30 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40362

Museum Tsunami Aceh Jadi Tempat Belajar dan Mengingat Sejarah

Jakarta, Aktual.co — “Gulungan air laut yang menjulang tinggi dan gelap” adalah gambaran yang sering diungkapkan oleh para penyintas tsunami Aceh. Bagaimana sebenarnya gambaran itu bila diwujudkan bentuknya?

Pengalaman tersebut kini bisa dirasakan bila kita mengunjungi Museum Tsunami Aceh dengan menyusuri lorong sempit dan gelap dengan dinding air yang sesekali memercikkan air ke kepala dan tubuh. Lorong tersebut adalah pintu utama menuju ke dalam Museum Tsunami Aceh yang terletak di Jalan Iskandar Muda, Kota Banda Aceh.

Samar-samar terdengar rekaman suara perempuan menyanyikan lagu dalam bahasa Aceh, mengiringi langkah para pengunjung di jalan menurun yang landai.

Gelap, hening, suara dan percikan air akan membawa pengunjung yang baru masuk dari ruang terbuka menuju bagian dalam museum, memasuki lorong kenangan.

Masih ada penyintas atau keluarga korban yang “enggan” memasuki museum tersebut, karena kenangan pedih yang mereka alami.

Namun hari itu, seorang ibu yang kehilangan dua anak remajanya dalam bencana tersebut, untuk pertamakalinya mencoba mengunjungi museum tsunami itu.

Jalan landai di lorong itu berakhir pada ruang yang luas dengan atap tinggi dan jajaran podium-podium yang menampilkan rangkaian foto Banda Aceh sesaat setelah hempasan air laut setinggi 30-an meter menyapu tepi kota hingga ke pedalaman.

Petaka yang juga disebut “Christmas Tsunami” karena terjadi pada 26 Desember 2004, sehari setelah Natal, dikenang sebagai tsunami terdahsyat abad ini, merenggut 230.000 nyawa di 11 negara, sebagian besar di antaranya adalah warga Aceh, sebagian Sumatera Utara dan Nias.

Di depan tiang-tiang penyangga foto terlihat beberapa pengunjung, anak sekolah dan rombongan keluarga sedang menyaksikan rangkaian foto yang ditampilkan dalam gerak otomatis, mengganti sejumlah gambar.

Foto-foto Banda Aceh yang luluh lantak, para penyintas yang tengah menyelamatkan diri, kapal-kapal menyangkut di atap rumah menjadi tontonan yang bisa memberi gambaran pada pengunjung.

Dari ruang besar itu, kembali terdapat jalan sempit menanjak yang di bagian kirinya terdapat pintu masuk ke ruang berbentuk kerucut, “sumur doa”.

Pada dinding ruang tersebut tertera ribuan nama korban jiwa dan di puncak kerucut terdapat penutup tembus cahaya dengan tulisan huruf Arab “Allah”.

“ini melambangkan bahwa para korban yang tidak dapat selamat dari tsunami kini sudah kembali kepada Allah,” ujar pemandu museum.

Pengunjug acapkali berdoa di ruang tersebut.

Perempuan yang kehilangan putra-putrinya itu terlihat tercenung dan matanya berkaca-kaca saat ia melangkah keluar dari ruang tersebut.

Ridwan Kamil, kini Wali Kota Bandung, Jawa Barat, adalah arsitek yang merancang museum itu setelah memenangkan lomba desainnya.

Bangunan museum dari bawah terlihat menyerupai kapal, alat transportasi yang banyak dikaitkan dengan bencana tsunami, mengingat banyak kapal yang terdampar jauh ke pedalaman dan beberapa di antaranya bagikan “perahu Nabi Nuh” menyelamatkan para penumpangnya.

Keluar dari ruang kerucut, jalan menanjak berlanjut, mengitari kerucut itu, sebagai lambang bagi para penyintas yang masih harus berjuang untuk menyelamatkan diri, keluar dari pusaran air.

Di ujungnya terpampang ruang yang terang dan luas, atap gantung di langit-langit tembus pandang, berbentuk menyerupai kapal, tempat bendera-bendera dari sejumlah negara tergantung dengan tulisan “damai” dalam berbagai bahasa.

Di bagian bawahnya terdapat “jembatan harapan” melambangkan harapan hidup bagi para penyintas dan membawa pengunjung berjalan menuju lantai berikutnya dari bangunan berlantai empat di museum tersebut.

Setelah melintasi jembatan, pengunjung akan diarahkan menuju ruang pamer berisi gambar dan diorama, juga ada ruang simulasi gempa dan tempat pengunjung dapat mempelajari sains terkait gempa dan tsunami.

“Namun saat ini tidak bisa dioperasikan karena alatnya rusak,” kata petugas museum.

Di tempat itu biasanya pengunjung akan bisa merasakan “getaran gempa”, mempelajari gempa dan tsunami dan berbagai peralatan perekam gempa serta sistem kerjanya.

Perjalanan berakhir pada ruang teater semi terbuka dengan tribun dan panggung tanpa dinding dan di seberangnya dikelilingi kolam ikan.

Tempat tersebut biasa dimanfaatkan oleh pengunjung untuk merenung kembali bencana alam yang mengubah wajah politik, sosial dan ekonomi Aceh menjadi provinsi yang lebih terbuka dan damai.

Bangunan museum bila dilihat dari atas, seperti yang terlihat pada maket, merupakan gambaran gelombang laut dan sekaligus sebagai dataran tinggi untuk penyelamatan.
“Sampai dengan 10 tahun lalu kata tsunami tidak saya kenal, demikian pula kebanyakan orang Aceh lainnya. Kini kata tsunami mempunyai makna bagi kami,” kata Dr. Edi Darmawan, penyintas yang kehilangan kedua orang tuanya saat tsunami menyapu kampung halamannya.

Kehadiran Museum Tsunami Aceh penting untuk mengenang dan juga menjadi sarana edukasi.

Meskipun ada loket tempat pembelian tiket, tidak ada petugas penjaganya dan pengunjung dapat masuk bebas tanpa membayar. Para petugas akan memandu dengan sukarela.

“Akhirnya saya bisa mengunjungi museum ini, setelah 10 tahun bencana itu berlalu,” bisik ibu yang tidak bersedia disebut namanya.

Banyak kenangan pedih, banyak orang kehilangan anggota keluarga seperti perempuan itu.

Monumen hidup bertebaran di Banda Aceh dan sekitarnya sehingga kota di belahan barat Indonesia itu pun kini menjadi daerah kunjungan wisata sejarah, terutama wisatawan domestik dan dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand juga India.

Bus-bus pariwisata hilir mudik dari satu lokasi ke lokasi lain, seperti museum ini, lokasi kapal PLN Apung terdampar di Punge Blang Cut, Masjid Raya, Kapal “Nuh” di Gampong Lampulo dan banyak lainnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Museum Tsunami Aceh Jadi Tempat Belajar dan Mengingat Sejarah

Jakarta, Aktual.co — “Gulungan air laut yang menjulang tinggi dan gelap” adalah gambaran yang sering diungkapkan oleh para penyintas tsunami Aceh. Bagaimana sebenarnya gambaran itu bila diwujudkan bentuknya?

Pengalaman tersebut kini bisa dirasakan bila kita mengunjungi Museum Tsunami Aceh dengan menyusuri lorong sempit dan gelap dengan dinding air yang sesekali memercikkan air ke kepala dan tubuh. Lorong tersebut adalah pintu utama menuju ke dalam Museum Tsunami Aceh yang terletak di Jalan Iskandar Muda, Kota Banda Aceh.

Samar-samar terdengar rekaman suara perempuan menyanyikan lagu dalam bahasa Aceh, mengiringi langkah para pengunjung di jalan menurun yang landai.

Gelap, hening, suara dan percikan air akan membawa pengunjung yang baru masuk dari ruang terbuka menuju bagian dalam museum, memasuki lorong kenangan.

Masih ada penyintas atau keluarga korban yang “enggan” memasuki museum tersebut, karena kenangan pedih yang mereka alami.

Namun hari itu, seorang ibu yang kehilangan dua anak remajanya dalam bencana tersebut, untuk pertamakalinya mencoba mengunjungi museum tsunami itu.

Jalan landai di lorong itu berakhir pada ruang yang luas dengan atap tinggi dan jajaran podium-podium yang menampilkan rangkaian foto Banda Aceh sesaat setelah hempasan air laut setinggi 30-an meter menyapu tepi kota hingga ke pedalaman.

Petaka yang juga disebut “Christmas Tsunami” karena terjadi pada 26 Desember 2004, sehari setelah Natal, dikenang sebagai tsunami terdahsyat abad ini, merenggut 230.000 nyawa di 11 negara, sebagian besar di antaranya adalah warga Aceh, sebagian Sumatera Utara dan Nias.

Di depan tiang-tiang penyangga foto terlihat beberapa pengunjung, anak sekolah dan rombongan keluarga sedang menyaksikan rangkaian foto yang ditampilkan dalam gerak otomatis, mengganti sejumlah gambar.

Foto-foto Banda Aceh yang luluh lantak, para penyintas yang tengah menyelamatkan diri, kapal-kapal menyangkut di atap rumah menjadi tontonan yang bisa memberi gambaran pada pengunjung.

Dari ruang besar itu, kembali terdapat jalan sempit menanjak yang di bagian kirinya terdapat pintu masuk ke ruang berbentuk kerucut, “sumur doa”.

Pada dinding ruang tersebut tertera ribuan nama korban jiwa dan di puncak kerucut terdapat penutup tembus cahaya dengan tulisan huruf Arab “Allah”.

“ini melambangkan bahwa para korban yang tidak dapat selamat dari tsunami kini sudah kembali kepada Allah,” ujar pemandu museum.

Pengunjug acapkali berdoa di ruang tersebut.

Perempuan yang kehilangan putra-putrinya itu terlihat tercenung dan matanya berkaca-kaca saat ia melangkah keluar dari ruang tersebut.

Ridwan Kamil, kini Wali Kota Bandung, Jawa Barat, adalah arsitek yang merancang museum itu setelah memenangkan lomba desainnya.

Bangunan museum dari bawah terlihat menyerupai kapal, alat transportasi yang banyak dikaitkan dengan bencana tsunami, mengingat banyak kapal yang terdampar jauh ke pedalaman dan beberapa di antaranya bagikan “perahu Nabi Nuh” menyelamatkan para penumpangnya.

Keluar dari ruang kerucut, jalan menanjak berlanjut, mengitari kerucut itu, sebagai lambang bagi para penyintas yang masih harus berjuang untuk menyelamatkan diri, keluar dari pusaran air.

Di ujungnya terpampang ruang yang terang dan luas, atap gantung di langit-langit tembus pandang, berbentuk menyerupai kapal, tempat bendera-bendera dari sejumlah negara tergantung dengan tulisan “damai” dalam berbagai bahasa.

Di bagian bawahnya terdapat “jembatan harapan” melambangkan harapan hidup bagi para penyintas dan membawa pengunjung berjalan menuju lantai berikutnya dari bangunan berlantai empat di museum tersebut.

Setelah melintasi jembatan, pengunjung akan diarahkan menuju ruang pamer berisi gambar dan diorama, juga ada ruang simulasi gempa dan tempat pengunjung dapat mempelajari sains terkait gempa dan tsunami.

“Namun saat ini tidak bisa dioperasikan karena alatnya rusak,” kata petugas museum.

Di tempat itu biasanya pengunjung akan bisa merasakan “getaran gempa”, mempelajari gempa dan tsunami dan berbagai peralatan perekam gempa serta sistem kerjanya.

Perjalanan berakhir pada ruang teater semi terbuka dengan tribun dan panggung tanpa dinding dan di seberangnya dikelilingi kolam ikan.

Tempat tersebut biasa dimanfaatkan oleh pengunjung untuk merenung kembali bencana alam yang mengubah wajah politik, sosial dan ekonomi Aceh menjadi provinsi yang lebih terbuka dan damai.

Bangunan museum bila dilihat dari atas, seperti yang terlihat pada maket, merupakan gambaran gelombang laut dan sekaligus sebagai dataran tinggi untuk penyelamatan.
“Sampai dengan 10 tahun lalu kata tsunami tidak saya kenal, demikian pula kebanyakan orang Aceh lainnya. Kini kata tsunami mempunyai makna bagi kami,” kata Dr. Edi Darmawan, penyintas yang kehilangan kedua orang tuanya saat tsunami menyapu kampung halamannya.

Kehadiran Museum Tsunami Aceh penting untuk mengenang dan juga menjadi sarana edukasi.

Meskipun ada loket tempat pembelian tiket, tidak ada petugas penjaganya dan pengunjung dapat masuk bebas tanpa membayar. Para petugas akan memandu dengan sukarela.

“Akhirnya saya bisa mengunjungi museum ini, setelah 10 tahun bencana itu berlalu,” bisik ibu yang tidak bersedia disebut namanya.

Banyak kenangan pedih, banyak orang kehilangan anggota keluarga seperti perempuan itu.

Monumen hidup bertebaran di Banda Aceh dan sekitarnya sehingga kota di belahan barat Indonesia itu pun kini menjadi daerah kunjungan wisata sejarah, terutama wisatawan domestik dan dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand juga India.

Bus-bus pariwisata hilir mudik dari satu lokasi ke lokasi lain, seperti museum ini, lokasi kapal PLN Apung terdampar di Punge Blang Cut, Masjid Raya, Kapal “Nuh” di Gampong Lampulo dan banyak lainnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Kebijakan Pemprov, ITW: Ujung-Ujungnya Soal Duit

Jakarta, Aktual.co —  Ketua Indonesia Traffic Watch (ITW), Edison Siahaan menyatakan keheranannya pada kebijakan Pemprov DKI mengenai aturan pelarangan sepeda motor di kawasan Thamrin hingga Medan Merdeka Barat.
Edison mengatakan bahwa Pemprov DKI dalam setiap kebijakannya diiringi dengan keharusan untuk mengeluarkan uang. 
“Saya heran kenapa idenya selalu dibungkus dengan duit,” ujarnya ketika dihubungi aktual.co, Jumat (19/12).
Terkait dengan pelarangan itu, ia dengan tegas menolak. Pasalnya, lalu lintas itu merupakan kewajiban pemerintah untuk masyarakat. 
“Jadi itu pelayanan murni, bukan untuk bisnis. Mungkin Pemprov DKI belum tahu soal itu. Itu tercantum dalam UU No. 22 Tahun 2009,” ujarnya.
Ia juga mengkritik efektivitas dan efisiensi dari peraturan tersebut. “Persoalannya bukan sebatas pengendara parkir motor dimana. Tapi efektivitas dan efisiensinya. Mereka harus menitipkan motor, kemudian naik bus, kemudian kembali lagi ke penitipan. Itu merepotkan sekali,” ujarnya.
Edison mengatakan, ada alasan kuat mengapa pengendara motor terpaksa mengendarai motor. Pasalnya kendaraan umum di Jakarta tidak berkondisi baik.
“Kalau mereka (Pemprov DKI) suruh berangkat di rumah naik angkutan, masalahnya gak ada angkutan umum yang bagus,” tambahnya.
Sebagai informasi, Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya melaksanakan uji coba pelarangan sepeda motor. Pelarangan dilakukan di kawasan jalan protokol yaitu Jalan MH Thamrin mulai dari Bundaran HI sampai Bundaran Air Mancur Monas dan Jalan Medan Merdeka Barat.
Kebijakan pelarangan sepeda motor itu diberlakukan setiap hari, termasuk hari libur selama 24 jam. Namun kebijakan itu tidak berlaku bagi sepeda motor yang merupakan kendaraan dinas operasional petugas.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Kebijakan Pemprov, ITW: Ujung-Ujungnya Soal Duit

Jakarta, Aktual.co —  Ketua Indonesia Traffic Watch (ITW), Edison Siahaan menyatakan keheranannya pada kebijakan Pemprov DKI mengenai aturan pelarangan sepeda motor di kawasan Thamrin hingga Medan Merdeka Barat.
Edison mengatakan bahwa Pemprov DKI dalam setiap kebijakannya diiringi dengan keharusan untuk mengeluarkan uang. 
“Saya heran kenapa idenya selalu dibungkus dengan duit,” ujarnya ketika dihubungi aktual.co, Jumat (19/12).
Terkait dengan pelarangan itu, ia dengan tegas menolak. Pasalnya, lalu lintas itu merupakan kewajiban pemerintah untuk masyarakat. 
“Jadi itu pelayanan murni, bukan untuk bisnis. Mungkin Pemprov DKI belum tahu soal itu. Itu tercantum dalam UU No. 22 Tahun 2009,” ujarnya.
Ia juga mengkritik efektivitas dan efisiensi dari peraturan tersebut. “Persoalannya bukan sebatas pengendara parkir motor dimana. Tapi efektivitas dan efisiensinya. Mereka harus menitipkan motor, kemudian naik bus, kemudian kembali lagi ke penitipan. Itu merepotkan sekali,” ujarnya.
Edison mengatakan, ada alasan kuat mengapa pengendara motor terpaksa mengendarai motor. Pasalnya kendaraan umum di Jakarta tidak berkondisi baik.
“Kalau mereka (Pemprov DKI) suruh berangkat di rumah naik angkutan, masalahnya gak ada angkutan umum yang bagus,” tambahnya.
Sebagai informasi, Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya melaksanakan uji coba pelarangan sepeda motor. Pelarangan dilakukan di kawasan jalan protokol yaitu Jalan MH Thamrin mulai dari Bundaran HI sampai Bundaran Air Mancur Monas dan Jalan Medan Merdeka Barat.
Kebijakan pelarangan sepeda motor itu diberlakukan setiap hari, termasuk hari libur selama 24 jam. Namun kebijakan itu tidak berlaku bagi sepeda motor yang merupakan kendaraan dinas operasional petugas.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Dalami Korupsi Bangkalan, KPK Periksa Fuad Amin dan Direktur MKS

Jakarta, Aktual.co — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus korupsi pemberian suap dalam jual beli gas di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.
Menurut Kepala Pemberitaan dan Publikasi KPK, Phiharsa Nugraha, Jumat (19/12), KPK memanggil beberapa saksi untuk dua orang tersangka berbeda.
Diantaranya yang dipanggil ialah Ketua DPRD Fuad Amin serta ajudannya Abdul Rouf. Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko (ABD).
Sementara Antonio sendiri juga bakal dipanggil untuk dimintai keterangan berkaitan dengan kasus korupsi tersebut. “Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangak AR (Abdul Rauf),” kata Priharsa ketika di konfirmasi.
Diketahui dalam kasus ini KPK telah menetapkan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad Amin Imron, Ajudan Fuad yang bernama Rauf serta Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko dan Anggota TNI AL berpangkat Kpral Satu, Darmono, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan.
Fuad dan Rauf diduga sebagai pihak penerima suap. Keduanya disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sementara Antonio diduga sebagai pihak pemberi suap. Dia disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a, Pasal 5 ayat 1 huruf b serta Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Terkait penahanan, Fuad Amin Imron dan Rauf dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) POMDAM Jaya Guntur Jakarta Selatan. Sementara Antonio Bambang Djatmiko ditahan di Rutan KPK. Sementara itu, KPK menyerahkan oknum TNI Angkatan Laut berinisial DRM dengan pangkat Kopral Satu yang turut diamankan dalam penangkapan ke pihak Polisi Militer Angkatan Laut.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Dalami Korupsi Bangkalan, KPK Periksa Fuad Amin dan Direktur MKS

Jakarta, Aktual.co — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus korupsi pemberian suap dalam jual beli gas di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.
Menurut Kepala Pemberitaan dan Publikasi KPK, Phiharsa Nugraha, Jumat (19/12), KPK memanggil beberapa saksi untuk dua orang tersangka berbeda.
Diantaranya yang dipanggil ialah Ketua DPRD Fuad Amin serta ajudannya Abdul Rouf. Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko (ABD).
Sementara Antonio sendiri juga bakal dipanggil untuk dimintai keterangan berkaitan dengan kasus korupsi tersebut. “Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangak AR (Abdul Rauf),” kata Priharsa ketika di konfirmasi.
Diketahui dalam kasus ini KPK telah menetapkan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad Amin Imron, Ajudan Fuad yang bernama Rauf serta Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko dan Anggota TNI AL berpangkat Kpral Satu, Darmono, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan.
Fuad dan Rauf diduga sebagai pihak penerima suap. Keduanya disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sementara Antonio diduga sebagai pihak pemberi suap. Dia disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a, Pasal 5 ayat 1 huruf b serta Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Terkait penahanan, Fuad Amin Imron dan Rauf dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) POMDAM Jaya Guntur Jakarta Selatan. Sementara Antonio Bambang Djatmiko ditahan di Rutan KPK. Sementara itu, KPK menyerahkan oknum TNI Angkatan Laut berinisial DRM dengan pangkat Kopral Satu yang turut diamankan dalam penangkapan ke pihak Polisi Militer Angkatan Laut.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Berita Lain