Maulana Syekh Dr. Yusri Rusydi Sayyid Jabr al-Hasani berbincang dengan Ketua Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu' tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN) Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya saat bertemu sebelum Muktamar JATMAN XII di Pekalongan, Jawa Tengah, Minggu (14/1/2018) malam. Muktamar JATMAN ke XII di Pekalongan akan kedatangan puluhan ribu ulama dari nusantara dan dunia, juga akan kehadiran Presiden RI dan sejumlah Menteri kabinet kerja. Kabar kepastian hadirnya orang nomor satu di Republik Indonesia untuk membuka acara muktamar. AKTUAL/Tino Oktaviano

Maulana Syekh Yusri hafidzahullah Ta’ala wa ro’ah menjelaskan dalam pengajian Bahjat Annufusnya, bahwa tashawwuf adalah adab, maka semakin tinggi adab seseorang semakin tinggi pula tingkatan tashawwufnya. Adab disini adalah mencakup seluruh mu’amalah (interaksi) seorang muslim dengan Allah Ta’ala, baginda Nabinya, dan hubungannya dengan sesama manusia serta dengan semua alam semesta.

Diantara adab bermu’amalah antar sesama manusia adalah tidak merendahkan siapapun, orang muslim secara khususnya, dan manusia secara umumnya. Tidaklah seseorang merendahkan saudaranya, kecuali dirinya adalah orang yang hina, tambah Syekh Yusri.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala :

“وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا ”

yang artinya “Sesungguhnya telah kami muliakan anak Adam AS dan kami naikkan mereka di daratan dan lautan, dan telah kami karuniakan kepadanya akan kebaikan-kebaikan, serta kami jadikan mereka di atas banyak makhluk yang telah kami ciptakan dengan sebenar-benar meniggikan “(QS. Al Isra:70).

Orang kafir juga merupakan atsar dari pada Sifat dan fi’l (perbuatan) Allah Ta’ala, seperti halnya Sifat Al Mudzil yang artinya adalah Dzat yang Menghinakan, sebagaimana seorang muslim adalah atsar dari Sifat Al Mu’iz yang berarti Dzat yang Memuliakan, yang keduanya tersebut harus kita muliakan oleh karena sama-sama merupakan atsar dari Sifat dan Nama Allah yang baik.

Allah Ta’ala sendiri yang telah memuliakan semua anak Adam AS, dan kitapun diperintahkan untuk berakhlak dengan akhlak keTuhanan. Adanya orang kafir adalah menunjukkan dan menunjukkan kita kepada Allah sebagai Dzat yang Al Qahhar yang artinya Maha Memaksa, menjadikan adanya keimanan dan kekafiran di muka bumi ini.

Kekafiran adalah ayat akan kebesaran Sifat Kuasa Allah, serta kehendak Allah yang diatas segalanya. Allah telah berfirman :

“وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ ”

yang artinya “ Dan apabila Allah menghendaki maka Allah jadikan kalian sebagai umat yang satu, akan tetapi Allah akan menyesatkan orang yang Ia kehendaki, dan memberikan hidayah kepada siapa yang Ia kehendaki, dan sesungguhnya kalian akan ditanya tentang apa yang telah kalian lakukan “(QS. An Nahl:93).

Seandainya saja islam memerintahkan untuk membeci manusia yang kafir, maka islam tidak akan mengajarkan untuk berbakti kepada kedua orang yang tua yang berbeda agama dengan anaknya. Anak tetapi Allah berfirman:

“وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ”

yang artinya “ Dan jikalau mereka berdua (orang tua yang kafir) memaksamu untuk menyekutukanKu dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui, maka janganlah kamu ta’ati mereka, dan temanilah mereka berdua di dunia ini dengan baik “(QS. Luqman:15).

 

Kita diperintahkan untuk benci kepada kekafiran, bukan kepada orang kafir itu sendiri, sebagaimana kita benci kepada kemaksiatan bukan kepada orang yang melakukannya. Karena atas dasar inilah, baginda Nabi mampu mengislamkan bangsa Arab, menyelamatkan mereka dari gelapnya kekufuran. Seandainya saja baginda Nabi diperintahkan untuk membenci orang kafir itu sendiri, maka baginda sudah sejak dahulu mendoakan atas kehancuran mereka. Akan tetapi baginda Nabi selalu berdoa :

“ اَللّهُمَّ اهْدِ قَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لِا يَعْلَمُوْنَ”

yang artinya “ Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada umatku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui “.

Baginda Nabi SAW tidaklah pernah mendo’akan kehancuran kepada orang yang tidak beriman kepadanya, kecuali kepada orang-orang yang baginda Nabi ketahui dengan wahyu bahwa mereka adalah orang-orang yang akan mati dalam keadaan kafir. Adapun selain Nabi, maka siapapun tidak berhak untuk mendo’akan kehancuran dengan menyebutkan nama seseorang, sejahat apapun dia.

Pada suatu hari, sayidah Aisyah RA bertanya kepada baginda Nabi SAW, apakah ada hari yang melebihi kepedihan baginda Nabi ketika perang uhud, dimana para sahabat serta Hamzah asadullah sang paman Nabi menjadi para syuhada di jalan Allah?. Lalu bagindapun menjawab bahwa hari aqobah adalah hari yang lebih menyedihkan dari pada tragedi uhud, hingga akhirnya Malaikat Jibril turun kepadanya dan memberi tahukan bahwa Allah telah mengirimkan Malaikat gunung untuk melaksanakan apa yang menjadi perintah baginda Nabi SAW.

Malaikat gunung berkata kepada baginda Nabi SAW “ jikalau engkau menghendaki wahai Muhammad, maka akan saya hantamkan kedua gunung ini (gunung Abi Qubais dan gunung Al Ahmar di Mekah) kepada mereka” (HR Bukhari). Akan tetapi bagindapun menjawab:

“بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ”

yang artinya “ saya berharap Allah akan mengeluarkan dari keturunan mereka, orang-orang yang hanya menyembah kepadaNya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun “(HR Bukhari).

Hingga Malaikat gunungpun terheran dengan sifat kasih sayang baginda Nabi SAW terhadap makhluk Allah, dan dia berkata “ Maha benar Allah yang telah menamaimu dengan sebutan Ra’uf dan Rahim “. Seorang muslim hendaklah menjadi rahmah dimanapun ia berada, oleh karena dirinya adalah menjadi pengikut seorang Nabi yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta ini. Allah berfirman:

“وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين ”

yang artinya “ Dan tidaklah Kami utus engkau wahai Muhammad melainkan sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta”(QS. Al Anbiya:107).

Adapun mendo’akan kehancuran kepada orang-orang kafir secara umum, hal inilah yang diperbolehkan sebagaimana baginda Nabi mengajarkan kepada umatnya dengan berdo’a:

“اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيعَ الْحِسَابِ اللَّهُمَّ اهْزِمِ الأَحْزَابَ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ”

yang artinya “ Wahai Allah Dzat yang menurunkan kitab, wahai Dzat yang cepat penghitungannya, ya Allah kalahkan ahzab, ya Allah taklukkanlah dan goncangkanlah mereka”.(HR Bukhari).

Wallahu A’lam.

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin