Pengamat Energi Yusri Usman, menjadi pembicara pada acara diskusi "Carut Marut Tata Kelola Migas dan Sumber Daya Mineral di Indonesia" di Warung Komodo, Jakarta, Sabtu (23/1/2016). Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disinyalir kembali akan memberikan izin rekomendasi perpanjangan ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia.

Jakarta, Aktual.com – Penetapan Undang-undang tentang Mineral dan Batubara (Minerba) Nomor 3 Tahun 2020 dinilai telah terbukti mengancam pasokan batubara PLN untuk kebutuhan pembangkit listriknya.

Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman mengatakan akibat hal tersebut stok kebutuhan listrik menjadi kritis, hanya untuk tiga hari.

“Inilah akibat dari hasil revisi UU Minerba itulah menyebabkan BUMN Tambang dan PLN kehilangan kesempatan memiliki tambang terminasi milik 7 tambang PKP2B,” kata Yusri dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (12/8).

Menurutnya, keamanan pasokan PLN pun ikut terganggu, di saat harga tinggi dan disparitas harga ekspor dan harga batubara untuk kelistrikan umum sangat lebar. Sehingga produsen lebih baik mengekspor dari pada memenuhi kewajiban DMO (Domestic Market Obligation).

Meskipun, lanjut Yusri, Kementerian ESDM menerbitkan surat keputusan Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 yang memberikan sanksi berupa denda hingga larangan ekspor bagi 34 produsen batubara yang tidak dapat memenuhi komitmen DMO, tapi tampaknya tidak akan menyelesaikan persoalan mendasar, adalah ketergantungan PLN sepanjang masa terhadap produsen.

“Padahal, jika mengacu pada UU Minerba nmr 4 tahun 2009 tentang Minerba, di pasal 75 ayat 3 jelas dikatakan setiap tambang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) dan KK (Kontrak Karya) yang berakhir kontraknya harus dikembalikan kepada negara, kemudian diberikan hak prioritas pengelolaan kepada BUMN dan BUMD,” ujar dia.

Yusri menyebut pasal krusial itulah sesungguhnya dibalik motif revisi UU Minerba tersebut, sehingga jika saat ini PLN mengalami kritis pasokan batubara, sesungguhnya merupakan buah dari kebijkan Pemerintah dan DPR yang tidak mengamodir kepetingan nasional jangka panjang, yaitu tidak taat dalam mengimplementasi makna pasal 33 UUD 1945 itu sendiri, menguasai cabang produksi penting harus dikuasai negara.

Sehingga ketentuan DMO selalu akan dilanggar pemilik tambang ketika harga batubara di pasaran internasional melambung tinggi, sementara harga beli PLN separuh harga pasaran internasional.

“Sehingga PLN menjadi korban dari kebijakan negara sendiri, krn Pemerintah dan DPR sepakat menghilangkan pasal krusial tersebut di UU Minerba Nomor 3 tahun 2020,” tuturnya.

Ia menegaskan bahwa secara jelas terlihat adanya perbedaan sikap pembelaan terhadap BUMN antara Rini Soemarno dengan Erick Tohir sebagai Menteri BUMN dalam menghadapi produk UU Minerba Nomor 3 tahun 2020.

“Jika Rini berani buat surat ke Presiden untuk menjaga kepentingan BUMN terkait tambang batubara, tetapi Erick Tohir terkesan cuek aja tuh. Apa karena perusahaan keluarganya memiliki tambang PKP2B juga?” tanya dia.

“Mengingat saat ini baru PT. Arutmin yang diperpanjang IUPK, semestinya perlu dievaluasi untuk pemilik PKP2B lainnya yang belum diterbitkan IUPK-nya,” tambahnya.

Yusri mengungkapkan agar keberpihakan kepada kepentingan Negara dapat diperkuat, seperti contoh Arutmin, yang justru telah menjadi IUPK yang malah melanggar DMO, ini menjadi pelajaran bagi Pemerintah dalam menetapkan keputusan perpanjangan setelah masa kontrak PKP2B habis bagi yang lain.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nusantara Network