Yogyakarta, aktual.com – Pakar perdagangan ekonomi dunia dan politik internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Riza Noer Arfani mengatakan, Indonesia perlu mengangkat penguatan komitmen ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN.

“Indonesia sangat bisa menyuarakan itu apalagi sekarang kita ketuanya dan ekonomi Indonesia juga terbesar di ASEAN, memiliki posisi yang kuat,” kata Riza di Yogyakarta, Selasa (9/5).

Komitmen ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia perlu diangkat sebagai salah satu pembahasan utama di KTT karena, menurut Riza, selama ini aktivitas perdagangan negara-negara kawasan masih berjalan sendiri-sendiri.

Beberapa negara ASEAN telah terintegrasi dengan rantai pasok (supply chain) dunia, khususnya di bidang industri manufaktur, namun sebagian negara anggota lainnya masih terbelakang dan belum terintegrasi.

“Yang terintegrasi dengan rantai pasok dunia lumayan maju bidang manufakturnya sehingga dapat nilai tambah yang cukup, sementara ada negara yang terbelakang karena tidak terintegrasi,” kata dia.

Sejumlah negara yang telah terintegrasi dengan rantai pasok dunia dalam bidang manufaktur antara lain Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, sedangkan Myanmar, Laos, dan Brunei belum terintegrasi.

“Yang telah terintegrasi dengan ekonomi global pun berjalan sendiri-sendiri misalnya Malaysia dengan China, Indonesia dengan China, Thailand dengan China akibatnya kita (negara ASEAN) tidak memiliki posisi tawar dalam ekonomi dunia,” kata dia.

Karena itu, Riza menuturkan cita-cita untuk menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia hanya bisa terwujud manakala terjalin kerja sama atau integrasi perdagangan antarnegara anggota yang saling menguntungkan.

Apabila komitmen itu terwujud, kata dia, integrasi perdagangan jangan hanya berhenti di level pemerintah, akan tetapi harus dilanjutkan di level industri, bisnis, bahkan di level komunitas antarnegara ASEAN.

“Saya kira kita perlu mengulang kesuksesan dulu pada tahun 70-an ketika ASEAN berhasil mendesain kerangka kerja sama bidang otomotif yang waktu itu mitra utamanya adalah Jepang,” kata dia.

Menurut dia, perlu disepakati peta jalan integrasi perdagangan yang jelas dengan mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimiliki masing-masing negara ASEAN secara merata.

Ia mencontohkan untuk produksi kendaraan listrik, masing-masing negara anggota bisa bekerja sama dan saling melengkapi dengan membuat setiap komponen yang dibutuhkan.

“Kalau produksi kendaraan listrik, Indonesia misalnya bisa produksi baterai, Malaysia komponen elektrik-nya, kemudian Thailand apanya, itu harus ada kesepahaman di antaranegara ASEAN sebelum kemudian negosiasi dengan negara-negara mitra seperti Jepang, Amerika, atau Uni Eropa,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Rizky Zulkarnain