebih aman dan lainnya,” ujar dia.
Namun begitu, sambung dia, penilaiannya terhadap penyelenggaraan Pilkada serentak memang belum dibahas di Fraksi PAN. Tetapi, dia di Komisi II mengusulkan ke KPU, jika memang kesiapan Pilkada belum bisa dilakukan pada 2015 lebih baik diundur di 2016.
“Tapi di komisi II saya mengusulkan itu KPU membuat semua itu terukur dan terstruktur, itu yang saya bilang, enggak apa-apa diundur ke 2016 asalkan alasan Pilkada serentak aman, murah, dan demokratis bisa terwujud,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Fraksi PAN Belum Bahas Pilkada Serentak 2016

Jakarta, Aktual.co — Diundurnya pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak dari 2015 menjadi 2016 menuai pro kontra. Pasalnya, kesiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi salah satu pertimbangan untuk mengundur pelaksanaan Pilkada serentak tersebut.
Anggota Komisi II DPR RI, Yandri Susanto berpandang bahwa perlu adanya kajian secara komprehensif mengenai tahapan pemilu dengan pemerintah agar penyelenggaraan Pilkada bisa berjalan dengan maksimal.
Termasuk, kesiapan logistik dan keamanan pemilu, dan masa jabatan Pelaksana tugas (Plt) yang sudah habis masa jabatannya, juga mesti diperhatikan.
“Jadi menurut saya kalau itu dalam rangka menyukseskan Pilkada serentak, harus bisa meminimalisir masalah di lapangan, menurut saya enggak masalah KPU diberikan waktu dengan mengundur Pilkada serentak ke 2016,” kata Yandri saat dihubungi, Jumat (19/12).
Pun demikian, secara pribadi dirinya mengatakan diundurnya penyelenggaraan Pilkada serentak di 2016 lebih baik ketimbang dilakukan di 2015. Apalagi ini menjadi pelaksanaan Pilkada serentak pertama, dan jika hasilnya buruk tentu akan menjadi catatan yang kurang baik.
“Daripada dipaksakan 2015, jadi pertaruhan, karena ini Pilkada serentak pertama, kalau karut-marut, enggak berkualitas, itu nanti menurut saya kurang pas, jadi hilang argumentasi Pilkada serentak untuk menuntaskan politik uang, Pilkada murah, lebih aman dan lainnya,” ujar dia.
Namun begitu, sambung dia, penilaiannya terhadap penyelenggaraan Pilkada serentak memang belum dibahas di Fraksi PAN. Tetapi, dia di Komisi II mengusulkan ke KPU, jika memang kesiapan Pilkada belum bisa dilakukan pada 2015 lebih baik diundur di 2016.
“Tapi di komisi II saya mengusulkan itu KPU membuat semua itu terukur dan terstruktur, itu yang saya bilang, enggak apa-apa diundur ke 2016 asalkan alasan Pilkada serentak aman, murah, dan demokratis bisa terwujud,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Talangi Lapindo, Pemerintah Jokowi harus Minta Pendapat BPK dan KPK

Jakarta, Aktual.co — Pusat Kajian Trisakti  (Pusaka Trisakti) menyatakan agar Jokowi-JK meminta pendapat KPK dan BPK sebelum memutuskan menalangi utang PT Minarak Lapindo sebesar Rp 781 miliar.
Demikian disampaikan Sekretaris Eksekutif Pusaka Trisakti  Fahmi Habsyi, dalam siaran pers yang diterima redaksi di Jakarta, Jum’at (19/12).
Kata Fahmi, kalaupun dana talangan itu dilaksanakan, maka Pusat Kajian Trisakti  (Pusaka Trisakti) sebagai lembaga think-thank penyokong pemerintahan Jokowi-JK dengan tegas menolak skema jaminan dana talangan yang diusulkan Menteri PU Basuki tersebut.
“Ini berbahaya bagi Jokowi-JK dimasa datang bisa jadi Lapindogate,” ungkapnya.
Fahmi juga mengatakan Menteri PU sebagai eks Ketua Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (Timnas PSLS) era SBY harus memberi informasi dan penjelasan yang utuh pada Jokowi-JK tentang sejarah  Lapindo dan kondisi keuangan grup Lapindo dan jaminan aset apa saja yang layak dihold pemerintah yang bisa memastikan uang pemerintah Rp 781 milyar bisa kembali.
“Apalah artinya nilai jaminan ribuan hektar  tanah berlumpur yang akan disita pemerintah jika Lapindo tidak mampu bayar empat tahun lagi ? Inikan anggap saja pemerintah “jadi” kreditur, pilih jaminan induk Lapindo yang bagus dong seperti blok minyak Energi Mega Persada, atau jaminan saham yang tercatat di BEJ, gedung atau aset grup Bakrie di Jakarta atau Bali, piutang grup Lapindo, jika perlu personal gurantee , banyaklah pilihan kalau mau pakai akal sehat,” tandasnya.
Seperti diketahui, Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimoeljono mengatakan pemerintah setelah rapat dengan Presiden Jokowi dan beberapa menteri memutuskan untuk menalangi utang PT Minarak Lapindo sebesar Rp 781 miliar, Kamis (18/12). 
Penalangan itu dilakukan dengan syarat Lapindo harus menyerahkan seluruh tanah yang masuk dalam peta terdampak kepada pemerintah dan bila dalam masa empat tahun Lapindo tidak mampu melunasi maka akan disita pemerintah.

Artikel ini ditulis oleh:

Talangi Lapindo, Pemerintah Jokowi harus Minta Pendapat BPK dan KPK

Jakarta, Aktual.co — Pusat Kajian Trisakti  (Pusaka Trisakti) menyatakan agar Jokowi-JK meminta pendapat KPK dan BPK sebelum memutuskan menalangi utang PT Minarak Lapindo sebesar Rp 781 miliar.
Demikian disampaikan Sekretaris Eksekutif Pusaka Trisakti  Fahmi Habsyi, dalam siaran pers yang diterima redaksi di Jakarta, Jum’at (19/12).
Kata Fahmi, kalaupun dana talangan itu dilaksanakan, maka Pusat Kajian Trisakti  (Pusaka Trisakti) sebagai lembaga think-thank penyokong pemerintahan Jokowi-JK dengan tegas menolak skema jaminan dana talangan yang diusulkan Menteri PU Basuki tersebut.
“Ini berbahaya bagi Jokowi-JK dimasa datang bisa jadi Lapindogate,” ungkapnya.
Fahmi juga mengatakan Menteri PU sebagai eks Ketua Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (Timnas PSLS) era SBY harus memberi informasi dan penjelasan yang utuh pada Jokowi-JK tentang sejarah  Lapindo dan kondisi keuangan grup Lapindo dan jaminan aset apa saja yang layak dihold pemerintah yang bisa memastikan uang pemerintah Rp 781 milyar bisa kembali.
“Apalah artinya nilai jaminan ribuan hektar  tanah berlumpur yang akan disita pemerintah jika Lapindo tidak mampu bayar empat tahun lagi ? Inikan anggap saja pemerintah “jadi” kreditur, pilih jaminan induk Lapindo yang bagus dong seperti blok minyak Energi Mega Persada, atau jaminan saham yang tercatat di BEJ, gedung atau aset grup Bakrie di Jakarta atau Bali, piutang grup Lapindo, jika perlu personal gurantee , banyaklah pilihan kalau mau pakai akal sehat,” tandasnya.
Seperti diketahui, Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimoeljono mengatakan pemerintah setelah rapat dengan Presiden Jokowi dan beberapa menteri memutuskan untuk menalangi utang PT Minarak Lapindo sebesar Rp 781 miliar, Kamis (18/12). 
Penalangan itu dilakukan dengan syarat Lapindo harus menyerahkan seluruh tanah yang masuk dalam peta terdampak kepada pemerintah dan bila dalam masa empat tahun Lapindo tidak mampu melunasi maka akan disita pemerintah.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain