29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40469

Warga Aceh Tewas Terseret Arus Sungai Jambo Aye

Banda Aceh, Aktual.co — Dua warga Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, dilaporkan terseret dan hanyut di Krueng (sungai) Jambo Aye. 
Salah satu diantaranya ditemukan meninggal dunia. Sementara satu lagi, hingga Rabu (17/12) sore masih dalam pencarian. 
Berdasarkan informasi yang dihimpun, korban meninggal dunia yaitu  M Yunus Abubakar, (57), warga Desa Buket Linteung, Kecamatan Langkahan Aceh Utara. Pria ini dilaporkan pergi dari rumah sejak Senin (15/12) petang, dan ditemukan telah menjadi mayat di Krueng Jambo Aye, siang tadi.
“Korban diduga menceburkan diri ke sungai. Korban memiliki riwayat gangguan jiwa,” sebut Kapolsek Langkahan Iptu M Jamil MA.
Korban yang belum ditemukan bernama Syukren (40), dilaporkan tenggelam tadi pagi sekitar pukul  07:00 wib, di kawasan Desa Lubok Pusaka. Namun kronologi kejadian belum jelas karena petugas Polsek masih mengumpulkan keterangan di desa terpencil tersebut.
“Tim SAR yang sebelumnya mencari M Yunus di Desa Buket Linteung, sudah menuju ke Lubok Pusaka untuk mencari korban.  Sejauh ini belum ditemukan,” kata Jamil.

Artikel ini ditulis oleh:

Ini Kajian KKB Terhadap RUU Ormas

Jakarta, Aktual.co — Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) Fransisca Fitri mengatakan sejak disahkan oleh DPR dan Pemerintah pada 2 Juli 2013, KKB terdiri atas gabungan  sejumlah organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan berserikat dan berkumpul di Indonesia, telah melakukan pemantauan terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) secara intensif. 
Dari hasil pemantauan tersebut kata Fransisca, KKB menyimpulkan bahwa antara tujuan pembentukan UU Ormas dengan dampak yang ditimbulkan sangat bertolak belakang. 
“Kehendak awal dari penyusunan UU Ormas, sebagaimana yang termuat dalam Naskah Akademik (R) UU Ormas atau materi pembahasan selama Rapat Kerja Gabungan 30 Agustus 2010, yaitu untuk menindak organisasi yang memiliki massa dan melakukan kekerasan (dalam bentuk demonstrasi dengan kekerasan, sweeping, dan lain-lain) dan mewujudkan tata kelola ormas agar lebih transparan dan akuntabel,” kata Fransiska di Jakarta, Rabu (17/12). 
Namun, Fransisca menegaskan pemantauan yang dilakukan KKB selama satu tahun lebih justru membuktikan bahwa UU Ormas telah menampakkan watak sesungguhnya, yaitu belenggu hingga ancaman terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul, bukan mengarah pada kedua alasan tersebut.
Fransisca mengatakan implementasi UU Ormas cukup masif di berbagai daerah, hal ini nampak dari pemantauan KKB yang bersumber dari media, testimoni atau kesaksian, dan produk kebijakan. 
“Dari hasil pemantauan, setidaknya terdapat dua pola temuan, yaitu pertama, kewajiban registrasi organisasi pada kantor Kesbangpolinmas (Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat) di daerah, salah satunya muncul pada wilayah pemantauan di Lombok Tengah pada Agustus dan September 2013, dan kedua, pemberlakuan syarat memiliki struktur pengurus atau organisasi di minimal 25% provinsi untuk diakui sebagai ormas nasional yang berasal dari testimoni mitra KKB yaitu Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil/ASPPUK dan Majelis Adat Budaya Tionghoa/MABT Pontianak,” sambung Fransisca.
Sehingga tambah Fransisca, perlu ada respon segera terhadap pemberlakuan UU Ormas khususnya yang berakibat terhadap makin tergerusnya ruang kebebasan berserikat dan berkumpul. “Berbagai penyebab mulai dari tafsir berlebihan yang menimbulkan ancaman dampak, seperti dicabutnya ijin, dibubarkan, dicap ilegal atau liar, akses pada dana Pemerintah ditutup, tidak diakui, atau tidak dilayani hingga kerancuan kerangka hukum tentang pendaftaran bagi organisasi masyarakat sipil, ” kata dia. 
Tidak tertutup kemungkinan sambung Fransisca beberapa daerah melahirkan peraturan turunan seperti perda, surat edaran kepala daerah yang hanya melanjutkan bentuk kerancuan UU Ormas.
Lebih lanjut dia mengatakan berdasarkan temuan dan hasil pemantauan di atas, yang dilengkapi dengan sejumlah kajian dan verifikasi, KKB mendesak agar, Pertama Mahkamah Konstitusi (MK) harus segera mengeluarkan putusan Judicial Review UU Ormas yang diajukan oleh PP Muhammadiyah dan KKB, agar dampak dan kerugian konstitusionalnya tidak semakin meluas dan masif. 
Sebelumnya kata Fransisca di salah satu media cetak nasional, Ketua MK pernah berjanji bahwa MK akan mengeluarkan putusan Judicial Review UU Ormas sebelum 2014 berakhir. Namun pada laman situs MK, jadwal sidang terakhir pada 23 Desember 2014 dan tidak ditemukan sama sekali agenda pembacaan putusan Judicial Review UU Ormas. 
“Kedua, Pemerintah dan DPR memasukkan RUU Perkumpulan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 dan sebagai prioritas 2015; dan Terakhir Mendesak Pemerintah Jokowi-JK untuk segera meninjau ulang dan menghapus seluruh kebijakan yang berpotensi melanggar HAM  sesuai dengan yang termuat di dalam visi misinya termasuk salah satunya UU Ormas. Dengan demikian, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dari UU Ormas yang disiapkan oleh Pemerintah sebelumnya menjadi tidak relevan untuk disahkan,” tegas Fransisca.
Laporan: Deddy

Artikel ini ditulis oleh:

Ini Kajian KKB Terhadap RUU Ormas

Jakarta, Aktual.co — Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) Fransisca Fitri mengatakan sejak disahkan oleh DPR dan Pemerintah pada 2 Juli 2013, KKB terdiri atas gabungan  sejumlah organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan berserikat dan berkumpul di Indonesia, telah melakukan pemantauan terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) secara intensif. 
Dari hasil pemantauan tersebut kata Fransisca, KKB menyimpulkan bahwa antara tujuan pembentukan UU Ormas dengan dampak yang ditimbulkan sangat bertolak belakang. 
“Kehendak awal dari penyusunan UU Ormas, sebagaimana yang termuat dalam Naskah Akademik (R) UU Ormas atau materi pembahasan selama Rapat Kerja Gabungan 30 Agustus 2010, yaitu untuk menindak organisasi yang memiliki massa dan melakukan kekerasan (dalam bentuk demonstrasi dengan kekerasan, sweeping, dan lain-lain) dan mewujudkan tata kelola ormas agar lebih transparan dan akuntabel,” kata Fransiska di Jakarta, Rabu (17/12). 
Namun, Fransisca menegaskan pemantauan yang dilakukan KKB selama satu tahun lebih justru membuktikan bahwa UU Ormas telah menampakkan watak sesungguhnya, yaitu belenggu hingga ancaman terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul, bukan mengarah pada kedua alasan tersebut.
Fransisca mengatakan implementasi UU Ormas cukup masif di berbagai daerah, hal ini nampak dari pemantauan KKB yang bersumber dari media, testimoni atau kesaksian, dan produk kebijakan. 
“Dari hasil pemantauan, setidaknya terdapat dua pola temuan, yaitu pertama, kewajiban registrasi organisasi pada kantor Kesbangpolinmas (Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat) di daerah, salah satunya muncul pada wilayah pemantauan di Lombok Tengah pada Agustus dan September 2013, dan kedua, pemberlakuan syarat memiliki struktur pengurus atau organisasi di minimal 25% provinsi untuk diakui sebagai ormas nasional yang berasal dari testimoni mitra KKB yaitu Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil/ASPPUK dan Majelis Adat Budaya Tionghoa/MABT Pontianak,” sambung Fransisca.
Sehingga tambah Fransisca, perlu ada respon segera terhadap pemberlakuan UU Ormas khususnya yang berakibat terhadap makin tergerusnya ruang kebebasan berserikat dan berkumpul. “Berbagai penyebab mulai dari tafsir berlebihan yang menimbulkan ancaman dampak, seperti dicabutnya ijin, dibubarkan, dicap ilegal atau liar, akses pada dana Pemerintah ditutup, tidak diakui, atau tidak dilayani hingga kerancuan kerangka hukum tentang pendaftaran bagi organisasi masyarakat sipil, ” kata dia. 
Tidak tertutup kemungkinan sambung Fransisca beberapa daerah melahirkan peraturan turunan seperti perda, surat edaran kepala daerah yang hanya melanjutkan bentuk kerancuan UU Ormas.
Lebih lanjut dia mengatakan berdasarkan temuan dan hasil pemantauan di atas, yang dilengkapi dengan sejumlah kajian dan verifikasi, KKB mendesak agar, Pertama Mahkamah Konstitusi (MK) harus segera mengeluarkan putusan Judicial Review UU Ormas yang diajukan oleh PP Muhammadiyah dan KKB, agar dampak dan kerugian konstitusionalnya tidak semakin meluas dan masif. 
Sebelumnya kata Fransisca di salah satu media cetak nasional, Ketua MK pernah berjanji bahwa MK akan mengeluarkan putusan Judicial Review UU Ormas sebelum 2014 berakhir. Namun pada laman situs MK, jadwal sidang terakhir pada 23 Desember 2014 dan tidak ditemukan sama sekali agenda pembacaan putusan Judicial Review UU Ormas. 
“Kedua, Pemerintah dan DPR memasukkan RUU Perkumpulan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 dan sebagai prioritas 2015; dan Terakhir Mendesak Pemerintah Jokowi-JK untuk segera meninjau ulang dan menghapus seluruh kebijakan yang berpotensi melanggar HAM  sesuai dengan yang termuat di dalam visi misinya termasuk salah satunya UU Ormas. Dengan demikian, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dari UU Ormas yang disiapkan oleh Pemerintah sebelumnya menjadi tidak relevan untuk disahkan,” tegas Fransisca.
Laporan: Deddy

Artikel ini ditulis oleh:

Minyak Dunia Turun, Pertamina Terancam Merugi?

Jakarta, Aktual.co —   Penurunan harga minyak mentah dunia merupakan salah satu sinyal terjadinya perang dingin keuangan antara Amerika beserta sekutunya dengan negara bekas komunis seperti Rusia dan China. Untuk negara penghasil minyak dan pengekspor minyak, runtuhnya harga minyak akan semakin memperburuk ekonomi bangsa.

“Penurunan harga minyak secara terus-terus akan mengancam eksistensi Pertamina, bahkan bisa membuat bangkrut. Mengancam APBN. Mengancam stabilitas nasional,” ujar Direktur Eksekutif Energi Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Rabu (17/12).

Pada 2014, Pertamina menargetkan pendapatan (omzet) senilai USD79 miliar atau setara dengan Rp830 triliun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dolar Rp10.500/USD. Angka pendapatan tersebut lebih tinggi sekitar 6% dibandingkan dengan prognosa pendapatan 2013. Selain itu, target laba bersih Pertamina 2014 sebesar USD3,44 miliar atau kurang lebih Rp36,12 triliun. Menurutnya, pendapatan Pertamina dengan harga minyak murah, tidak cukup membayar biaya produksi yang tiap tahun naik.

“Pasalnya, pendapatan Pertamina terancam tidak mencapai target dengan harga minyak di angka USD50/bbl. Bagaimana Pertamina membayar cicilan utang dan gaji karyawan serta operasional jika pendapatan lebih kecil dari pengeluaran. Ini bahaya dan ancaman serius bagi Pertamina,” ujarnya.

Secara global, Perusahaan minyak umumnya terus memproduksi minyak dari sumur mereka, tapi harga yang turun tajam mengurangi pendapatan dan memaksa mereka untuk mengurangi pengeluaran untuk proyek-proyek eksplorasi baru.

“BP mengumumkan pekan lalu bahwa pihaknya akan mencoba untuk memangkas USD1 miliar dalam belanja tahun depan. Bahkan analis memperhitungkan akan ada ribuan PHK,” ujar AP Business yang ditulis Mae Anderson.

Negara yang mengandalkan pajak dari produksi energi seperti Alaska, North Dakota, Oklahoma dan Texas bakal mengalami penurunan pendapatan dan beberapa perusahaan energi sudah harus memangkas anggaran.

“Eksportir minyak utama seperti Iran, Irak, Rusia dan Venezuela sangat bergantung pada pendapatan dari perusahaan-perusahaan minyak milik negara. Pendapatan dari perusahaan minyak menopang jalannya pemerintahan. Sebagai contoh, Bank of America memperkirakan bahwa setiap minyak turun USD1, Venezuela mengalami penurunan USD770 Milion. Sedangkan harga sekarang USD47, pendapatan Venezuela berkurang USD36 bilion,” lanjutnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Minyak Dunia Turun, Pertamina Terancam Merugi?

Jakarta, Aktual.co —   Penurunan harga minyak mentah dunia merupakan salah satu sinyal terjadinya perang dingin keuangan antara Amerika beserta sekutunya dengan negara bekas komunis seperti Rusia dan China. Untuk negara penghasil minyak dan pengekspor minyak, runtuhnya harga minyak akan semakin memperburuk ekonomi bangsa.

“Penurunan harga minyak secara terus-terus akan mengancam eksistensi Pertamina, bahkan bisa membuat bangkrut. Mengancam APBN. Mengancam stabilitas nasional,” ujar Direktur Eksekutif Energi Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Rabu (17/12).

Pada 2014, Pertamina menargetkan pendapatan (omzet) senilai USD79 miliar atau setara dengan Rp830 triliun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dolar Rp10.500/USD. Angka pendapatan tersebut lebih tinggi sekitar 6% dibandingkan dengan prognosa pendapatan 2013. Selain itu, target laba bersih Pertamina 2014 sebesar USD3,44 miliar atau kurang lebih Rp36,12 triliun. Menurutnya, pendapatan Pertamina dengan harga minyak murah, tidak cukup membayar biaya produksi yang tiap tahun naik.

“Pasalnya, pendapatan Pertamina terancam tidak mencapai target dengan harga minyak di angka USD50/bbl. Bagaimana Pertamina membayar cicilan utang dan gaji karyawan serta operasional jika pendapatan lebih kecil dari pengeluaran. Ini bahaya dan ancaman serius bagi Pertamina,” ujarnya.

Secara global, Perusahaan minyak umumnya terus memproduksi minyak dari sumur mereka, tapi harga yang turun tajam mengurangi pendapatan dan memaksa mereka untuk mengurangi pengeluaran untuk proyek-proyek eksplorasi baru.

“BP mengumumkan pekan lalu bahwa pihaknya akan mencoba untuk memangkas USD1 miliar dalam belanja tahun depan. Bahkan analis memperhitungkan akan ada ribuan PHK,” ujar AP Business yang ditulis Mae Anderson.

Negara yang mengandalkan pajak dari produksi energi seperti Alaska, North Dakota, Oklahoma dan Texas bakal mengalami penurunan pendapatan dan beberapa perusahaan energi sudah harus memangkas anggaran.

“Eksportir minyak utama seperti Iran, Irak, Rusia dan Venezuela sangat bergantung pada pendapatan dari perusahaan-perusahaan minyak milik negara. Pendapatan dari perusahaan minyak menopang jalannya pemerintahan. Sebagai contoh, Bank of America memperkirakan bahwa setiap minyak turun USD1, Venezuela mengalami penurunan USD770 Milion. Sedangkan harga sekarang USD47, pendapatan Venezuela berkurang USD36 bilion,” lanjutnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Ingin Tahu Pengadaan Minyak Mentah dan BBM, Tim RTKM Panggil Pertamina dan Petra

Kepala Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Faisal Basri (tengah), menegaskan bahwa tidak ada kesimpulan apapun dari pertemuannya dengan pihak PT Pertamina (Persero) sekaligus anak usahanya PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (17/12/2014). Pertemuan tersebut pihak RTKM mendengarkan pemaparan dari Petral mulai dari pengadaan minyak mentah dan BBM, cara impornya seperti apa, dengan siapa impornya. Hasil pemaparan Petral dan Pertamina ini akan kita gunakan untuk dipelajaritah. AKTUAL/MUNZIR

Berita Lain