25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40530

Pemerintah: Perppu Pilkada Telah Memenuhi Ketentuan

Jakarta, Aktual.co — Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wicipto Setiadi menyebut, Perppu No 1 Tahun 2014 dan Perppu No 2 Tahun 2014 telah dibentuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UUD 1945.
“Sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam Putusan Perkara No.138/PUU-VII/2009, menurut pemerintah Perppu No 1 Tahun 2014 dan Perppu No 2 Tahun 2014 pembentukkannya secara formil telah memenuhi ketentuan,” kata Wicipto selaku perwakilan Pemerintah ketika membacakan keterangan Presiden dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (16/12).
Wicipto menegaskan, pembentukan kedua Perppu tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, Pasal 1 angka $ UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan (Perppu) dan Putusan MK No 138/PUU-VII/2009.
Hal itu dia tegaskan dalam menanggapi tujuh gugatan untuk pengujian formil dan materil atas Perppu No 1 Tahun 2013 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perppu Pilkada), serta Perppu No 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap UUD 1945.
Para pemohon menganggap bahwa kedua Perppu tersebut telah melanggar prosedur penetapan Perppu sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam Putusan Perkara MK No 138/PUU-VII/2009.
Bahwa terhadap keputusan MK tersebut, Pemerintah kemudian berpendapat bahwa Perppu ditetapkan sebagai kewenangan konstitusional Presiden.
“Tetapi alasan-alasan yang menjadi dasar penetapan kedua Perppu tersebut sepenuhnya mengikuti kriteria mengenai syarat kegentingan memaksa yang telah diputuskan oleh MK dalam putusan No.138/PUU-VII/2009,” jelas Wicipto.
Terkait dengan syarat kegentingan yang kemudian menjadi alasan penetapan kedua Perppu tersebut, para pemohon menilai bahwa menilai bahwa pembentukan peraturan tersebut tidak memenuhi syarat konstitusional kegentingan yang memaksa yang disyaratkan oleh UUD 1945 dan juga Putusan MK Nomor 138/PUU – VII/2009.
Sementara itu Wicipto mengatakan bahwa Perppu No 1 Tahun 2014 dan Perppu No 2 Tahun 2014 adalah wujud respon pemerintah dalam hal ini adalah Presiden, dalam menyikapi perkembangan dinamika hukum, dinamika tata pemerintahan dan dinamika sosial yang berkembang di setiap lapisan masyarakat.
“Di mana perkembangan tersebut terindikasi mengarah pada keadaan genting dan memaksa, sehingga banyak aksi penolakan terhadap UU No. 22 tahun 2014 tentang Pilkada dan beberapa pasal dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” papar Wicipto.
Meskipun para pemohon mengakui bahwa kondisi kegentingan yang memaksa memang menjadi kewenangan Presiden untuk menafsirkan, namun subjektifitas tersebut harus memiliki dasar objektifitas yang telah disyaratkan oleh konstitusi.
Lebih lanjut Wicipto mengatakan bahwa setidaknya terdapat tiga unsur penting yang dapat menimbulkan suatu kegentingan yang memaksa, yaitu, unsur ancaman yang membahayakan, unsur kebutuhan yang mengharuskan, dan unsur keterbatasan waktu yang tersedia.
“Presiden mempunyai hak subjektif untuk menetapkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Subjektifitas kewenangan Presiden tersebut selanjutnya akan dinilai objectivitasnya oleh Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Wicipto.
Oleh sebab itu pemerintah berpendapat bahwa berdasarkan amanat ketentuan Pasal 22 UUD 1945, secara formil pembentukan Perppu merupakan kewenangan Presiden dan oleh karenanya tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Pemerintah: Perppu Pilkada Telah Memenuhi Ketentuan

Jakarta, Aktual.co — Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wicipto Setiadi menyebut, Perppu No 1 Tahun 2014 dan Perppu No 2 Tahun 2014 telah dibentuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UUD 1945.
“Sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam Putusan Perkara No.138/PUU-VII/2009, menurut pemerintah Perppu No 1 Tahun 2014 dan Perppu No 2 Tahun 2014 pembentukkannya secara formil telah memenuhi ketentuan,” kata Wicipto selaku perwakilan Pemerintah ketika membacakan keterangan Presiden dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (16/12).
Wicipto menegaskan, pembentukan kedua Perppu tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, Pasal 1 angka $ UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan (Perppu) dan Putusan MK No 138/PUU-VII/2009.
Hal itu dia tegaskan dalam menanggapi tujuh gugatan untuk pengujian formil dan materil atas Perppu No 1 Tahun 2013 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perppu Pilkada), serta Perppu No 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap UUD 1945.
Para pemohon menganggap bahwa kedua Perppu tersebut telah melanggar prosedur penetapan Perppu sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam Putusan Perkara MK No 138/PUU-VII/2009.
Bahwa terhadap keputusan MK tersebut, Pemerintah kemudian berpendapat bahwa Perppu ditetapkan sebagai kewenangan konstitusional Presiden.
“Tetapi alasan-alasan yang menjadi dasar penetapan kedua Perppu tersebut sepenuhnya mengikuti kriteria mengenai syarat kegentingan memaksa yang telah diputuskan oleh MK dalam putusan No.138/PUU-VII/2009,” jelas Wicipto.
Terkait dengan syarat kegentingan yang kemudian menjadi alasan penetapan kedua Perppu tersebut, para pemohon menilai bahwa menilai bahwa pembentukan peraturan tersebut tidak memenuhi syarat konstitusional kegentingan yang memaksa yang disyaratkan oleh UUD 1945 dan juga Putusan MK Nomor 138/PUU – VII/2009.
Sementara itu Wicipto mengatakan bahwa Perppu No 1 Tahun 2014 dan Perppu No 2 Tahun 2014 adalah wujud respon pemerintah dalam hal ini adalah Presiden, dalam menyikapi perkembangan dinamika hukum, dinamika tata pemerintahan dan dinamika sosial yang berkembang di setiap lapisan masyarakat.
“Di mana perkembangan tersebut terindikasi mengarah pada keadaan genting dan memaksa, sehingga banyak aksi penolakan terhadap UU No. 22 tahun 2014 tentang Pilkada dan beberapa pasal dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” papar Wicipto.
Meskipun para pemohon mengakui bahwa kondisi kegentingan yang memaksa memang menjadi kewenangan Presiden untuk menafsirkan, namun subjektifitas tersebut harus memiliki dasar objektifitas yang telah disyaratkan oleh konstitusi.
Lebih lanjut Wicipto mengatakan bahwa setidaknya terdapat tiga unsur penting yang dapat menimbulkan suatu kegentingan yang memaksa, yaitu, unsur ancaman yang membahayakan, unsur kebutuhan yang mengharuskan, dan unsur keterbatasan waktu yang tersedia.
“Presiden mempunyai hak subjektif untuk menetapkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Subjektifitas kewenangan Presiden tersebut selanjutnya akan dinilai objectivitasnya oleh Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Wicipto.
Oleh sebab itu pemerintah berpendapat bahwa berdasarkan amanat ketentuan Pasal 22 UUD 1945, secara formil pembentukan Perppu merupakan kewenangan Presiden dan oleh karenanya tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Rakor Revisi APBN 2015 Terkait Harga Minyak

Menko Perekonomian Sofyan Djalil (tengah), Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan), Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad berbincang disela-sela konferensi pers seusai menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) di Jakarta, Selasa (16/12/2014). Rakor itu membahas revisi APBN 2015 terkait pergerakan harga minyak dunia yang terus merosot dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Sambangi Fraksi PAN, Adnan Pandu Bicara Soal Status Zulkifli Hasan

Jakarta, Aktual.co — Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja mengatakan pihaknya belum melihat peranan dan mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dalam kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau tahun 2014 kepada Kementerian Kehutanan dengan tersangka Gubernur non aktif Riau Annas Maamun.
“Jadi sampai sekarang kami (pimpinan) belum melihat peranan dari pak Zulkifli,” kata Adnan Pandu disela-sela memberikan pemahaman tentang KPK, kepada anggota dewan baru dari fraksi PAN, di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (16/12).
Ia berpandangan jika dalam kasus tersebut, adanya pemanfaatan situasi oleh pihak tertentu terkait kebijakan alih fungsi hutan, untuk menguntungan diri sendiri, seperti yang dilakukan oleh gubernur riau non aktif tersebut.
“Kalau melihat prosesnya, dia menyatakan kepada publik bahwa bagi mereka-meraka bisa mengajukan peralihan dari non hutan menjadi hutan, hutan menjadi non hutan, kan terbuka,” ucapnya.
“Kemudian, diajukan permohonan itu, dan ada pihak yang memanfaatkan kesempatan itu yaitu Annas Ma’mun,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ketika ditanya terkait posisi Zulkifli Hasan yang tengah duduk di kursi ketua MPR RI dari fraksi PAN, akan menggagu proses penyidikan?. Ia berharap tidak akan mengganggu proses yang dijalanan lembaga antirasuah tersebut.
“Saya sih berharap tidak ya, kasihan orang. Dan jangan berfikir orang yang dipanggil KPK bermasalah, belum tentu loh,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Sambangi Fraksi PAN, Adnan Pandu Bicara Soal Status Zulkifli Hasan

Jakarta, Aktual.co — Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja mengatakan pihaknya belum melihat peranan dan mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dalam kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau tahun 2014 kepada Kementerian Kehutanan dengan tersangka Gubernur non aktif Riau Annas Maamun.
“Jadi sampai sekarang kami (pimpinan) belum melihat peranan dari pak Zulkifli,” kata Adnan Pandu disela-sela memberikan pemahaman tentang KPK, kepada anggota dewan baru dari fraksi PAN, di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (16/12).
Ia berpandangan jika dalam kasus tersebut, adanya pemanfaatan situasi oleh pihak tertentu terkait kebijakan alih fungsi hutan, untuk menguntungan diri sendiri, seperti yang dilakukan oleh gubernur riau non aktif tersebut.
“Kalau melihat prosesnya, dia menyatakan kepada publik bahwa bagi mereka-meraka bisa mengajukan peralihan dari non hutan menjadi hutan, hutan menjadi non hutan, kan terbuka,” ucapnya.
“Kemudian, diajukan permohonan itu, dan ada pihak yang memanfaatkan kesempatan itu yaitu Annas Ma’mun,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ketika ditanya terkait posisi Zulkifli Hasan yang tengah duduk di kursi ketua MPR RI dari fraksi PAN, akan menggagu proses penyidikan?. Ia berharap tidak akan mengganggu proses yang dijalanan lembaga antirasuah tersebut.
“Saya sih berharap tidak ya, kasihan orang. Dan jangan berfikir orang yang dipanggil KPK bermasalah, belum tentu loh,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

MenPAN RB Yudi Crisnandi Bertemu dengan BIN

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi mengadakan pertemuan tertutup dengan Kepala BIN Marciano Norman yang didampingi Sestama BIN Zailani dan jajaran deputi di Jakarta, Selasa (16/12/2014). Pertemuan membahas koordinasi tugas pokok dan fungsi masing masing kelembagaan. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Berita Lain