• Tarik Ulur Kebijakan DMO Batubara

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, tergerusnya devisa akibat pembayaran bunga utang negara dan defisit ekpor-impor. Adapun diantara komoditas yang menyebabkan membengkaknya nilai impor yakni Bahan Bakar Minyak (BBM). Jokowi menekankan agar mandatori beralih ke biodisel harus berjalan sebagaimana mestinya, jika program ini berhasil, diperkirakan dapat menghemat devisa dari impor BBM sebesar USD21 juta per hari.

Kemudian untuk komoditas ekspor, pemerintah merencanakan menggenjot komoditas batubara. Komoditas ini diyakini dapat membantu penambahan cadangan devisa lantaran harga jual di pasar global sedang membaik. Pada Juli 2018 harga batubara acuan mencapai USD104,65 per ton. Pembahasan terkait hal ini berlangsung pada Jumat (27/7) di istana negara Jakarta dengan mengundang sekitar 45 pengusaha eksportir.

Rencana ini kemudian menuai polemik lantaran pemerintah akan melanggar undang-undang Minerba No 4 Tahun 2009 dengan mencabut kewajiban penjualan dalam negeri atau Domestik Market Obligation (DMO). Alokasi penjualan dalam negeri sebesar 25 persen dengan maksimal harga USD70 per ton ini, perlu diatur untuk memberi kepastian suplai terhadap PT PLN (Persero) sebagai eneragi primer Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Baca juga:http://www.aktual.com/tarif-listrik-dibakar-kenaikan-batubara

“Intinya kami mau cabut DMO itu seluruhnya,” kata Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan usai pertemuan dengan Presiden Jokowi (27/7).

Luhut menjelaskan, sebagai tunjangan bagi PLN, kelak pemerintah akan membentuk lembaga sejenis Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) untuk memungut dan menampung dana ekpor batubara dan diperuntukkan pengadaan energi primer PLN. Diketahui pada tahun ini kebutuhan batubara PLN diperkirakan mencapai 72 juta ton.

Terang saja rencana itu menuai penolakan dari publik karena cacat secara hukum dan dinilai penuh ketidakadilan dan ketidakpastian bagi PLN yang pada akhirnya akan berimbas pada kenaikan tarif listrik.

Yayasan Lembaga Konsume Indonesia (YLKI) mengatakan skenario yang dikembangkan oleh pemerintah malah memberatkan keuangan PLN. Lagi pula tegas Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi; pemungutan sumbangan ekspor dari pengusaha mengesankan hilangnya martabat PLN sebagai BUMN yang seakan mengemis kepada pengusaha, padahal tegas Abdi, negara ini punya kedaulatan atas hasil buminya.

“Endingnya memberatkan finansial PT PLN, dan kemudian berdampak buruk pada pelayanan dan kehandalan PT PLN kepada konsumen listrik. Wacana tersebut pada akhirnya akan menjadi skenario secara sistematis untuk menaikkan tarif listrik pada konsumen. Oleh karena itu wacana Menko Maritim untuk mencabut DMO batubara harus ditolak! Masa PLN disuruh ngemis ke pengusaha. Padahal batubara itu milik negara, pengusaha hanya biaya eksploitasi, lantar kenapa PLN tidak dapat kepastian yang ujungnya rakyat jadi korban,” pungkas Tulus.

Lantaran gelombang penolakan demikian masif, maka rencana itu dibatalkan oleh Presiden setelah rapat di Istana Bogor (31/7). Menteri ESDM, Ignasius Jonan menuturkan, sikap Presiden Jokowi konsisten dengan aturan yang ada.

“DMO Batubara, arahan Bapak Presiden diputuskan seperti sekarang (tidak berubah). Nggak ada perubahan, nggak ada PP baru,” kata, Ignasius Jonan usai rapat dengan Jokowi.

Baca selanjutnya…

  • Dampak Pencabutan Kewajiban DMO

    Artikel ini ditulis oleh:

    Dadangsah Dapunta