Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum Lusiana Sanato menilai seseorang dengan status kewarganegaraan ganda akan memiliki permasalahan jika dilihat dari sisi hukum perdata sehingga sebaiknya diakomodasi secara selektif di Indonesia.

“Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional kewarganegaraan ganda itu banyak sekali permasalahannya, seperti dalam hal status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seseorang berarti harus tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, mana yang harus diikuti,” kata Lusiana, di Jakarta, Minggu (21/8).

Kandidat doktor ilmu hukum dari Universitas Jayabaya itu mengatakan, kewarganegaraan ganda memang dapat memberikan manfaat perlindungan untuk warga negara Indonesia, khususnya terhadap anak-anak, dengan catatan jika diterapkan selektif.

Dia mencontohkan, peraturan kewarganegaraan ganda yang telah diatur dalam perundang-undangan Indonesia selama ini dengan kewarganegaraan ganda diperbolehkan bagi anak-anak yang lahir dari perkawinan campuran, hingga pada usia tertentu anak itu harus memilih salah satunya.

Sedangkan untuk kasus Archandra Tahar yang diberhentikan Presiden Jokowi dari posisi sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral lantaran yang bersangkutan diduga memiliki kewarganegaraan ganda, menurut Lusiana hal itu sudah tepat.

Lusiana mengatakan seseorang pejabat publik yang mempunyai dua paspor akan bertentangan dengan pasal 23 poin h, UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Kementerian Negara.

Dia berharap kasus Archandra tidak terulang kembali dan menjadi pelajaran dalam hal hukum tata negara di Indonesia.

“Harapan saya dalam kasus dwi kewarganegaraan agar seluruh rakyat Indonesia dapat menjaga kewibawaan negara dan institusinya,” ujar dia lagi.

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana sebelumnya menyatakan status dwi kewarganegaraan sebaiknya hanya diberikan kepada orang-orang yang memiliki kerumitan status kewarganegaraan, misalnya orang yang melakukan perkawinan campur atau beda negara, serta anak-anak Indonesia yang lahir di luar negeri.

Sedangkan untuk diaspora atau warga Indonesia yang telah menjadi warga negara asing, harus mengikuti prosedur perundang-undangan yang berlaku untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesianya kembali.

Menurut Hikmahanto, sesuai undang-undang, untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, seseorang harus bermukim selama lima tahun di Indonesia berturut-turut atau bermukim selama 10 tahun di Indonesia secara tidak berturut-turut, atau diberikan status kewarganegaraan Indonesia oleh pemerintah karena yang bersangkutan dianggap telah memiliki prestasi bagi Indonesia.

Hikmahanto juga sependapat bahwa legalitas kewarganegaraan ganda harus diterapkan secara selektif, sebab jika semua orang diperbolehkan memiliki kewarganegaraan ganda, Hikmahanto menilai akan banyak masalah terjadi di Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh: