Pansus Angket KPKbakal menjadwalkan kunjungan ke tempat yang disebut sebagai rumah sekap milik KPK. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com-Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi ( Pansus Angket KPK) bakal menjadwalkan kunjungan ke tempat yang disebut sebagai rumah sekap milik KPK.

Kunjungan tersebut bertujuan untuk memastikan keberadaan rumah sekap yang diungkap oleh Niko Panji Tirtayasa, seorang saksi pada kasus yang ditangani KPK dan telah menjadi narasumber pansus KPK.

Menurut Anggota Pansus Angket KPK Mukhamad Misbakhun dalam hal ini pansus perlu memastikan apakah ada atau tidaknya rumah sekap itu. Lantaran Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuding jika pansus tak dapat membedakan istilah safe house (rumah aman) dan rumah sekap.

“Justru kami ingin tahu kebenarannya. Istilah rumah sekap itu berasal dari pengakuan Niko di depan Pansus Angket KPK. Sedangkan kalau benar safe house, mestinya KPK menggandeng LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban),” sebut Misbakhun, di Cibubur, Jakarta, Minggu (6/8).

Lebih lanjut dia mengatakan Niko ketika berbicara dengan Pansus Angket KPK mengaku dirinya telah disekap di sebuah rumah oleh penyidik. Dirumah sekap tersebut, Niko dikondisikan agar menuruti keinginan penyidik KPK.

Saat itu Misbakhun pun sempat bertanya ke Niko tentang alasannya memakai istilah rumah sekap.

“Karena Saudara Niko merasa disekap di sebuah rumah tanpa bisa berhubungan dengan pihak luar termasuk keluarga dan dijaga ketat oleh anggota kepolisian dari satuan Brimob,” sebut Misbakhun seperti pengakuan Niko.

Misbakhun menambahkan jika KPK memang memiliki safe house sebagai tempat perlindungan saksi, maka Niko sebenarnya bukanlah saksi yang mengetahui, melihat atau mendengar langsung peristiwa korupsi yang dilakukan Muchtar Effendi.

Bahkan, di rumah sekap tersebut Niko justru mengaku dipaksa untuk memberikan keterangan sesuai dengan arahan penyidik KPK dengan iming-iming uang dan liburan mewah dengan private jet, serta pembagian harta sitaan milik Muchtar Effendi.

“Pengondisian Niko Panji Tirtayasa sebagai saksi palsu adalah di rumah sekap tersebut. Niko juga dibuatkan KTP (kartu tanda penduduk) palsu oleh oknum penyidik KPK dengan nama Miko, Kiko dan Samsul untuk kepentingan di pengadilan,” sebut Misbakhun.

Misbakhun juga mengatakan, pada audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap KPK juga tidak ada anggaran untuk menyewa dan membiayai safe house.

Padahal, bendaharawan KPK seharusnya memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari penyewaan safe house dan melakukan potongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23.

Pada penjelasan Febri Diansyah soal safe house KPK, kata Misbakhun, tidak menggambarkan sebuah proses yang transparan dan akuntabel secara keuangan.

Karena itu kata dia KPK harus dapat menjelaskan asal dana yang dipergunakan untuk membiayai rumah sekap ataupun safe house, menyewa private jet, hingga membiayai liburan Niko.

“Sikap defensif yang diberikan KPK yang disampaikan oleh Juru Bicara Febri Diansyah ini sudah selayaknya membuat kita bersama berpikir kenapa. Apakah ada sesuatu yang harus ditutupinya?” kata Misbakhun.

Dia menegaskan, jika lembaga antirasuah itu terus bersikap defensif maka hal itu akan membuat Pansus Angket KPK terus bertanya-tanya.

“Apakah itu sikap untuk membela diri, pembenaran, atau untuk menutupi sesuatu yang kurang layak diketahui oleh publik?” kata Misbakhun.

Sebelumnya Juru Bicara KPK Febri Diansyah telah merespon pernyataan Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Masinton Pasaribu yang menyebut jika KPK memiliki rumah sekap untuk mengondisikan saksi palsu.

Rumah itu kata Febri sebagai rumah aman yang diberikan untuk para saksi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs