27 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40868

Mundur Tangani Ragunan, Hashim Mengaku Berhasil Capai Keberhasilan

Jakarta, Aktual.co —Hashim Djojohadikusumo mengundurkan diri dari jabatan Ketua Dewan Pengawas BLUD Taman Margasatwa Ragunan. Alasannya sibuk berbisnis dan berpolitik. 
Namun dia mengklaim sudah berhasil melaksanakan tugas-tugas yang diberikan selama satu setengah tahun menangani Ragunan.
‪”Objek tujuan kami terpenuhi. Kami juga sudah buatkan diskusi publik pada Oktober 2013. Ada 20 poin yang kita tampung dari pecinta binatang, dan semua terpenuhi,” ujarnya di Balai Kota, Rabu (10/12).
Kata Hashim, 20 poin yang diusulkan pencinta binatang untuk Ragunan telah direspon dan diproses kelanjutannya. Di antaranya, memprioritaskan kesejahteraan satwa. 
Antara lain soal pakan satwa, pengaturan libur bagi satwa, mengendalikan polutan suara agar tidak mengganggu satwa, peningkatan kualitas dan kuantitas dokter hewan dan perawat satwa. Serta strategi manajemen perawatan dan kesehatan satwa dan membuat habitat sehat bagi satwa.
Dia mengaku telah merespon usulan tersebut dengan menetapkan libur satwa mulai 3 Februari 2014 sesuai dengan Pergub No. 7 Tahun 2014. Kegiatan panggung musik juga sudah dihentikan sejak November 2013. 
Tak hanya itu, Hashim juga mengaku sudah mengumpulkan informasi tentang pengendalian kebisingan, penambahan jumlah dokter hewan mulai 1 Februari 2014, perbaikan kandang beruang bundar, harimau, singa, buaya.
“Misalkan hari libur buat hewan. Ternyata waktu itu di kebun binatang tidak ada. Pecinta alam dan pecinta hewan dari masyarakat di LSM mereka usulkan kalau bisa di Ragunan ada hari libur. Kita ajukan dan diterima oleh Pemda dan gubernur. Sejak awal tahun ini sudah berlaku,” kata dia.
Alhasil, para hewan di Ragunan libur tiap Senin. Ternyata, kata Hashim, hewan juga butuh libur untuk istirahat agar tidak stres.
Soal keamanan, dia mengaku telah melakukan penambahan pengadaan CCTV di Ragunan dan membuat buffer zone dengan tanaman salak dan tanaman bambu Jepang.
Selain itu, berbagai kegiatan juga diadakan untuk menarik pengunjung seperti Kegiatan Parade Satwa, diskusi bulanan Sahabat Ragunan, perpustakaan, museum satwa, teater yang sudah difungsikan kembali.
“Selain itu ada tujuan menaikkan peringkat di Ragunan. Karena di dunia itu ada peringkatnya di setiap kebun binatang, makanya tujuannya kita menaikkan peringkatnya. Saya nggak tahu katanya udah naik.” 

Artikel ini ditulis oleh:

Tim RTKM Kaji Penghapusan “Cost Recovery” Migas

Jakarta, Aktual.co —   Komite Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) mengkaji penghapusan sistem pengembalian biaya operasi atau “cost recovery” sebagai bagian dari pembenahan bisnis hulu migas. Anggota Komite Djoko Siswanto usai rapat Komite di Jakarta, Rabu (10/12), mengatakan pihaknya menilai skema bagi hasil (production sharing contract/PSC) dengan sistem “cost recovery” berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara.

“Kami kaji agar skema PSC diubah menjadi ‘royalty and tax’,” katanya.

Menurut dia, dengan skema “royalty and tax”, setiap produksi migas yang dihasilkan langsung dibagi ke negara dan kontraktor dengan porsi yang disepakati sebelumnya.

“Tidak ada ‘cost recovery’. Selanjutnya, ketika badan usaha mendapat profit, maka dikenakan pajak, sehingga namanya ‘royalty and tax’,” katanya.

Secara sederhana, lanjutnya, mekanisme “royalty and tax” adalah pada masa eksplorasi kontraktor mendapat sejumlah insentif seperti pembebasan semua pajak. Lalu, setelah mulai produksi hingga titik impas investasi (break event point/BEP), negara mendapat bagian minimal misalkan 10 persen.

“Setelah BEP, bagian negara minimal 51 persen dan bisa meningkat hingga 80 persen kalau produksi mengalami kenaikan dan harga minyak melambung,” ujarnya.

Besaran royalti dan waktu BEP tersebut dituangkan dalam kontrak. Dengan skema “royalty and tax”, maka negara cukup mengawasi volume produksi migas dan tidak perlu mengontrol biaya operasinya.

“Artinya, biaya operasi menjadi sepenuhnya tanggungan kontraktor dan tidak ada mekanisme dikembalikan lagi atau ‘cost recovery’,” katanya.

Dengan “royalty and tax”, tambahnya, kontraktor tidak perlu melalui proses rencana kerja dan anggaran (work program and budget/WP&B) dan persetujuan belanja (approval for expenditure/AFE), sehingga produksi bisa lebih cepat.

“Proses menjadi lebih cepat. Kontraktor senang. Negara juga untung,” katanya.

Menurut dia, negara bakal mendapat tambahan penerimaan dari produksi dan pajak. Sementara, kontraktor, dengan proses lebih cepat, akan menekan biaya, produksi bisa lebih cepat, serta pendapatan juga lebih besar.

“Kontraktor pastinya senang dengan sistem yang menguntungkan,” ujarnya.

Menurut dia, Komite sudah bertemu dan membicarakan skema baru tersebut dengan sejumlah kontraktor seperti Chevron dan perusahaan asal Norwegia. “Mereka akan memberikan data kepada kita,” katanya.

Ia juga menambahkan, selama ini, biaya operasi migas juga ditanggung kontraktor, sehingga tidak masalah.

“Kontraktor akan efisien dengan sendirinya. Tidak mungkin perusahaan me-‘mark up’ pengeluarannya sendiri,” katanya.

Djoko mengatakan, Komite akan menyelaraskan pemakaian skema “royalty and tax” tersebut ke dalam UU Migas yang baru.

“Tugas kami adalah mempercepat revisi UU Migas. Semua itu nanti dituangkan di dalam revisi UU Migas,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Tim RTKM Kaji Penghapusan “Cost Recovery” Migas

Jakarta, Aktual.co —   Komite Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) mengkaji penghapusan sistem pengembalian biaya operasi atau “cost recovery” sebagai bagian dari pembenahan bisnis hulu migas. Anggota Komite Djoko Siswanto usai rapat Komite di Jakarta, Rabu (10/12), mengatakan pihaknya menilai skema bagi hasil (production sharing contract/PSC) dengan sistem “cost recovery” berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara.

“Kami kaji agar skema PSC diubah menjadi ‘royalty and tax’,” katanya.

Menurut dia, dengan skema “royalty and tax”, setiap produksi migas yang dihasilkan langsung dibagi ke negara dan kontraktor dengan porsi yang disepakati sebelumnya.

“Tidak ada ‘cost recovery’. Selanjutnya, ketika badan usaha mendapat profit, maka dikenakan pajak, sehingga namanya ‘royalty and tax’,” katanya.

Secara sederhana, lanjutnya, mekanisme “royalty and tax” adalah pada masa eksplorasi kontraktor mendapat sejumlah insentif seperti pembebasan semua pajak. Lalu, setelah mulai produksi hingga titik impas investasi (break event point/BEP), negara mendapat bagian minimal misalkan 10 persen.

“Setelah BEP, bagian negara minimal 51 persen dan bisa meningkat hingga 80 persen kalau produksi mengalami kenaikan dan harga minyak melambung,” ujarnya.

Besaran royalti dan waktu BEP tersebut dituangkan dalam kontrak. Dengan skema “royalty and tax”, maka negara cukup mengawasi volume produksi migas dan tidak perlu mengontrol biaya operasinya.

“Artinya, biaya operasi menjadi sepenuhnya tanggungan kontraktor dan tidak ada mekanisme dikembalikan lagi atau ‘cost recovery’,” katanya.

Dengan “royalty and tax”, tambahnya, kontraktor tidak perlu melalui proses rencana kerja dan anggaran (work program and budget/WP&B) dan persetujuan belanja (approval for expenditure/AFE), sehingga produksi bisa lebih cepat.

“Proses menjadi lebih cepat. Kontraktor senang. Negara juga untung,” katanya.

Menurut dia, negara bakal mendapat tambahan penerimaan dari produksi dan pajak. Sementara, kontraktor, dengan proses lebih cepat, akan menekan biaya, produksi bisa lebih cepat, serta pendapatan juga lebih besar.

“Kontraktor pastinya senang dengan sistem yang menguntungkan,” ujarnya.

Menurut dia, Komite sudah bertemu dan membicarakan skema baru tersebut dengan sejumlah kontraktor seperti Chevron dan perusahaan asal Norwegia. “Mereka akan memberikan data kepada kita,” katanya.

Ia juga menambahkan, selama ini, biaya operasi migas juga ditanggung kontraktor, sehingga tidak masalah.

“Kontraktor akan efisien dengan sendirinya. Tidak mungkin perusahaan me-‘mark up’ pengeluarannya sendiri,” katanya.

Djoko mengatakan, Komite akan menyelaraskan pemakaian skema “royalty and tax” tersebut ke dalam UU Migas yang baru.

“Tugas kami adalah mempercepat revisi UU Migas. Semua itu nanti dituangkan di dalam revisi UU Migas,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

DPRD Kritik Besaran PMP ke BUMD DKI

Jakarta, Aktual.co —Setelah alat kelengkapan dewan dibentuk oleh DPRD DKI Jakarta, mereka segera membahas mengenai Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dengan Pemprov DKI. 
Hari ini, Rabu (10/12), DPRD DKI dan Pemprov DKI melaksanakan rapat mengenai rancangan KUA-PPAS APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015. 
Dalam rapat tersebut, pihak DPRD DKI mengkritik mengenai rencana penyertaan modal pemerintah (PMP) kepada 14 BUMD yang dianggap terlalu besar. Adanya kritik yang dilontarkan DPRD, diakui Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
“Iya mereka mengkritik dana PMP yang terlalu besar,” ujarnya, di DPRD DKI Jakarta.
Yang menjadi kritikan, kata Heru, lantaran DPRD DKI ragu dana PMP hingga triliunan rupiah untuk tiap BUMD akan digunakan sepenuhnya oleh BUMD.  “Mereka takutnya kalau PMP misalkan Rp 1 triliun, mereka tidak melakukan pembangunan sebesar itu, misalkan nyatanya hanya Rp 50 miliar.”
Namun dipastikannya, BUMD tetap akan diberikan PMP. Hanya saja besarannya masih akan dibicarakan lebih lanjut dengan pihak DPRD DKI.
Sebagai informasi, dana PMP yang diajukan Pemprov DKI untuk 14 BUMD adalah Rp 11,3 triliun. Di mana jumlah PMP tersebut meningkat Rp4,2 triliun dibanding PMP tahun 2014 Rp 7,1 triliun. 
Total dana PMP akan diberikan kepada 14 BUMD. Dengan rincian PT MRT Jakarta mendapatkan Rp 4,7 triliun, PT Jakarta Propertindo mendapat Rp 550 miliar, PD Pengelolaan Air Limbah (PAL) Jaya mendapat Rp 270 miliar, PT Bank DKI mendapat Rp 1,5 triliun, PT Transportasi Jakarta mendapat Rp 2 triliun, PD Pasar Jaya mendapat Rp 1,08 triliun, PT Jakarta Tourisindo mendapat Rp 500 miliar, dan PT Pembangunan Jaya Ancol mendapat Rp 500 miliar.
Sementara itu, 6 BUMD yang sudah dipastikan akan menerima PMP namun belum ditentukan besarannya adalah PT Penjamin Kredit Daerah, PD Dharma Jaya, PT Food Station Tjipinang, PT Pembangunan Sarana Jaya, PT Kawasan Berikat Nusantara, dan PT Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya.

Artikel ini ditulis oleh:

DPRD Kritik Besaran PMP ke BUMD DKI

Jakarta, Aktual.co —Setelah alat kelengkapan dewan dibentuk oleh DPRD DKI Jakarta, mereka segera membahas mengenai Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dengan Pemprov DKI. 
Hari ini, Rabu (10/12), DPRD DKI dan Pemprov DKI melaksanakan rapat mengenai rancangan KUA-PPAS APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015. 
Dalam rapat tersebut, pihak DPRD DKI mengkritik mengenai rencana penyertaan modal pemerintah (PMP) kepada 14 BUMD yang dianggap terlalu besar. Adanya kritik yang dilontarkan DPRD, diakui Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
“Iya mereka mengkritik dana PMP yang terlalu besar,” ujarnya, di DPRD DKI Jakarta.
Yang menjadi kritikan, kata Heru, lantaran DPRD DKI ragu dana PMP hingga triliunan rupiah untuk tiap BUMD akan digunakan sepenuhnya oleh BUMD.  “Mereka takutnya kalau PMP misalkan Rp 1 triliun, mereka tidak melakukan pembangunan sebesar itu, misalkan nyatanya hanya Rp 50 miliar.”
Namun dipastikannya, BUMD tetap akan diberikan PMP. Hanya saja besarannya masih akan dibicarakan lebih lanjut dengan pihak DPRD DKI.
Sebagai informasi, dana PMP yang diajukan Pemprov DKI untuk 14 BUMD adalah Rp 11,3 triliun. Di mana jumlah PMP tersebut meningkat Rp4,2 triliun dibanding PMP tahun 2014 Rp 7,1 triliun. 
Total dana PMP akan diberikan kepada 14 BUMD. Dengan rincian PT MRT Jakarta mendapatkan Rp 4,7 triliun, PT Jakarta Propertindo mendapat Rp 550 miliar, PD Pengelolaan Air Limbah (PAL) Jaya mendapat Rp 270 miliar, PT Bank DKI mendapat Rp 1,5 triliun, PT Transportasi Jakarta mendapat Rp 2 triliun, PD Pasar Jaya mendapat Rp 1,08 triliun, PT Jakarta Tourisindo mendapat Rp 500 miliar, dan PT Pembangunan Jaya Ancol mendapat Rp 500 miliar.
Sementara itu, 6 BUMD yang sudah dipastikan akan menerima PMP namun belum ditentukan besarannya adalah PT Penjamin Kredit Daerah, PD Dharma Jaya, PT Food Station Tjipinang, PT Pembangunan Sarana Jaya, PT Kawasan Berikat Nusantara, dan PT Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya.

Artikel ini ditulis oleh:

Mantan Menneg BUMN Laksamana Sukardi Diperiksa KPK Seputar Kasus BLBI

Mantan Menteri Negara BUMN di era Megawati Soekarnoputri, Laksamana Sukardi saat keluar dari Loby Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (10/12/2014) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Laksamana Sukardi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Berita Lain