26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 65

Usai Diancam Menteri Purbaya, Bea Cukai Tingkatkan Layanan dengan Teknologi AI

bea dan cukai logo (Dok. Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Usai mendapat peringatan keras bahkan ancaman pembubaran dari Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bergerak cepat memperbaiki kualitas layanan publik. Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah penerapan teknologi artificial intelligence (AI) pada situs resmi mereka guna mempermudah akses informasi dan meningkatkan respons layanan.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menegaskan bahwa peluncuran situs baru www.beacukai.go.id merupakan bentuk nyata komitmen instansinya dalam memperbaiki berbagai kelemahan layanan yang selama ini dikeluhkan masyarakat.

“Kami melakukan pembaruan total. Peringatan dari Pak Purbaya menjadi tantangan sekaligus cambuk bagi kami untuk menjadi lebih baik. Sesuai tagline kami, Bea Cukai makin baik,” ujar Nirwala dalam konferensi pers di Kantor Bea Cukai, Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Website baru Bea Cukai kini dirancang lebih ramah pengguna, terutama bagi masyarakat yang mengakses layanan melalui perangkat seluler. Dengan tampilan yang lebih responsif, pengguna dapat memperoleh informasi dengan lebih cepat, termasuk layanan pengecekan bea masuk barang yang selama ini dianggap lambat dan berbelit.

Fitur AI disiapkan untuk melakukan optimasi informasi, menyaring kebutuhan pengguna, serta memberikan respons otomatis yang lebih akurat. Teknologi tersebut diharapkan mampu mengurangi antrean pertanyaan yang selama ini menumpuk akibat lambatnya layanan manual.

“Kami ingin memastikan informasi dan layanan kepabeanan serta cukai dapat diakses publik dengan lebih mudah dan terpercaya,” kata Nirwala.

Selain pembaruan tampilan, Bea Cukai juga menata ulang struktur konten dan menerapkan teknik optimasi mesin pencari (SEO). Langkah ini dilakukan agar informasi terkait kepabeanan, aturan impor, hingga layanan pengawasan cukai lebih mudah ditemukan melalui mesin pencari seperti Google.

“Desain navigasi yang intuitif dan pemuatan halaman yang lebih cepat menjadikan website ini lebih efisien dan adaptif,” tambah Nirwala.

Dengan pembaruan besar-besaran ini, Bea Cukai berharap dapat mengembalikan kepercayaan publik sekaligus meningkatkan transparansi dalam penyediaan layanan.

“Harapan kami, publik dapat merasakan layanan yang lebih cepat, mudah, dan transparan. Semua ini bagian dari transformasi menuju pelayanan yang lebih baik,” ujar Nirwala.

(Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Negara Disandera, Demokrasi Disunat: Enam Jalan Membakar Kartel dan Meraih Kedaulatan Rakyat

Rinto Setiyawan, Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

Oleh: Rinto Setiyawan, A.Md., S.H., CTP (Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute)

Jakarta, aktual.com – Kedaulatan rakyat. Sebuah mantra sakti yang selalu diucapkan di mimbar, namun terasa seperti lelucon pahit di bilik kekuasaan. Di atas kertas, kita adalah republik demokrasi. Dalam praktiknya, kita hidup di bawah tirani halus yang tak bersenjata: Kartel Kejahatan Politik. Keputusan strategis negara—dari undang-undang hingga proyek triliunan—lebih sering diracik di ruang transaksi elite, bukan di ruang musyawarah yang tulus mewakili suara rakyat.

Inilah konteks yang melahirkan “Enam Opsi Jalan Perubahan” dari Sekolah Negarawan. Ini bukan ajakan untuk anarki, melainkan sebuah latihan intelektual yang brutal jujur: Jika kartel telah menyandera Republik, jalur logis mana yang tersisa untuk merebut kembali kedaulatan?

Yang menarik, di balik ragam opsi yang mencengangkan—dari Dekrit hingga Kudeta Militer—terdapat satu kesamaan fundamental: Tujuan tahap pertamanya adalah ‘reset’ total individu, bukan institusi. Yang dibubarkan adalah seluruh anggota DPR, MPR, dan partai politik(sebagai operator dan jaringan kartel), bukan lembaga DPR dan MPR itu sendiri. Lembaga tetap ada, tetapi diisi ulang melalui arsitektur baru yang didedikasikan bagi kedaulatan rakyat.

Dengan perspektif ini, bahkan opsi tergelap sekalipun—kudeta militer—diposisikan sebagai batas ujung spektrum kemungkinan. Bukan untuk diglorifikasi, tetapi untuk menegaskan: hasilnya harus tetap sama, yaitu menciptakan ruang transisi untuk membongkar cengkeraman kartel atas negara.

Pilihan ‘Tangan Besi’ vs. Pilihan ‘Suara Jujur’: Top-Down, Elit, dan Rakyat Murni

1. Dekrit Presiden: The Savior atau The Suicide?

Jalur Top-Down ini menggantungkan segalanya pada keberanian tunggal di puncak eksekutif. Presiden, dengan otoritas politik dan moralnya, membubarkan anggota parlemen dan partai, lalu menginisiasi Musyawarah Kenegarawanan Nasional. Secara hukum, ini drastis. Masalahnya: Akankah seorang Presiden yang diusung dan dikelilingi kartel tega memotong ‘dahan’ yang menopang tahtanya sendiri? Ini adalah ironi kekuasaan.

2. Konvensi Nasional: Elite Tersadar, Militer Mengawal?

Motor perubahan bergeser ke ruang elite masyarakat sipil: tokoh bangsa, cendekiawan, rohaniawan, budayawan, mahasiswa, dan TNI/Polri. Inisiatif dimulai dari Maklumat Dewan Inisiator. Ini jalur yang menggabungkan kekuatan moral dan intelektual, memberikan ruang terhormat bagi militer sebagai bagian dari solusi. Namun, ia mensyaratkan hal yang paling sulit: Kesediaan elite untuk mengakui kegagalan sistem yang selama ini menguntungkan dompet mereka.

3. Referendum Rakyat: Kedaulatan Rakyat Tanpa Kompromi

Ini adalah jalur Bottom-Up Murni, paling jujur terhadap UUD 1945. Rakyat diajak menjawab pertanyaan fundamental: Setuju diadakan Musyawarah Kenegarawanan Nasional untuk perombakan total? Secara moral, ini legitimasi tertinggi. Namun, secara teknis: TAP MPR tentang Referendum sudah dicabut. Dibutuhkan kecerdikan untuk mendesain mekanisme Referendum Rakyat Digital yang kredibel, transparan, dan tak mudah direkayasa.

Parlemen, Jalanan, dan Senjata: Antara Kebabalan dan Keterpaksaan

4. Perubahan via Parlemen: Harapan Paling Buntu

Dari sudut pandang tata negara, ini jalur teraman: DPR/MPR sendiri yang menginisiasi reset. Teoritisnya mulus, politisnya buntu. Sebab, parlemen hari ini adalah bagian integral dari kartel yang harus diselesaikan. Mengharapkan mereka membongkar sarang kartel adalah harapan terlucu dalam politik modern. Perubahan hanya mungkin jika tekanan publik sudah mencapai level yang mampu membuat mereka takut kehilangan kursi.

5. Revolusi Massa (People Power): Amunisi Sejarah yang Berisiko

Sejarah membuktikan: Gelombang massa adalah alat paling efektif untuk menjatuhkan rezim. Dalam skema ini, people power adalah tekanan besar-besaran untuk memaksa Presiden mengeluarkan Dekrit, atau memaksa DPR/MPR mengambil inisiatif perubahan. Efektif, tetapi sangat berisiko. Tanpa desain kenegarawanan yang rapi, massa mudah berubah menjadi huru-hara yang justru mengundang pihak bersenjata untuk mencuri momentum.

6. Kudeta Militer: Ujung Spektrum, Paling Cepat, Paling Berbahaya

Ini adalah jalur extra-constitutional coercive. Militer mengambil alih, membubarkan anggota parlemen/partai, lalu membentuk Dewan Negara. Paling cepat, tetapi paling berbahaya. Jika tidak dijaga ketat, kedaulatan rakyat mudah digantikan oleh kedaulatan senjata. Menyebut opsi ini bukanlah promosi, melainkan peringatan: Jika jalur damai dan bermartabat macet total, sejarah sering memaksa bangsa memilih jalan paling gelap.

Inti Operasi: Membongkar Kartel, Bukan Membakar Republik

Penting untuk digarisbawahi: Enam opsi ini bukan peta jalan menuju kehancuran, melainkan desain transisi yang sistematis. Semuanya bermuara pada tahapan yang sama setelah ‘reset’ anggota parlemen dan partai:

1. Musyawarah Kenegarawanan Nasional.
2. Pembentukan Dewan Negara (masa transisi).
3. Pembentukan MPR Sementara untuk mengesahkan Amandemen Kelima UUD 1945.
4. Pembentukan MPR definitif dan penetapan TAP MPR.
5. Verifikasi ulang partai politik dan kanal independen, hingga Pemilu dalam tatanan baru.

Yang dirombak adalah “isi dan orbit” kekuasaan yang telah disandera, bukan fondasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kedaulatan Rakyat Bukan Giveaway, Tapi Hak yang Harus Direbut

Perdebatan tentang enam opsi ini membawa kita pada kesadaran hakiki: Kedaulatan rakyat tidak akan pernah turun sebagai hadiah dari Istana. Ia selalu lahir dari keberanian rakyat untuk menuntut, menata, dan menjaga kedaulatannya sendiri.

Apakah jalur yang diambil nanti adalah Dekrit, Referendum, Konvensi, atau kombinasi kreatif lainnya—itu wilayah pilihan politik. Yang jauh lebih krusial adalah kesadaran kolektif bahwa:

Struktur politik hari ini telah memusatkan kedaulatan di tangan kartel.
Partai politik bukan lagi alat rakyat, melainkan gerbang akses kekuasaan yang eksklusif dan mahal.
Tanpa “operasi besar” terhadap desain ketatanegaraan, kedaulatan rakyat akan terus menjadi jargon politik yang basi.

Enam opsi dari Sekolah Negarawan adalah undangan bagi kita untuk berani berpikir sampai ke akar. Apakah kita akan terus menjadi penonton yang digiring ke TPS setiap lima tahun, atau mulai bertindak sebagai pemilik sah republik ini? Kedaulatan rakyat baru sungguh pulih ketika rakyat berhenti merasa “diberi” ruang, dan mulai menuntut ruang itu sebagai hak yang tidak bisa dinegosiasikan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Menhan: Ironis! 80 Persen Timah Kita Dicolong ke Luar Negeri

Menteri Pertahanan (Menhan) Jenderal TNI (Purn) Syafrie Sjamsoeddin saat menyampaikan kuliah umum menteri pertahanan di Universitas Hasanuddin, Makassar (Youtube: Unhas TV)
Menteri Pertahanan (Menhan) Jenderal TNI (Purn) Syafrie Sjamsoeddin saat menyampaikan kuliah umum menteri pertahanan di Universitas Hasanuddin, Makassar (Youtube: Unhas TV)

Jakarta, aktual.com – Menteri Pertahanan (Menhan) Jenderal TNI (Purn) Syafrie Sjamsoeddin, menyampaikan keprihatinannya terhadap praktik pencurian sumber daya alam Indonesia yang berlangsung sejak lama dan terus menggerus kekayaan negara. Ia menggambarkan kondisi tersebut sebagai ancaman nyata yang berjalan diam-diam dan merugikan bangsa dalam skala luar biasa.

Dalam penjelasannya, Syafrie membuka dengan kisah tentang bagaimana sumber daya alam Indonesia menjadi sasaran negara lain yang tidak memiliki komoditas serupa. Ia mencontohkan potensi timah di Bangka Belitung yang termasuk salah satu yang terbesar di dunia.

“Saya kalau boleh sedikit bercerita bagaimana negara yang kaya ini mau dicolong, mau dicuri oleh negara orang lain yang tidak mempunyai sumber daya alam. Saya kasih contoh bahwa di Bangka Belitung kita mempunyai hasil timah yang sangat besar di dunia,” ujarnya, dalam kuliah umum di Universitas Hasanuddin (Unhas), Rabu (10/12/2025).

Ia menambahkan bahwa ada negara yang mampu menjadi eksportir timah besar. Padahal, kata dia, negara tersebut tidak memiliki produksi timah. Fenomena itu, ia sebut sebagai bukti lemahnya pengamanan sumber daya Indonesia hingga memunculkan praktik penambangan ilegal.

Syafrie kemudian mengingatkan kembali sejarah pemberantasan penyelundupan timah pada 1977. Ia mengatakan bahwa keberhasilan itu hanya bertahan 21 tahun.

Setelah 1998 hingga September 2025, menurutnya, hanya sekitar 20 persen penghasilan timah yang masuk ke negara melalui BUMN, sedangkan sisanya hilang ke luar negeri tanpa kontribusi ke kas negara. “80% dibawa keluar, tanpa membayar pajak, tanpa membayar apapun kewajiban orang untuk membayar. Ini ironi bangsa kita,” katanya.

Pernyataan itu ia sampaikan sebagai peringatan bahwa kerugian tersebut akan berdampak panjang jika dibiarkan begitu saja. Ia menegaskan bahwa PT Timah, yang di masa kejayaannya mampu menjadi penopang ekonomi seperti Pertamina dalam sektor minyak dan gas, kini merosot jauh akibat kebocoran yang terus terjadi.

Syafrie menyebut bahwa seharusnya perusahaan itu bisa mencatat pendapatan hingga Rp20-25 triliun rupiah per tahun, tetapi kenyataannya hanya memperoleh sekitar Rp1,3 triliun. Ia menggambarkan selisih tersebut sebagai bukti bahwa pengawasan negara terhadap sektor strategis masih terlalu lemah.

Di hadapan para mahasiswa Unhas, Syafrie juga mengingatkan pentingnya melindungi hutan lindung sebagai bagian dari kekayaan nasional. Ia merujuk pada bencana besar di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara sebagai pengingat bahwa kelalaian menjaga hutan bisa menimbulkan dampak serius bagi masyarakat.

Pandangan Syafrie tersebut sejalan dengan pernyataan mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, yang melalui akun X menulis perhitungan kerugian negara akibat aktivitas tambang ilegal. Dalam unggahannya, Said Didu menyebut bahwa selama dua dekade terakhir negara dirugikan sekitar 800 miliar dolar AS atau sekitar 13.000 triliun rupiah dari praktik ilegal di sektor pertambangan.

Ia merinci enam bentuk tindakan yang menyebabkan kebocoran tersebut. Tindakan curang tersebut mulai dari penambangan tanpa izin, penambangan melebihi batas izin, pelaporan hasil yang dimanipulasi, hingga praktik transfer pricing dengan pembeli luar negeri.

Ia menambahkan bahwa banyak perusahaan melakukan kombinasi dari berbagai pelanggaran tersebut, sehingga angka kerugian yang disebutkan Menhan dianggap masuk akal. “Hampir semua perusahaan penambangan melakukan ilegal mining, sehingga angka yang dikemukakan oleh Pak Menhan rasional dan masuk akal,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Achmat
Rizky Zulkarnain

Menhan Syafrie: Kedaulatan Ekonomi RI Digerogoti Anak Bangsa Sendiri

Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin saat memberikan keterangan pers usai rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). Foto: Taufik A Harefa/Aktual.com

Jakarta, aktual.com – Menteri Pertahanan (Menhan) Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Syafrie Sjamsoeddin, mengingatkan adanya ancaman serius terhadap kedaulatan ekonomi yang tidak hanya datang dari luar negeri, tetapi juga dilakukan oleh pihak-pihak dari dalam negeri sendiri. Pesan tersebut ia sampaikan dalam kuliah umum di Baruga A.P. Pettarani, Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar, Selasa, (9/12), di hadapan sekitar 2.500 mahasiswa dan dosen.

Di hadapan peserta, Syafrie menyinggung situasi ekonomi Indonesia yang menurutnya sedang menghadapi tekanan ganda. Ia menilai ada pihak luar yang memanfaatkan kelemahan Indonesia, namun di saat yang sama sebagian anak bangsa ikut terlibat merusak sistem ekonomi nasional.

“Bayangkan adik-adik mahasiswa begitulah kedaulatan ekonomi kita sekarang diancam orang tapi juga pakai bangsa sendiri. Inilah kalau kita mau di Devide At Empera itu,” ujarnya.

Ia meminta mahasiswa lebih berani bersikap terhadap praktik ilegal dan tindakan koruptif. Menurutnya, mahasiswa adalah calon pemimpin yang harus menjaga kegigihan dan idealisme.

“Ya, serang itu korupsi, serang itu ilegal. Kalian itu adalah negarawan. hanya belum saatnya duduk di kursi negarawan. Tapi semangatmu harus kau pelihara,” katanya.

Ia menambahkan bahwa dorongan moral dari generasi muda sangat dibutuhkan agar negara tidak terus terjebak dalam persoalan lama. Masalah yang diangkat Syafrie bukan persoalan ringan. Ia menyebut adanya aktor-aktor internal yang ia gambarkan sebagai musuh dalam selimut, yang selama bertahun-tahun menggerogoti ekonomi nasional.

“Ya, jadi kita menghadapi musuh dalam selimut yang tidak menginginkan negara kita bangkit ekonominya. Itu under invoicing selama 20 tahun. Ini sebagai informasi Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, kurang lebih 800 miliar US dolar kerugian negara,” kata dia.

Syafrie kemudian mengajak mahasiswa untuk menjaga integritas dan menanamkan kesadaran bahwa korupsi merupakan ancaman nyata bagi keberlangsungan negara. “Bersihkan hatimu, ikhlaskan dirimu bahwa korupsi ini membahayakan bangsa dan negara,” ujarnya.

Dia juga menyoroti kinerja birokrasi yang dinilainya tidak hanya lambat, tetapi justru mengarah pada kondisi yang membahayakan jika dibiarkan. Menurutnya, perbaikan sistem birokrasi tidak bisa lagi ditunda dan membutuhkan partisipasi semua pihak.

“Birokrasi kita itu bukan lambat-lambat asal kelakon, tapi lambat-lambat masuk jurang,” katanya.

Syafrie menekankan bahwa apa yang dihadapi mahasiswa hari ini adalah kesempatan untuk menjawab tantangan zaman. Ia berharap mahasiswa mampu mengambil peran penting dalam memperbaiki arah masa depan bangsa.

“Jadi tugas dari adik-adik mahasiswa bukan berarti diberi pekerjaan yang berat, tapi ini adalah tantangan untuk masa depan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Achmat
Rizky Zulkarnain

Soroti Restitusi Pajak NCD CMNP, Hotman Paris: Kalau Palsu Kenapa Terima Pengembalian Pajak?

Jakarta, aktual.com – Sidang gugatan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (kode saham: CMNP) terhadap PT MNC Asia Holding yang dulu bernama PT Bhakti Investama kembali digelar pada Rabu (10/12/2025).

Hari ini, para tergugat menghadirkan saksi, yakni eks pegawai CMNP bagian accounting, Eko Susetyo.

Ditemui seusai sidang, Kuasa Hukum MNC Asia Holding Hotman Paris menyoroti klaim NCD palsu yang menjadi gugatan CMNP. Pasalnya, CMNP menggunakan NCD itu untuk mengajukan restitusi pajak dan sudah disetujui negara serta dana pengembalian pajak sudah dikanyongi CMNP.

“Jadi, inti dari temuan fakta persidangan adalah bahwa bagian accounting CMNP mengakui bahwa kerugian deposito NCD telah dipakai untuk meminta pengembalian pajak dari negara, itu namanya restitusi,” kata Hotman seusai Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2205).

“Negara juga sudah mengembalikan uang, telah mengembalikan uang pajak kepada CMNP puluhan miliar, karena dengan alasan bahwa NCD tersebut tidak bisa lagi ditagih dari Unibank,” sambungnya.

Oleh karena itu, Hotman heran dengan gugatan yang dilayangkan CMNP dengan dalil NCD tersebut palsu.

Menurutnya, NCD itu telah digunakan untuk mengajukan uang kepada negara melalui restitusi pajak.

“Pada waktu mengklaim pengembalian pajak dari negara, CMNP mengatakan surat berharga itu sah, karena kalau palsu tidak mungkin dong negara mengakuinya kan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hotman pun meminta Kejaksaan untuk memeriksa hal tersebut. Sebab, apa yang dilakukan CMNP berpotensi merugikan keuangan negara.

“Jadi, sekali lagi sudah waktunya kejaksaan untuk menyidik kasus ini. Kalau memang surat berharga itu palsu, kenapa bisa kantor pajak membayar puluhan miliar kepada CMNP untuk pengembalian uang pajak,” tegasnya.

Wartawan sudah mencoba meminta keterangan kepada pihak CMNP seusai sidang. Namun, CMNP menolak memberikan tanggapan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Perbanas Yakin Ekonomi Indonesia Tumbuh 5% Meski Sumatra Dilanda Bencana

Jakarta, Aktual.com – Perhimpunan Bank-bank Nasional (Perbanas) menyatakan optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat terjaga di level 5% pada tahun ini, meskipun sejumlah wilayah di Sumatra tengah dilanda bencana besar. Inflasi yang terkendali disebut menjadi bantalan kuat yang menjaga stabilitas makro serta menopang daya beli masyarakat.

Ketua Umum Perbanas, Hery Gunardi, menyebut prospek ekonomi nasional tetap solid memasuki 2026.

“Ini tercermin dari proyeksi seluruh anggota kami yang melihat pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,0–5,2%,” ujarnya dalam forum Economic Outlook 2026 di Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Sementara itu, Ketua Bidang Riset dan Kajian Ekonomi Perbankan Perbanas, Aviliani, mengingatkan bahwa dampak bencana di Sumatra berpotensi menekan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, skala kerusakan yang terjadi cukup besar sehingga perlu dihitung secara komprehensif.

“Kalau kita lihat asumsinya memang 5% sampai akhir tahun. Tapi dengan adanya bencana ini tentu harus dilihat lagi karena cukup besar yang di Sumatra. Dampak ekonominya juga besar,” kata Aviliani.

Meski begitu, ia menilai target pertumbuhan 5% masih sangat realistis. Kontribusi ekonomi dari wilayah di luar daerah terdampak bencana disebut tetap kuat dan mampu menjadi penopang.

“Yang tadinya 5,2%. Untuk mencapai 5% masih bisa lah,” ujarnya.

Aviliani menambahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini masih dalam tahap pendalaman serta verifikasi data terkait kondisi perbankan pascabencana. Namun ia memastikan sektor jasa keuangan telah menyiapkan serangkaian langkah mitigasi untuk menjaga stabilitas.

“Pasti akan diberikan berbagai kebijakan yang mendukung perbankan agar NPL-nya tidak menjadi tinggi. Ada yang mungkin direstrukturisasi, ada yang kemudian dihapus bukukan,” paparnya.

Dengan inflasi yang tetap rendah, konsumsi masyarakat stabil, dan respons kebijakan yang cepat, Perbanas menilai fundamental ekonomi Indonesia masih cukup kuat untuk menahan tekanan akibat bencana besar yang melanda Sumatra.

(RACHMA PUTRI)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Berita Lain