26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40721

Kasus KDRT di Bontang Meningkat

Jakarta, Aktual.co — Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BP2KB) Kota Bontang, Kalimantan Timur, sepanjang 2014 berhasil menangani 38 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Sepanjang 2014, kami menangani 38 kasus KDRT, baik yang masih dalam penyidikan maupun yang sudah berkekuatan hukum tetap serta yang diselesaikan secara damai,” ungkap Kepala BP2KB Bontang, Dobi Rizambi, di Samarinda, Jumat (12/12) kemarin.
Jumlah tersebut, kata Dobi Rizambi diyakini masih kecil, dibanding kasus serupa yang tidak terungkap dengan alasan “privasi” (menjaga aib keluarga).
“Kami perkirakan, jumlah yang tidak terungkap jauh lebih besar sebab mereka (korban) malu melaporkan dengan alasan sebagai aib keluarga,” kata Dobi Rizambi.
Kasus KDRT terbanyak, kata dia, dialami anak-anak dan perempuan dan umumnya korban tidak hanya mengalami kekerasan fisik, tapi sebagian mengalami kekerasan seksual yang mengakibatkan trauma psikis hingga diterlantarkan.
“Sebagian masyarakat masih menganggap KDRT sebagai tabu atau aib keluarga, sehingga enggan melaporkannya kepada penegak hukum. Namun, berkat sosialisasi untuk memberikan pemahaman tentang KDRT yang terus kami lakukan sehingga ada keberanian dari masyarakat untuk menyampaikan masalah tersebut,” ujar Dobi Rizambi.
Para korban, tambah Dobi Rizambi, umumnya sudah mendapatkan penanganan khusus dari BP2KB, melalui proses pendampingan bekerja sama dengan Pelayanan Terpadu Pemberdayaan perempuan dan Anak (P2TP2A).
“Sementara, para pelaku kekerasan tersebut, sudah ditangani oleh pihak berwajib,” ungkap Dobi Rizambi.

Artikel ini ditulis oleh:

Pemerintah Larang BUMN Garap Proyek di Bawah Rp30 M, WIKA: Bukan Persoalan Bagi Kami!

Jakarta, Aktual.co — Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) telah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) mengenai pelelangan proyek konstruksi di bawah Rp30 miliar.
Dengan nota kesepahaman ini maka perusahaan plat merah tidak lagi diperkenankan menggarap proyek bernilai di bawah Rp30 miliar. Hal ini ditujukan agar pelaku usaha konstruksi tingkat daerah gyang memiliki modal di bawah Rp30 miliar bisa mendapat kesempatan untuk terlibat dalam proyek pembangunan nasional.
Menanggapi hal itu, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) mengaku tidak keberatan jika memang hal tersebut diterapkan.
“Nggak masalah. Tidak boleh dibawah Rp30 miliar juga tidak apa-apa,” ujar Direktur Human Capital & Business Development, Ganda Kusuma di Wikasatrian, Bogor, Jumat (12/12).
Menurutnya, selama ini pihaknya selalu mengerjakan proyek yang bernilai lebih dari Rp30 miliar. Jadi hal itu diklaim bukanlah salah satu persoalan bagi WIKA.
“Memang rasanya memang nggak ada. Bagi WIKA bukan persoalan,” ujarnya.
Sebelumnya, usai menandatangani perjanjian dengan Gapensi, Menteri Rini mengaku akan menginstruksikan kepada BUMN untuk tidak ikut serta dalam tender proyek di bawah Rp30 miliar.
“Saya akan instruksikan kepada konstruksi plat merah agar tidak ikut serta dalam tender proyek di bawah Rp30 miliar,” ungkapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Pemerintah Larang BUMN Garap Proyek di Bawah Rp30 M, WIKA: Bukan Persoalan Bagi Kami!

Jakarta, Aktual.co — Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) telah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) mengenai pelelangan proyek konstruksi di bawah Rp30 miliar.
Dengan nota kesepahaman ini maka perusahaan plat merah tidak lagi diperkenankan menggarap proyek bernilai di bawah Rp30 miliar. Hal ini ditujukan agar pelaku usaha konstruksi tingkat daerah gyang memiliki modal di bawah Rp30 miliar bisa mendapat kesempatan untuk terlibat dalam proyek pembangunan nasional.
Menanggapi hal itu, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) mengaku tidak keberatan jika memang hal tersebut diterapkan.
“Nggak masalah. Tidak boleh dibawah Rp30 miliar juga tidak apa-apa,” ujar Direktur Human Capital & Business Development, Ganda Kusuma di Wikasatrian, Bogor, Jumat (12/12).
Menurutnya, selama ini pihaknya selalu mengerjakan proyek yang bernilai lebih dari Rp30 miliar. Jadi hal itu diklaim bukanlah salah satu persoalan bagi WIKA.
“Memang rasanya memang nggak ada. Bagi WIKA bukan persoalan,” ujarnya.
Sebelumnya, usai menandatangani perjanjian dengan Gapensi, Menteri Rini mengaku akan menginstruksikan kepada BUMN untuk tidak ikut serta dalam tender proyek di bawah Rp30 miliar.
“Saya akan instruksikan kepada konstruksi plat merah agar tidak ikut serta dalam tender proyek di bawah Rp30 miliar,” ungkapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Berdiam Diri Tentang Penyiksaan Hambali, Sikap Joko Widodo Dipertanyakan

Yogyakarta, Aktual.co — Pengamat Hukum Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, menilai pemerintah Indonesia mestinya harus segera menunjukkan ketegasan sikapnya atas Amerika Serikat (AS) pasca adanya laporan tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh CIA.
Terlebih menurut Sigit, beberapa waktu lalu Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapat ‘intervensi’ dari AS terkait persoalan di Dili yang saat itu masih menjadi bagian dari wilayah NKRI yakni propinsi ke 33 Timor Timur sehingga menimbulkan resiko hukum tertentu bagi Indonesia di dunia internasional.
“Mestinya pemerintah Indonesia harus segera mengeluarkan steatmen dalam menentukan sikapnya. Karena sampai saat ini kita belum mendengar ada pernyataan resmi dari pemerintah baik lewat mentri luar negri atau presiden sendiri. Kita masih melihat dan menunggu,” katanya.
Sigit sendiri menilai adanya laporan pelanggaran HAM berupa penyiksaan pada para tahanan saat interogasi pasca serangan bom 11 September beberapa tahun lalu oleh CIA tersebut tidak dapat dibenarkan. Selain karena AS telah menutup-nutupi hal itu selama bertahun-tahun, hal itu juga membuktikan AS menerapkan standar ganda. Dimana AS sebagai salah satu negara yang selama ini dianggap selalu berada di barisan paling depan dalam menjaga demokrasi, ketertiban dunia dan penegak HAM namun justru tidak taat dan melanggar hal yang didengung-dengungkanya itu sendiri.

Artikel ini ditulis oleh:

Berdiam Diri Tentang Penyiksaan Hambali, Sikap Joko Widodo Dipertanyakan

Yogyakarta, Aktual.co — Pengamat Hukum Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, menilai pemerintah Indonesia mestinya harus segera menunjukkan ketegasan sikapnya atas Amerika Serikat (AS) pasca adanya laporan tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh CIA.
Terlebih menurut Sigit, beberapa waktu lalu Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapat ‘intervensi’ dari AS terkait persoalan di Dili yang saat itu masih menjadi bagian dari wilayah NKRI yakni propinsi ke 33 Timor Timur sehingga menimbulkan resiko hukum tertentu bagi Indonesia di dunia internasional.
“Mestinya pemerintah Indonesia harus segera mengeluarkan steatmen dalam menentukan sikapnya. Karena sampai saat ini kita belum mendengar ada pernyataan resmi dari pemerintah baik lewat mentri luar negri atau presiden sendiri. Kita masih melihat dan menunggu,” katanya.
Sigit sendiri menilai adanya laporan pelanggaran HAM berupa penyiksaan pada para tahanan saat interogasi pasca serangan bom 11 September beberapa tahun lalu oleh CIA tersebut tidak dapat dibenarkan. Selain karena AS telah menutup-nutupi hal itu selama bertahun-tahun, hal itu juga membuktikan AS menerapkan standar ganda. Dimana AS sebagai salah satu negara yang selama ini dianggap selalu berada di barisan paling depan dalam menjaga demokrasi, ketertiban dunia dan penegak HAM namun justru tidak taat dan melanggar hal yang didengung-dengungkanya itu sendiri.

Artikel ini ditulis oleh:

Negara di Dunia Harus Mulai Bersikap Tegas dan Berani Pada AS

Yogyakarta, Aktual.co — Pengamat Hukum Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, menilai adanya laporan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh CIA mestinya membuat negara-negara di dunia saat ini harus mulai bersikap lebih berani dan tegas terhadap Amerika Serikat (AS).
Sebagaimana diketahui Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang selama ini dianggap selalu berada di barisan paling depan dalam menjaga demokrasi, ketertiban dunia dan penegak HAM di dunia, baru-baru ini justru diketahui melakukan pelanggaran HAM. Yakni  dalam menginterogasi sejumlah tahanan pasca terjadinya bom 11 September beberapa tahun lalu dengan dalih menjaga keamanan nasional mereka.
“Kebijakan yang absurd dan standar ganda nyatanya digunakan oleh Amerika Serikat sebagai instrumen untuk melakukan presure atau menekan negara lain. Karena itu mestinya sekarang ini negara-negara lain harus mulai lebih berani bersikap tegas,” katanya Jumat (12/12/2014).
Ia mencontohkan salah satu sikap tegas dan berani tersebut adalah seperti sikap yang ditunjukkan oleh China baru-baru ini. Dimana lewat pemerintahannya, China berani memberikan tekanan dengan mengeluarkan pernyataan agar AS tidak menerapkan politik standar ganda. China bahkan juga mendesak agar pelanggaran HAM yang dilakukan oleh CIA tersrebut diproses.
Sigit sendiri menilai adanya laporan pelanggaran HAM berupa penyiksaan pada para tahanan saat interogasi pasca serangan bom 11 September beberapa tahun lalu oleh CIA tersebut tidak dapat dibenarkan. Selain karena AS telah menutup-nutupi hal itu selama bertahun-tahun, hal itu juga membuktikan AS menerapkan standar ganda. Dimana AS sebagai salah satu negara yang selama ini dianggap selalu berada di barisan paling depan dalam menjaga demokrasi, ketertiban dunia dan penegak HAM namun justru tidak taat dan melanggar hal yang didengung-dengungkanya itu sendiri.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain