27 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40506

Kejagung Tahan Tersangka Korupsi Kapal Penyebrangan Pulau Seribu

Jakarta, Aktual.co — Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menahan seorang tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan kapal angkutan penyeberangan, Kepulauan Seribu pada Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012 dan 2013.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana mengatakan, tersangka yang ditahan yakni Direktur PT Sanur Marindo Shipyard, inisial ABS. Sebelum ditahan, tersangka yang berasal dari unsur swasta ini terlebih dulu diperiksa penyidik.
“Pemeriksaan pada pokoknya mengenai Kronologis dan mekanisme keikutsertaan PT. Sanur Marindo Shipyar dalam kegiatan Pengadaan Kapal hingga menjadi pemenang dan pelaksana kegiatan termasuk hasil pekerjaan yang diduga tidak sesuai kontrak,” kata Tony di Kantornya, Jakarta, Selasa (16/12) malam.
Saat ini tersangka ABS dijebloskan ke sel Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung berdasarkan Surat Perintah Penahanan No: Print-39/F.2/Fd.1/12/2014, tanggal 16 Desember 2014.
“Penyidik melakukan penahanan terhadap Tersangka selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI dari tanggal 16 Desember 2014 sampai dengan 04 Januari 2015.”
Diketahui dalam kasus ini penyidik telah menetapkan empat orang tersangka, mereka yakni Kepala Seksi Saranan Prasarana Unit Pengelola Angkutan Perairan dan Kepelabuhan pada Dishub DKI Jakarta Kamaru Zaman Budiyanto.
Kedua, Kepala Unit Pengelola Angkutan Perairan dan Kepelabuhan di Dishub DKI Jakarta Tri Hendro Surjatno. Ketiga, Drajat Adhyaksa yang juga tersangka pengadaan bus Transjakarta, serta keempat, ABS (Amru Bentara Siregar) selaku Direktur PT Sanur Marindo Shipyard.
“Seluruhnya dilakukan penahanan, penyidikan akan sgera selesai pada tahap kesimpulan dan pemberkasan,” ujar Tony.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Masih Banyak Motor Bandel Lewati Jalur Protokol

Jakarta, Aktual.co —Pengguna roda dua yang dilarang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melewati jalan Thamrin-Medan Merdeka Barat atau jalan protokol dialihkan menuju ke sejumlah jalur alternatif.
Sejumlah jalan yang menjadi jalan alternatif seperti jalan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat terlihat lengan dari pengemudi sepeda motor. Sejumlah parkir liar yang biasanya mewarnai sepanjang jalan tersebut juga nampak sepi dari motor.
Petugas yang berjaga ditempat tersebut juga tak terlihat berjaga di perempatan depan. Dari pantauan aktual.co, nampak banyak pengendara motor yang masih nekad membandel melewati jalur protokol. 
Di Bundaran HI terpampang plang bertuliskan jalan Thamrin-Medan Merdeka Barat harus steril dari motor roda dua. 

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Masih Banyak Motor Bandel Lewati Jalur Protokol

Jakarta, Aktual.co —Pengguna roda dua yang dilarang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melewati jalan Thamrin-Medan Merdeka Barat atau jalan protokol dialihkan menuju ke sejumlah jalur alternatif.
Sejumlah jalan yang menjadi jalan alternatif seperti jalan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat terlihat lengan dari pengemudi sepeda motor. Sejumlah parkir liar yang biasanya mewarnai sepanjang jalan tersebut juga nampak sepi dari motor.
Petugas yang berjaga ditempat tersebut juga tak terlihat berjaga di perempatan depan. Dari pantauan aktual.co, nampak banyak pengendara motor yang masih nekad membandel melewati jalur protokol. 
Di Bundaran HI terpampang plang bertuliskan jalan Thamrin-Medan Merdeka Barat harus steril dari motor roda dua. 

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Inilah Sejarah Banjir Jakarta (5)

Jakarta, Aktual.co —Pada tahun 1960, Jakarta mengalami banjir besar. Grogol yang menjadi pemukiman baru bagi 800 penduduk gusuran dari Jalan Thamrin pertama kalinya mengalami kebanjiran. Banjir tersebut diakibatkan rusaknya bendungan di Kebon Jeruk dan juga pasangnya laut.
Pada tanggal 7 hingga 10 Februari 1960, banjir melanda daerah Grogol karena Sungai Grogol dan Kali Angke meluap. Ketinggian air di pintu air Grogol adalah 30 cm sedangkan di Kali Angke adalah 60 cm. Menurut Jawatan Penerangan, daerah terparah adalah Kelurahan Grogol dengan 2.114 rumah rusak dan 15.290 orang mengungsi, di Jelambar sebanyak 1.858 rumah rusak dan 12.636 orang mengungsi, dan di Cengkareng sebanyak 692 rumah rusak dan 2.899 orang mengungsi.
Pemerintah pun mengambil sikap dengan melakukan operasi pasar dengan menjual 22,5 ton beras yang disalurkan melalui warung dan toko grosir dengan harga resmi pemerintah.
Banjir pada tahun 1960, dianggap membahayakan kawasan Istana Negara. Untuk itu, air dari pintu air Manggarai dialirkan ke banal banjir sehingga rumah-rumah di pinggir kanal banjir hanyut.
Banjir juga melanda Jalan Asam Lama, Jalan Sabang, Jalan Tangerang, Jalan Kebon Jeruk, Kampung Penjaringan.
Sebagai jawaban atas ketidakmampuan menangani banjir, pemimpin Kota Praja Jakarta Raya mengatakan bahwa banjir disebabkan oleh kekuatan alam. Untuk mengurangi banjir, ada usulan untuk bekerjasama dengan pemadam kebakaran untuk menyedot air dan dialirkan ke kanal banjir atau mungkin dengan memperbaiki tanggul.
Penanganan banjir di Jakarta pada masa itu melibatkan 5 instansi yaitu Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, dan Departemen Keuangan.
Tahun 1963, banjir kembali datang. 9 dari 21 kecamatan di Jakarta terendam banjir yaitu di Krukut, Kampung Melayu, Salemba, Senen, Angke Duri, Tanah Abang, Gambir, Petamburan dan Cengkareng.
Melihat hal itu, pada tanggal 21 Januari 1963, dibentuk tim khusus untuk memberikan bantuan kepada warga sebagai bentuk responsif terhadap bencana banjir di Jakarta.
Susunan tim tersebut adalah Wakil Gubernur DKI (Ketua Umum), Patih Singgih (Ketua Pelaksana), Kapten Simanjuntak (Seksi I Keamanan), A. Kafar dan Firdaus (Seksi II Pengungsian/Evakuasi), Miharso, Djoko, Kapten Sutomo (Seksi III Penampungan/Dapur), Sudigdo (Seksi IV Kesehatan), Kompol Ali, Tb Mansur Mamum (Seksi V Bahan Makanan), Ir. Manuhutu dan para Bupati (Seksi VI Pencegahan Bencana), dan Soeweno dan Firdaus (Seksi VII Penerangan).
Pada tahun 1963 pertama kalinya bencana banjir ditangani oleh tim khusus yang dibentuk pemerintah. Mereka mengalami kesulitan dalam penyediaan dapur umum. Menurut perhitungan tim, jika pengungsi berjumlah sekitar 100.000 jiwa, maka tim harus menyediakan dapur umum yang mampu memasak 17 ton beras untuk satu kali makan, selain sayur mayur dan bahan makanan lain. Padahal jumlah dapur umum yang tersedia hanya mampu melayani 15.000 orang, yaitu di dapur umum Lapangan Rinkes, Batalyon Brawijaya, Rumah Sakit Jiwa Grogol, Rumah Penjara Glodok, Cipinang, Bukir Duri dan Rumah Asuhan Budi Cengkareng.
Untuk menjaga keamanan, ditempatkan pos-pos penjagaan di beberapa tempat dan memantau menggunakan perahu karet dan pos radio.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Inilah Sejarah Banjir Jakarta (5)

Jakarta, Aktual.co —Pada tahun 1960, Jakarta mengalami banjir besar. Grogol yang menjadi pemukiman baru bagi 800 penduduk gusuran dari Jalan Thamrin pertama kalinya mengalami kebanjiran. Banjir tersebut diakibatkan rusaknya bendungan di Kebon Jeruk dan juga pasangnya laut.
Pada tanggal 7 hingga 10 Februari 1960, banjir melanda daerah Grogol karena Sungai Grogol dan Kali Angke meluap. Ketinggian air di pintu air Grogol adalah 30 cm sedangkan di Kali Angke adalah 60 cm. Menurut Jawatan Penerangan, daerah terparah adalah Kelurahan Grogol dengan 2.114 rumah rusak dan 15.290 orang mengungsi, di Jelambar sebanyak 1.858 rumah rusak dan 12.636 orang mengungsi, dan di Cengkareng sebanyak 692 rumah rusak dan 2.899 orang mengungsi.
Pemerintah pun mengambil sikap dengan melakukan operasi pasar dengan menjual 22,5 ton beras yang disalurkan melalui warung dan toko grosir dengan harga resmi pemerintah.
Banjir pada tahun 1960, dianggap membahayakan kawasan Istana Negara. Untuk itu, air dari pintu air Manggarai dialirkan ke banal banjir sehingga rumah-rumah di pinggir kanal banjir hanyut.
Banjir juga melanda Jalan Asam Lama, Jalan Sabang, Jalan Tangerang, Jalan Kebon Jeruk, Kampung Penjaringan.
Sebagai jawaban atas ketidakmampuan menangani banjir, pemimpin Kota Praja Jakarta Raya mengatakan bahwa banjir disebabkan oleh kekuatan alam. Untuk mengurangi banjir, ada usulan untuk bekerjasama dengan pemadam kebakaran untuk menyedot air dan dialirkan ke kanal banjir atau mungkin dengan memperbaiki tanggul.
Penanganan banjir di Jakarta pada masa itu melibatkan 5 instansi yaitu Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, dan Departemen Keuangan.
Tahun 1963, banjir kembali datang. 9 dari 21 kecamatan di Jakarta terendam banjir yaitu di Krukut, Kampung Melayu, Salemba, Senen, Angke Duri, Tanah Abang, Gambir, Petamburan dan Cengkareng.
Melihat hal itu, pada tanggal 21 Januari 1963, dibentuk tim khusus untuk memberikan bantuan kepada warga sebagai bentuk responsif terhadap bencana banjir di Jakarta.
Susunan tim tersebut adalah Wakil Gubernur DKI (Ketua Umum), Patih Singgih (Ketua Pelaksana), Kapten Simanjuntak (Seksi I Keamanan), A. Kafar dan Firdaus (Seksi II Pengungsian/Evakuasi), Miharso, Djoko, Kapten Sutomo (Seksi III Penampungan/Dapur), Sudigdo (Seksi IV Kesehatan), Kompol Ali, Tb Mansur Mamum (Seksi V Bahan Makanan), Ir. Manuhutu dan para Bupati (Seksi VI Pencegahan Bencana), dan Soeweno dan Firdaus (Seksi VII Penerangan).
Pada tahun 1963 pertama kalinya bencana banjir ditangani oleh tim khusus yang dibentuk pemerintah. Mereka mengalami kesulitan dalam penyediaan dapur umum. Menurut perhitungan tim, jika pengungsi berjumlah sekitar 100.000 jiwa, maka tim harus menyediakan dapur umum yang mampu memasak 17 ton beras untuk satu kali makan, selain sayur mayur dan bahan makanan lain. Padahal jumlah dapur umum yang tersedia hanya mampu melayani 15.000 orang, yaitu di dapur umum Lapangan Rinkes, Batalyon Brawijaya, Rumah Sakit Jiwa Grogol, Rumah Penjara Glodok, Cipinang, Bukir Duri dan Rumah Asuhan Budi Cengkareng.
Untuk menjaga keamanan, ditempatkan pos-pos penjagaan di beberapa tempat dan memantau menggunakan perahu karet dan pos radio.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Meski Rupiah Jeblok, Jokowi Nilai Fundamental Ekonomi Nasional Kuat

Jakarta, Aktual.co — Presiden Joko Widodo menilai fundamental ekonomi nasional kuat untuk menghadapi tekanan terhadap mata uang rupiah sehingga dalam jangka panjang kondisinya dapat membaik.

“Dengan fundamental ekonomi kita, dengan perbaikan ruang fiskal kita, semoga untuk Indonesia (pelemahan mata uang terhadap Dolar AS) itu tidak berjalan lama,” katanya di Gedung BPK Jakarta, Selasa (17/12) malam.

Presiden mengatakan semua mata uang negara lainnya juga mengalami pelemahan terhadap Dolar AS.

“Ini memang di seluruh negara ada pelemahan mata uang, negara-negara lain, terutama karena ada penarikan kembali (uang-red) ke Amerika,” paparnya.

Dengan fundamental ekonomi nasional dan juga perbaikan ruang fiskal, pada 2015 diharapkan tidak lagi mengalami tekanan yang berkepanjangan.

“Mulai tahun depan kita harapkan dalam jangka yang agak panjang untuk neraca kita akan terus kita dorong industri-industri yang ke ekspor dan tentu mengerem barang-barang impor. Jalan yang paling baik,” kata Kepala Negara.

Presiden Joko Widodo juga mengatakan Bank Indonesia telah melakukan upaya dalam masalah ini antara lain dengan melakukan intervensi pasar.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Berita Lain