23 Desember 2025
Beranda blog Halaman 8

Warga Aceh Tengah Terisolir Pascabencana: Sudah 25 Hari, Kami Tidak Sanggup!

Warga mengamati sampah kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/agr/am.
Warga mengamati sampah kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/agr/am.

Banda Aceh, Aktual.com – Warga Kemukiman Wih Dusun Jamat, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, meminta pemerintah segera membuka akses jalan di desa tersebut karena hingga kini masih terisolir pascabencana banjir bandang tiga pekan lalu.

“Sudah 25 hari, kami sudah tidak sanggup,” kata seorang warga Kampung Jamat, Sertalia di Aceh Tengah, Sabtu (20/12/2025), dilansir dari Antara.

Kampung Jamat merupakan salah satu desa yang terisolasi di Aceh Tengah pascabencana banjir bandang dan longsor. Akses jalan menuju desa ini putus total.

Warga desa berharap akses jalan di desa mereka bisa segera pulih serta meminta pemerintah dapat merespon lebih cepat dan tanggap.

Dia mengungkapkan bahwa warga setempat telah banyak yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan pangan. “Kami bukan mau mengemis, tapi tolong buka akses jalan kami agar kami bisa berusaha,” ujar Sertalia.

Dia menuturkan, sudah tiga pekan berlalu pascabencana, belum juga ada upaya perbaikan dan pemulihan oleh pemerintah untuk desa mereka.

Menurut dia, kondisi warga desa juga makin sulit dan mulai kehabisan bahan pangan, obat-obatan serta kebutuhan pokok lainnya untuk bertahan hidup.

Sementara, bantuan logistik yang pernah diterima warga desa, kata Sertalia, jumlahnya sangat terbatas dan masih jauh dari kata cukup.

“Tenaga kami sudah habis untuk gotong-royong, buat tenda pengungsian, mengumpulkan harta benda yang masih bisa dipakai, buka jalan, buat jembatan,” katanya.

Bencana banjir bandang dan tanah longsor tiga pekan lalu membuat empat desa di wilayah Kemukiman Wih Dusun Jamat hilang. Yakni Kampung Jamat, Kute Reje, Delung Sekinel dan Kampung Reje Payung.

“Sebanyak 120 KK dari empat desa ini sekarang tinggal di pengungsian, desa sudah berubah jadi aliran sungai dan tersapu banjir bandang,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Boni Hargens Beberkan 5 Sesat Berpikir dalam Argumentasi Komite Reformasi Polri Soal Perpol

Boni Hargens

Jakarta, aktual.com – Analis hukum dan politik Boni Hargens membeberkan berbagai kelemahan fundamental dalam pendekatan logika Tim Komite Reformasi Polri dalam merespons Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025. Menurut Boni Hargens, terdapat 5 kesesatan berpikir atau logical fallacies dalam argumentasi Komite Reformasi Polri yang menilai Perpol Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan secara fundamental dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Logical fallacies adalah kesalahan dalam penalaran yang membuat argumen menjadi tidak valid atau menyesatkan. Dalam konteks hukum, keberadaan fallacies ini sangat problematis karena dapat mengaburkan fakta, memanipulasi emosi, dan mengalihkan perhatian dari isu substantif yang seharusnya menjadi fokus pembahasan,” ujar Boni Hargens dalam keterangannya, Jumat (19/12/2025).

Kesalahan-kesalahan logika ini, kata Boni, tidak hanya melemahkan argumentasi secara akademis, tetapi juga berdampak pada kualitas diskursus publik. Menurut Boni, ketika tokoh-tokoh berpengaruh menggunakan argumentasi yang mengandung fallacies, hal ini dapat mempengaruhi opini publik secara tidak fair dan menciptakan polarisasi yang tidak didasarkan pada pemahaman hukum yang akurat.

“Ada lima bentuk kelemahan argumentasi Komite Reformasi Polri yang kami temukan dalam merespons Perpol 10/2025 yaitu argumentasi ad hominem, logika straw man, false dilemma, red herring, dan appeal to emotion,” tutur Boni.

Pertama, Boni Hargens melihat adanya argumen ad hominem yaitu pandangan yang menyerang pribadi daripada gagasan. Salah satu kesalahan logika paling mendasar yang muncul dalam argumentasi Komite Reformasi Polri adalah penggunaan ad hominem, yaitu serangan terhadap karakter atau kredibilitas pembuat kebijakan daripada menganalisis substansi dari Perpol itu sendiri.

“Fallacy ini sangat merusak karena mengalihkan fokus diskusi dari konten hukum yang seharusnya dievaluasi. Dalam beberapa kesempatan, kritik terhadap Perpol dimulai dengan mempertanyakan integritas atau motif dari para pembuat kebijakan di internal Polri,” kata dia.

Hargens menilai argumentasi seperti ‘peraturan ini dibuat oleh pihak yang memiliki kepentingan mempertahankan status quo,’ adalah contoh klasik ad hominem yang tidak menyentuh substansi peraturan itu sendiri. Komite Reformasi Polri, kata dia, sering mengaitkan Perpol dengan track record negatif institusi Polri secara umum, seolah-olah segala sesuatu yang berasal dari institusi tersebut otomatis bermasalah.

“Ad hominem mengabaikan prinsip fundamental dalam analisis hukum bahwa setiap peraturan harus dievaluasi berdasarkan kontennya, bukan berdasarkan siapa yang membuatnya. Pendekatan ini mengalihkan perhatian dari analisis substantif tentang apakah Perpol benar-benar bertentangan dengan putusan MK atau tidak. Lebih jauh lagi, ad hominem menciptakan atmosfer diskusi yang tidak sehat di mana orang lebih fokus pada menyerang lawan bicara daripada mencari kebenaran,” tutur Boni Hargens.

Kedua, kata Boni Hargens, argumentasi ‘orang-orangan sawah’ atau Straw Man yaitu memelintir isi Perpol untuk memudahkan penolakan. Straw man fallacy terjadi ketika seseorang mendistorsi, melebih-lebihkan, atau menyederhanakan argumen lawan secara tidak akurat agar lebih mudah diserang. Ini adalah salah satu kesalahan logika yang paling umum dan berbahaya dalam perdebatan hukum.

Dalam konteks perdebatan Perpol Nomor 10 Tahun 2025, kata Hargens, Komite Reformasi Polri sering kali menyederhanakan isi Perpol dengan cara yang tidak akurat. Mereka menggambarkan peraturan tersebut seolah-olah secara total mengabaikan atau melawan putusan Mahkamah Konstitusi, padahal kenyataannya Perpol mengakomodasi beberapa aspek putusan MK secara selektif dengan interpretasi tertentu.

“Hukum konstitusional penuh dengan nuansa dan interpretasi. Dengan mengabaikan kompleksitas ini dan menyajikan Perpol sebagai hitam-putih melawan MK, Komite menciptakan straw man yang mudah diserang tetapi tidak akurat merepresentasikan realitas hukum yang ada,” jelas dia.

Ketiga, false dilemma yaitu menyajikan pilihan hitam-putih tanpa alternatif. Boni Hargens menilai Komite Reformasi Polri sering menyajikan situasi seolah-olah hanya ada dua pilihan, Perpol bertentangan dengan MK dan harus dibatalkan sepenuhnya, atau Perpol diterima dan putusan MK diabaikan.

“Dikotomi ini mengabaikan spektrum solusi yang ada di antaranya. Kenyataannya, ada berbagai opsi seperti revisi parsial, penyesuaian pasal-pasal tertentu, atau interpretasi hukum yang lebih fleksibel yang dapat menyelaraskan Perpol dengan putusan MK tanpa pembatalan total. False dilemma adalah kesalahan logika di mana seseorang menyajikan situasi seolah-olah hanya ada dua pilihan ekstrem, padahal sebenarnya ada banyak alternatif di antaranya,” kata dia.

Boni Hargens menegaskan hukum konstitusional jarang bersifat hitam-putih. Biasanya ada ruang untuk interpretasi, penyesuaian, dan harmonisasi yang memungkinkan berbagai instrumen hukum untuk bekerja bersama meskipun ada ketegangan tertentu. Dengan menyempitkan pilihan menjadi “batalkan atau terima,” kata dia, Komite mengabaikan kompleksitas ini dan menciptakan situasi konfrontasional yang tidak perlu.

Keempat, lanjut Hargens, red herring yakni mengalihkan isu utama dengan topik lain yang mungkin tak relevan. Red herring adalah taktik argumentasi di mana pembicara memperkenalkan topik yang tidak relevan untuk mengalihkan perhatian dari isu utama yang sedang diperdebatkan. Dalam konteks perdebatan Perpol Nomor 10 Tahun 2025, menurut Boni, kesalahan logika ini sangat sering muncul dan sangat efektif dalam mengaburkan fokus diskusi yang seharusnya spesifik dan substantif.

“Diskusi dialihkan ke kritik umum terhadap institusi Polri, sejarah pelanggaran HAM, atau isu-isu reformasi yang lebih luas yang tidak secara langsung berhubungan dengan konten Perpol. Fokus pembahasan menjadi kabur, dan pertanyaan hukum spesifik yang seharusnya dijawab tidak pernah ditangani secara memadai,” ungkap dia.

Hargens mengatakan red herring sangat efektif karena topik-topik yang diangkat sering kali legitimate dan penting dalam konteks yang lebih luas. Isu korupsi, pelanggaran HAM, dan kebutuhan reformasi institusional memang adalah concern yang valid. Namun, ketika topik-topik ini digunakan untuk menghindari pertanyaan spesifik tentang kesesuaian Perpol dengan putusan MK, mereka menjadi red herring yang mengaburkan diskusi hukum yang seharusnya terfokus.

“Red herring mencegah diskusi yang produktif dan penyelesaian masalah yang konstruktif. Ketika isu utama tidak pernah ditangani secara langsung, tidak mungkin untuk mencapai pemahaman bersama atau solusi yang memuaskan semua pihak,” ujar dia.

Terakhir, kata Hargens, Appeal to Emotion artinya memanfaatkan sentimen publik untuk menarik dukungan terhadap argument yang dibangun. Hargens mengatakan appeal to emotion adalah kesalahan logika di mana argumen bergantung pada manipulasi perasaan audiens—seperti ketakutan, kemarahan, atau simpati—daripada pada bukti dan penalaran yang rasional.

“Dalam konteks argumentasi Komite Reformasi Polri terhadap Perpol Nomor 10 Tahun 2025, taktik ini sangat menonjol dan berpotensi memanipulasi opini publik tanpa dasar hukum yang kuat. Menciptakan narasi di mana masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu digambarkan sebagai korban dari Perpol, tanpa menunjukkan secara konkret bagaimana peraturan tersebut akan merugikan mereka secara hukum,” terang Hargens.

Untuk memahami secara konkret bagaimana kesalahan-kesalahan logika yang dimaksud mempengaruhi perdebatan tentang Perpol Nomor 10 Tahun 2025, Boni Hargens membandingkan pandangannya dengan pandangan Mahfud MD sebagai representasi Komite Reformasi Polri. Mahfud MD, kata Boni, menilai bahwa Perpol Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi karena dianggap melemahkan mekanisme pengawasan eksternal terhadap institusi kepolisian. Mahfud MD berpendapat bahwa peraturan ini mengembalikan kewenangan berlebihan kepada internal Polri dan mengabaikan prinsip checks and balances yang ditekankan oleh MK.

Boni Hargens memberikan interpretasi yang berbeda dengan Mahfud MD, yakni Perpol justru memperkuat implementasi putusan MK dengan menyediakan mekanisme internal yang lebih jelas, terstruktur, dan accountable. Boni berpendapat bahwa apa yang dilihat sebagai “melemahkan pengawasan eksternal” sebenarnya adalah “memperjelas mekanisme operasional” yang tetap sejalan dengan prinsip-prinsip MK.

“Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa kualitas argumentasi sangat bergantung pada metodologi yang digunakan. Ketika argumen dibangun dengan menghindari logical fallacies dan fokus pada analisis substantif, hasilnya adalah diskusi yang lebih produktif dan informatif. Sebaliknya, ketika argumen bergantung pada emosi, generalisasi, dan penyederhanaan, seperti yang sering muncul dalam pendekatan Mahfud MD dan Komite Reformasi Polri, hasilnya adalah perdebatan yang polarized dan kurang konstruktif,” pungkas Boni Hargens.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Rutin Minta Fee Proyek, dalam Setahun Ade Kuswara Terima Rp14,2 Miliar

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu (kiri) bersama Juru Bicara KPK Budi Prasetyo (kanan depan) saat menunjukkan tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait suap ijon proyek di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yakni (kiri-kanan) Sarjani, Ade Kuswara Kunang dan HM Kunang, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025). ANTARA/Rio Feisal/am

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK) diduga rutin meminta ijon atau uang proyek kepada Sarjan (SRJ) selaku penyedia paket proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi sejak Desember 2024.

“Dalam rentang satu tahun terakhir sejak Desember 2024-Desember 2025, ADK rutin meminta ‘ijon’ paket proyek kepada SRJ,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

Lebih lanjut Asep menjelaskan bahwa kasus tersebut bermula saat Ade Kuswara terpilih menjadi Bupati Bekasi periode 2025-2030.

Sejak saat itu, kata dia, Ade Kuswara mulai menjalin komunikasi dengan Sarjan.

Dari komunikasi tersebut, Ade Kuswara rutin meminta uang proyek dalam kurun waktu setahun terakhir melalui perantara ayahnya, yakni Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, HM Kunang (HMK), serta pihak lainnya.

“Adapun total ‘ijon’ yang diberikan oleh SRJ kepada ADK bersama-sama HMK mencapai Rp9,5 miliar,” katanya.

Ia mengatakan total pemberian uang tersebut dilakukan hingga empat kali penyerahan melalui para perantara.

“Sepanjang tahun 2025, ADK diduga mendapatkan penerimaan lainnya yang berasal dari sejumlah pihak dengan total mencapai Rp4,7 miliar,” ujar Asep.

Dengan demikian, bila dijumlahkan maka Ade Kuswara diduga menerima uang hingga Rp14,2 miliar.

Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kesepuluh, dan menangkap sepuluh orang di Kabupaten Bekasi, Jabar, pada 18 Desember 2025.

Pada 19 Desember 2025, KPK mengungkapkan sebanyak tujuh dari sepuluh orang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, untuk diperiksa secara intensif. Dua dari tujuh orang tersebut termasuk Ade Kuswara dan ayahnya, HM Kunang.

Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan menyita uang ratusan juta rupiah dalam kasus yang diduga terkait suap proyek di Kabupaten Bekasi.

Pada 20 Desember 2025, KPK mengumumkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK), ayah Bupati Bekasi sekaligus Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, HM Kunang (HMK), serta pihak swasta bernama Sarjan (SRJ) sebagai tersangka kasus dugaan suap tersebut.

KPK mengatakan Ade Kuswara dan HM Kunang merupakan tersangka dugaan penerima suap, sedangkan Sarjan sebagai tersangka dugaan pemberi suap.

“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni ADK selaku Bupati Bekasi periode 2025-sekarang, HMK selaku Kades Sukadami sekaligus ayah dari Bupati, serta SRJ selaku pihak swasta,” ujar Asep Guntur.

“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama, yakni sejak 20 Desember 2025-8 Januari 2026,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Bulan Depan Mahkamah Internasional Gelar Sidang Genosida Muslim Rohingya oleh Myanmar

Warga Rohingya berjalan kaki meninggalkan Myanmar menuju Bangladesh untuk menghindari kekerasan terbaru. (Reuters)

Brussel, Aktual.com – Mahkamah Internasional (ICJ), organ peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), akan menggelar sidang terbuka pada 12 hingga 29 Januari terkait tuduhan bahwa Myanmar melakukan genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya, tulis sebuah pernyataan, Jumat (19/12).

Persidangan tersebut merupakan tindak lanjut dari permohonan yang diajukan Gambia pada November 2019, yang menuduh Myanmar melanggar Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida.

Gambia meminta ICJ menyatakan bahwa Myanmar telah melanggar kewajiban berdasarkan konvensi tersebut, memerintahkan penghentian segala tindakan yang melanggar hukum, serta menjamin reparasi dan jaminan agar pelanggaran serupa tidak terulang bagi para korban Rohingya.

Sebelumnya, pada Januari 2020, ICJ telah menetapkan langkah-langkah sementara terhadap Myanmar. Sejak itu, kedua pihak telah menyampaikan dokumen tertulis mengenai pokok perkara.

Sebanyak 11 negara, yakni Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Belanda, Inggris, Maladewa, Slovenia, Republik Demokratik Kongo, Belgia, dan Irlandia, telah mengajukan pernyataan untuk turut campur dalam perkara tersebut.

Sidang akan difokuskan pada pemeriksaan pokok perkara, termasuk mendengarkan kesaksian para saksi dan keterangan ahli.

Minoritas Muslim Rohingya telah lama mengalami penindasan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, di mana para pejabat setempat dituduh melakukan genosida. Sekitar satu juta warga Rohingya dilaporkan melarikan diri ke Bangladesh sejak 2017.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Polri Rombak Besar-besaran Jajaran Polda Metro Jaya, Sejumlah Kapolres dan Pejabat Utama Berganti

Jakarta, aktual.com – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Kembali melakukan mutasi dan promosi jabatan terhadap perwira tinggi (Pati) dan perwira menengah (Pamen) pada Desember 2025, termasuk di wilayah hukum Polda Metro Jaya yang tercantum dalam lima Surat Telegram (ST) mutasi yang diterbitkan pada 15 Desember 2025.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan bahwa mutasi tersebut merupakan bagian dari pembinaan karier, penyegaran organisasi, serta upaya penguatan kinerja Polri dalam menjawab tantangan tugas ke depan.

“Mutasi merupakan hal yang wajar dalam organisasi Polri. Selain sebagai bentuk pembinaan karier, ini juga dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme serta optimalisasi pelayanan kepada masyarakat,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (20/12).

Secara keseluruhan, mutasi Desember 2025 ini juga mencakup 50 personel Pati dan Pamen dalam kategori khusus, 79 personel yang berangkat pendidikan, serta 11 personel yang memasuki masa pensiun.

“Melalui mutasi ini, Polri berharap kinerja organisasi semakin solid, adaptif, dan mampu memberikan perlindungan serta pelayanan terbaik bagi seluruh lapisan masyarakat,” kata Trunoyudo.

Berikut sejumlah Pamen dan Pati di wilayah hukum Polda Metro Jaya:

Kapolres Metro Jakarta Pusat yang sebelumnya dijabat oleh Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro digantikan oleh Kombes Pol Reynold E.P Hutagalung, Kapolres Metro Jakarta Selatan yang sebelumnya dijabat oleh Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly digantikan oleh Kombes Pol I Putu Yuni Setiawan.

Kombes Pol Yully Kurniawan yang sebelumnya menjabat sebagai Dirsamapta Polda Metro Jaya digantikan oleh Kombes Pol Wahyu Dwi Ariwibowo, Dirpolairud Polda Metro Jaya yang sebelumnya dijabat oleh Kombes Pol Joko Sadono digantikan oleh Kombes Pol Mustofa yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolres Metro Bekasi, sementara Kapolres Metro Bekasi saat ini dijabat oleh Kombes Pol Sumarni, sedangkan Kombes Pol Rita Wulandari Wibowo diangkat dalam jabatan baru sebagai Direktur Reserse PPA dan PPO Polda Metro Jaya.

Sejumlah jabatan wakil direktur di lingkungan Polda Metro Jaya juga dilakukan mutasi, seperti Wadirintelkam Polda Metro Jaya yang dijabat oleh AKBP Febri Isman Jaya, digantikan oleh АКВР Eka Baasith Syamsuri, Wadirreskrimum AKBP Putu Kholis Aryana digantikan oleh AKBP Danang Setiyo Pambudi Sukarno, kemudian Wadirreskrimsus Polda Metro Jaya yang sebelumnya dijabat oleh AKBP Indrawienny Panjiyoga diganti oleh AKBP Martuasah Hermindo Tobing yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok.

AKBP Fian Yunus yang sebelumnya menjabat sebagai Wadirressiber Polda Metro Jaya diangkat dalam jabatan baru sebagai Penata Kebijakan Kapolri Madya Tingkat III Polda Metro Jaya, begitu juga dengan Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya AKBP Reonald Truly Sohumuntal Simanjuntak diangkat dalam jabatan baru sebagai Penata Kebijakan Kapolri Madya Tingkat III Stamaops Polri.

Selanjutnya Kapolres Tangerang Selatan yang dijabat oleh AKBP Victor Daniel Henry Inkiriwang diganti oleh AKBP Boy Jumalolo, Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta yang sebelumnya dijabat oleh Kombes Pol Ronald Fredy Sipayung digantikan oleh AKBP Wisnu Wardana.

Begitu juga dengan sejumlah wakapolres di wilayah hukum Polda Metro Jaya, seperti AKBP Tri Suhartanto yang menjabat sebagai Wakapolres Metro Jakarta Barat diganti oleh AKBP Rezi Dharmawan, Wakapolres Metro Jakarta Timur yang sebelumnya dijabat oleh AKBP Agung Nugroho diganti oleh AKBP Achmad Akbar, Wakapolres Metro Jakarta Selatan yang dijabat oleh AKBP Kade Budiyarta digantikan oleh AKBP Hendro Sukmono, sedangkan Wakapolres Metro Jakarta Pusat yang sebelumnya dijabat oleh AKBP Budi Prasetya digantikan oleh AKBP Eko Yulianto, selanjutnya Wakapolres Metro Jakarta Utara yang sebelumnya dijabat oleh AKBP James H. Hutajulu diganti oleh AKB Rohman Yonky Dilatha.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Prabowo Sebut Pariwisata Penyumbang Devisa Terbesar bagi Indonesia

Jakarta, aktual.com – Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar yang harus dioptimalkan untuk memperkuat perekonomian nasional.

Dalam pidato pelaksanaan akad massal rumah subsidi dipantau melalui Youtube Sekretariat Presiden di Jakarta, Sabtu (20/12), Prabowo mengatakan salah satu upaya mendongkrak devisa dari pariwisata harus dimulai dari hal mendasar, yakni menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan di seluruh daerah.

“Salah satu penghasil devisa uang yang paling bagus adalah pariwisata. Bagaimana kita berharap wisatawan asing datang ke Indonesia kalau kota-kota kita kumuh, desa-desa kita tidak bersih,” ujar Prabowo.

Presiden menilai, citra kota dan desa yang bersih menjadi faktor penting untuk menarik wisatawan mancanegara. Tanpa lingkungan yang tertata dan nyaman, Indonesia akan sulit bersaing dengan negara lain.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Prabowo berencana mengumpulkan seluruh kepala daerah setelah tahun baru guna membahas strategi penataan wilayah secara komprehensif.

Setiap provinsi dan kabupaten didorong untuk memiliki tim arsitektur yang bertugas membantu pemerintah daerah menyusun master plan penataan ibu kota provinsi dan kabupaten.

Master plan tersebut diarahkan untuk menciptakan kota yang bersih, indah, dan asri, sehingga mendukung daya tarik pariwisata nasional.

Menurutnya, jika penataan lingkungan dilakukan secara serius dan terencana, maka Indonesia dapat tampil sebagai destinasi unggulan dunia dengan citra “Beautiful Indonesia”, sehingga dapat mendorong peningkatan devisa dari sektor pariwisata.

“Bikin master plan kota yang bersih, yang indah, yang sangat asri. Nanti luar biasa dampaknya. Buat Indonesia menjadi beautiful, the beautiful Indonesia,” imbuhnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain