27 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40622

Golkar Provinsi dan Kabupaten/Kota jangan Terjebak dengan Konflik Internal

Kupang, Aktual.co — Pengurus Partai Golkar tingkat provinsi dan kabupaten/kota diminta untuk tidak terjebak dengan konflik internal yang terjadi di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.
“Apapun keputusan pemerintah untuk mensahkan salah satu dari dua kubu itu, hendaknya ditaati dan dilaksanakan,” kata Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga DPP Partai Golkar versi Ancol-Jakarta, Melki Laka Lena di Kupang, Senin (15/12).
Melki menyebutkan, hasil munas Bali maupun munas Ancol, telah diserahkan ke pemerintah. Sesuai rencana, pemerintah melalui Kemenkumham pada 16 atau 17 Desember 2014, memutuskan kubu mana yang dinyatakan sah. Golkar tingkat provinsi dan kabupaten/kota diminta bersikap netral dan tidak terjebak dalam salah satu kubu.
Menjawab pertanyaan apa yang dilakukan bila munas Ancol yang akan disahkan pemerintah, Melki menyampaikan, tentu akan dilokalisasi. Berkaitan dengan pengakuan pemerintah, Menkumham merekomendasikan kedua kubuh untuk islah (damai). Jika tidak tercapai, merekomendasi untuk diselesaikan di pengadilan.
Bila pada saatnya pemerintah hanya mengakui Golkar hasil munas Ancol, hal pertama yang dilakukan adalah mengganti posisi ketua dan sekretaris fraksi di DPR RI. Langkah lainnya adalah konsolidasi partai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan merangkul semua pihak untuk menggelar musyawarah daerah (musda).
“Kita akan ambil tindakan tegas bagi pengurus partai tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang tidak ikut sesuai keputusan pemerintah,” tandasnya.
Terkait sejumlah kader yang menggelar munas Ancol telah dipecat oleh munas Bali, Mantan calon wakil gubernur NTT ini menegaskan, sesuai AD/ART Golkar, forum munas bukan tempat untuk memecat kader partai.
Hak setiap kader di forum munas adalah memilih dan dipilih, memberikan hak suara, dan pembelaan diri. Pemecatan dilakukan oleh mahkamah partai dalam forum lain, bukan saat munas. Karena itu, belum ada satu kader partai pun yang dipecat terkait pelaksanaan munas, baik versi Bali maupun Ancol.

Artikel ini ditulis oleh:

Golkar Provinsi dan Kabupaten/Kota jangan Terjebak dengan Konflik Internal

Kupang, Aktual.co — Pengurus Partai Golkar tingkat provinsi dan kabupaten/kota diminta untuk tidak terjebak dengan konflik internal yang terjadi di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.
“Apapun keputusan pemerintah untuk mensahkan salah satu dari dua kubu itu, hendaknya ditaati dan dilaksanakan,” kata Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga DPP Partai Golkar versi Ancol-Jakarta, Melki Laka Lena di Kupang, Senin (15/12).
Melki menyebutkan, hasil munas Bali maupun munas Ancol, telah diserahkan ke pemerintah. Sesuai rencana, pemerintah melalui Kemenkumham pada 16 atau 17 Desember 2014, memutuskan kubu mana yang dinyatakan sah. Golkar tingkat provinsi dan kabupaten/kota diminta bersikap netral dan tidak terjebak dalam salah satu kubu.
Menjawab pertanyaan apa yang dilakukan bila munas Ancol yang akan disahkan pemerintah, Melki menyampaikan, tentu akan dilokalisasi. Berkaitan dengan pengakuan pemerintah, Menkumham merekomendasikan kedua kubuh untuk islah (damai). Jika tidak tercapai, merekomendasi untuk diselesaikan di pengadilan.
Bila pada saatnya pemerintah hanya mengakui Golkar hasil munas Ancol, hal pertama yang dilakukan adalah mengganti posisi ketua dan sekretaris fraksi di DPR RI. Langkah lainnya adalah konsolidasi partai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan merangkul semua pihak untuk menggelar musyawarah daerah (musda).
“Kita akan ambil tindakan tegas bagi pengurus partai tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang tidak ikut sesuai keputusan pemerintah,” tandasnya.
Terkait sejumlah kader yang menggelar munas Ancol telah dipecat oleh munas Bali, Mantan calon wakil gubernur NTT ini menegaskan, sesuai AD/ART Golkar, forum munas bukan tempat untuk memecat kader partai.
Hak setiap kader di forum munas adalah memilih dan dipilih, memberikan hak suara, dan pembelaan diri. Pemecatan dilakukan oleh mahkamah partai dalam forum lain, bukan saat munas. Karena itu, belum ada satu kader partai pun yang dipecat terkait pelaksanaan munas, baik versi Bali maupun Ancol.

Artikel ini ditulis oleh:

Proyek Antisipasi Banjir, Pemkot Mitra DKI Boleh ‘Potong Kompas’

Jakarta, Aktual.co —Pemerintah Kota penyangga DKI Jakarta dapat pengecualian ‘prosedur’ di pengerjaan proyek antisipasi banjir Ibukota. Menilai sifatnya yang mendesak, mereka diperbolehkan memotong jalur birokrasi dalam pengerjaannya. 
Kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kebijakan ‘potong kompas’ perlu dilakukan demi mempercepat selesainya proyek. 
Untuk koordinasi pelaksanaan upaya antisipasi banjir tak perlu menggunakan alur konvensional. Sehingga tiap Pemkot mitra DKI bisa langsung mengerjakan proyek yang sudah dikaji secara mandiri. Tanpa harus terhambat perizinan. 
“Langsung kerjakan saja, laporan menyusul,” kata mantan Bupati Belitung Timur itu, di Jakarta, Senin (15/12).
Sebagai contoh, tutur Ahok, Pemkot Bekasi bisa membuat sodetan atau melebarkan dan mengeruk sungai di wilayahnya yang berhubungan dengan Jakarta. 
“Langkah serupa juga bisa dilakukan Pemkot Tangerang di Sungai Mookervart dan Situ yang terhubung dengan Jalan Daan Mogot di Jakarta,” ujar dia.
Gubernur Ahok sendiri di Oktober lalu mengatakan Pemprov DKI sudah merencanakan untuk mengucurkan dana bantuan ke empat daerah penyangga Ibukota. Yakni Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek). Kata Ahok, untuk menggelontorkan dana itu tinggal menunggu ‘ketok palu’ dari DPRD DKI.
Dia berjanji pemberian dana akan dibarengi dengan pengawasan ketat dari lembaga pengawas. Yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Kan ada BPKP. Selain itu ada pertanggungjawaban setelah pelaksanaan, ada auditnya. Laporan kepada kami yang sudah di audit. Kalau tidak ada auditnya tidak kami beri bantuan lagi tahun depan,” ujarnya, 28 Oktober lalu.

Artikel ini ditulis oleh:

Proyek Antisipasi Banjir, Pemkot Mitra DKI Boleh ‘Potong Kompas’

Jakarta, Aktual.co —Pemerintah Kota penyangga DKI Jakarta dapat pengecualian ‘prosedur’ di pengerjaan proyek antisipasi banjir Ibukota. Menilai sifatnya yang mendesak, mereka diperbolehkan memotong jalur birokrasi dalam pengerjaannya. 
Kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kebijakan ‘potong kompas’ perlu dilakukan demi mempercepat selesainya proyek. 
Untuk koordinasi pelaksanaan upaya antisipasi banjir tak perlu menggunakan alur konvensional. Sehingga tiap Pemkot mitra DKI bisa langsung mengerjakan proyek yang sudah dikaji secara mandiri. Tanpa harus terhambat perizinan. 
“Langsung kerjakan saja, laporan menyusul,” kata mantan Bupati Belitung Timur itu, di Jakarta, Senin (15/12).
Sebagai contoh, tutur Ahok, Pemkot Bekasi bisa membuat sodetan atau melebarkan dan mengeruk sungai di wilayahnya yang berhubungan dengan Jakarta. 
“Langkah serupa juga bisa dilakukan Pemkot Tangerang di Sungai Mookervart dan Situ yang terhubung dengan Jalan Daan Mogot di Jakarta,” ujar dia.
Gubernur Ahok sendiri di Oktober lalu mengatakan Pemprov DKI sudah merencanakan untuk mengucurkan dana bantuan ke empat daerah penyangga Ibukota. Yakni Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek). Kata Ahok, untuk menggelontorkan dana itu tinggal menunggu ‘ketok palu’ dari DPRD DKI.
Dia berjanji pemberian dana akan dibarengi dengan pengawasan ketat dari lembaga pengawas. Yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Kan ada BPKP. Selain itu ada pertanggungjawaban setelah pelaksanaan, ada auditnya. Laporan kepada kami yang sudah di audit. Kalau tidak ada auditnya tidak kami beri bantuan lagi tahun depan,” ujarnya, 28 Oktober lalu.

Artikel ini ditulis oleh:

KIP: Pilkada Aceh Merujuk UUPA, bukan PP 120/2014

Banda Aceh, Aktual.co — Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menegaskan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di provinsi itu tetap merujuk UU Pemerintah Aceh, bukan PP No 120/2014 tentang tentang usulan pengangkatan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota. 
“Aceh tetap mengacu ke UUPA. Sepanjang diatur dalam UUPA maka UUPA harus dilaksanakan karena memiliki kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi kepada Aktual.co, Senin (15/12).
Hal senada disampaikan pengamat hukum tata negara dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Amrijal J Prang. Menurutnya, PP No 120/2014 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo baru-baru ini bukan turunan dari UUPA. Sehingga, aturan pemilihan kepala daerah dan tatacara mengajukan gubernur, wakil gubernur di Aceh tetap mengacu ke UUPA.
“Pemerintah Aceh dan DPRA jangan latah. Rujukan Aceh tetap UUPA. Seperti ketika caleg 120 persen di Aceh itu merujuk ke UUPA. Sedangkan di daerah lainnya di Indonesia hanya 100 persen,” kata Amrijal.
Jika ingin merujuk ke PP 120/2014 maka harus merevisi UUPA. Pasalnya, PP tersebut rujukan utamanya adalah UU Pemerintah Daerah. “Jangan karena dalam PP itu disebutkan dengan jumlah penduduk tertentu, maka bisa memiliki dua wakil gubernur lalu Aceh mengadopsi itu. Rujukan Aceh itu tetap UUPA,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani PP 120/2014. Dalam PP itu disebutkan, daerah yang memiliki jumlah penduduk diatas 4 juta jiwa bisa memiliki dua wakil gubernur. Kalangan DPRA mewacanakan agar PP itu turut diadopsi untuk Pilkada di Aceh. 

Artikel ini ditulis oleh:

KIP: Pilkada Aceh Merujuk UUPA, bukan PP 120/2014

Banda Aceh, Aktual.co — Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menegaskan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di provinsi itu tetap merujuk UU Pemerintah Aceh, bukan PP No 120/2014 tentang tentang usulan pengangkatan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota. 
“Aceh tetap mengacu ke UUPA. Sepanjang diatur dalam UUPA maka UUPA harus dilaksanakan karena memiliki kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi kepada Aktual.co, Senin (15/12).
Hal senada disampaikan pengamat hukum tata negara dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Amrijal J Prang. Menurutnya, PP No 120/2014 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo baru-baru ini bukan turunan dari UUPA. Sehingga, aturan pemilihan kepala daerah dan tatacara mengajukan gubernur, wakil gubernur di Aceh tetap mengacu ke UUPA.
“Pemerintah Aceh dan DPRA jangan latah. Rujukan Aceh tetap UUPA. Seperti ketika caleg 120 persen di Aceh itu merujuk ke UUPA. Sedangkan di daerah lainnya di Indonesia hanya 100 persen,” kata Amrijal.
Jika ingin merujuk ke PP 120/2014 maka harus merevisi UUPA. Pasalnya, PP tersebut rujukan utamanya adalah UU Pemerintah Daerah. “Jangan karena dalam PP itu disebutkan dengan jumlah penduduk tertentu, maka bisa memiliki dua wakil gubernur lalu Aceh mengadopsi itu. Rujukan Aceh itu tetap UUPA,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani PP 120/2014. Dalam PP itu disebutkan, daerah yang memiliki jumlah penduduk diatas 4 juta jiwa bisa memiliki dua wakil gubernur. Kalangan DPRA mewacanakan agar PP itu turut diadopsi untuk Pilkada di Aceh. 

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain