Jakarta, Aktual.co —Pada tahun 1931, banjir melanda Batavia. Pada tanggal 29 Desember 1931 hujan besar mengakibatkan banjir di daerah Tangerang-Batavia. Pada tahun 1932, menurut catatan De Orient, tanggal 8 Januari terjadi hujan selama delapan hari berturut-turut. Batavia digambarkan tidak seperti vila di Venesia, kecuali rumah-rumah di Koningsplein yang berubah menjadi kolam.
Banjir kedua terjadi pada tanggal 15 Januari 1932. Sebelum banjir masuk ke Batavia, penjaga pos pintu air di Depok memberitahukan kepada pos penjaga di Manggarai bahwa pada di Depok, ketinggian air sudah mencapai 4,8 meter. Untuk itu, ia menghimbau kepada penduduk Batavia untuk bersiap-siap. Benar saja, banjir melanda Batavia, kanal banjir pun tidak dapat menampung air. Kantor van Arbeid (kantor buruh) dan daerah Gang Holle (Jalan Sabang) pun terendam air.
Menurut catatan Koninlijk Magnetisch en Meteorologish Instituut, pada banjir tahun 1932 sebenarnya hujan turun tidak terlalu lebat karena tanggal 28 sampai tanggal 29 Januari, curah hujan hanya 96 milimeter dan dari tanggal 29 hingga 30 Desember, curah hujan hanya 47 milimeter. Tetapi, meskipun curah hujan terhitung kecil, banjir telah melanda beberapa kampung seperti Pekapuran, Tanah Abang, Pekambangan akibat meluapnya Kali Krukut. Sedangkan luapan air di Kali Ciliwung menyebabkan banjir di Meester Cornelis (Jatinegara), Koningsplein, Gang Holle, dan Kebon Sirih. Di Sungai Grogol pun terjadi luapan air yang menyebabkan daerah seperti Pondok Dayun, Sawah Lio, Petojo Iir, Tanah Sereal, Jembatan Lima, Pejagalan, Angke pun banjir.
Pada peristiwa banjir tersebut, meyebabkan perkampungan di Batavia menjadi semakin kumuh. Protes pun datang kepada pemerintah kota praja dan tuan tanah yang mempunyai tanggung jawab terhadap perbaikan kampung. Penduduk kampung bumiputra menyesal mengapa jalana di sekitar rumah mereka tidak diperbaiki, sedangkan dengan Koningsplein, Noordwijk, dan perkampungan Eropa diurus setiap hari.
Parit-parit sebagian hanya dilakukan di perkampungan Eropa, sedangkan kampung bumiputra masih belum dikerjakan sehingga air hujan dan air kamar mandi tidak dapat mengalir dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Tentunya dengan keadaan tersebut, menimbulkan kesan jorok dan memalukan bagi yang melihat.
Bencana banjir pun mendorong para dermawan untuk mencari sumbangan. TR Hadiwinangun, Wedana Rengasdengklok pernah mengadakan pertunjukkan De Echo Opera dan permainan gymnastic anak-anak kelad 2 Sekolah Partikuler Saliminschool. Fond banjir untuk Canton yang digagas oleh Auw Yang King juga melakukan hal serupa. Ia mendapatkan penghasilan 2.100 gulden yang 80 persen disumbangkan untuk korban banjir, 10 persen untuk anti-opium vereniging, dan 10 persen untuk kas.
( Bersambung…)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid