Jakarta, Aktual.com – Definisi Korporasi menurut Dr Yenti Garnasih dalam sebuah artikel di surat kabar nasional, dapat dijelaskan sebagai badan hukum yang keberadaan dan kewenangannya untuk dapat atau berwenang melakukan perbuatan hukum diakui oleh hukum perdata.
Artinya hukum perdata lah yang mengakui keberadaan korporasi dan memberikannya hidup untuk dapat atau berwenang melakukan figur hukum. Demikian juga halnya dengan matinya korporasi itu diakui oleh hukum.
Sementara jika ditarik dengan konteks hukum pidana, korporasi mencakup pemaknaan yang memiliki arti luas. Korporasi menurut hukum pidana indonesia tidak sama dengan pengertian korporasi dalam hukum perdata.
Pengertian korporasi menurut hukum pidana, menurut dia bisa lebih luas daripada pengertian menurut hukum perdata. Menurut hukum perdata, subjek hukum, yaitu yang dapat atau yang berwenang melakukan perbuatan hukum dalam bidang hukum perdata, misalnya membuat perjanjian, terdiri atas dua jenis, yaitu orang perseorangan (manusia atau natural person) dan badan hukum (legal person).
Sehingga kemudian dapat dimaknai bahwa pengertian korporasi menurut hukum perdata ialah badan hukum (legal person). Namun dalam hukum pidana pengertian korporasi tidak hanya mencakup badan hukum, seperti perseroan terbatas, yayasan, koperasi, atau perkumpulan yang telah disahkan sebagai badan hukum yang digolongkan sebagai korporasi, menurut hukum pidana, firma, perseroan komanditer atau CV, dan persekutuan atau maatschap juga termasuk korporasi.
Selain itu yang juga dimaksud sebagai korporasi menurut hukum pidana adalah sekumpulan orang yang terorganisasi dan memiliki pimpinan dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum, seperti melakukan perjanjian dalam rangka kegiatan usaha atau kegiatan sosial yang dilakukan oleh pengurusnya untuk dan atas nama kumpulan orang tersebut. Artinya bahwa makna / pengertian dari Korporasi sangatlah luas, yang mana dapat lebih luas dari sekedar pengertian badan hukum itu sendiri
Sementara kehadiran partai politik sebagai wadah untuk memperjuangakan dan membela kepentingan politik masyarakat, bangsa dan negara. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 1 undang – undang nomor 2 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang – undang nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menjelaskan bahwa “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita – cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.”
Sehingga dengan demikian, meskipun sebenarnya esensi dan eksistensi partai politik bukan merupakan sebuah perusahaan yang menjalankan bisnis atau perdagangan, akan tetapi kedudukan Partai politik sebagai suatu Badan Hukum lah yang kemudian menjadi pemicu hadirnya pemaknaan Partai Politik sebagai suatu Korporasi.
Kini tulisan dari Doktor pertama pidana pencucian uang di Indonesia mei 2013 lalu tentang apakah Partai Politik bisa didefinisikan sebagai korporasi tengah diperdebatkan. Adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini tengah serius mencari sandaran hukum untuk mempidanakan partai politik dalam kasus korupsi. Sebab dari penyelidikan kasus dugaan suap PLTU Riau-1, komisi anti rasuah itu menemukan adanya aliran uang haram ke Partai Golkar, tepatnya saat Munaslub pelengseran Setya Novanto sebagai Ketua Umum yang selanjutnya menghasilkan Airlangga Hartanto sebagai pemimpin partai berlambang pohon beringin tersebut.
Menurut pimpinan KPK, Laode M Syarief saat ini belum ada persepsi yang jelas apakah Partai Politik bisa disamakan dengan korporasi. “Itu belum semuanya sama persepsinya, oleh karena itu KPK harus mengkaji lebih dalam lagi,” kata Syarif beberapa hari lalu.
Oleh karenannya KPK saat ini masih mempelajari lebih lanjut dan mengundang sejumlah pakar hukum terkait penggunaan Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi, terhadap partai politik.
“Berdiskusi apakah tanggung jawab pidana korporasi bisa juga dikenakan terhadap partai politik,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby