Jakarta, Aktual.com — Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykuruddin Hafidz mengatakan, ketimpangan yang terjadi di masyarakat belakangan bukan hanya dibidang ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

Ketimpangan juga terjadi pada proses pencalonan dalam Pilkada yang semestinya dapat bertarung diwilayah yang sama atau equal in the playing field.

‎”Disinilah yang kita sebut, semua pejabat publik baik Kepala Daerah, DPR, DPD, DPRD, BUMN, BUMD, TNI, POLRI dan PNS harus mundur dari semua jabatan yang disandangnya begitu ditetapkan sebagai pasangan calon,” tegasnya kepada Aktual.com, Senin (25/4).

Ditekankan JPPR, pejabat publik benar-benar harus bebas dari kekuasaan pada saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sebab jika tidak mundur secara permanen, calon bersangkutan berpotensi melakukan penyalahgunaan kewenangan, kebijakan, kesempatan, pengaruh, komando dan penggunaan fasilitas jabatan lainnya. Oleh karena itu wajib dicegah sekuat-kuatnya.

Selain itu, seringkali masyarakat tidak bisa membedakan mana uang publik milik rakyat dan mana kekayaan pribadi milik pejabat. Sementara penggunaan berbagai fasilitas daerah tidak diperkenankan digunakan saat berkampanye karena kegiatan tersebut bukan kegiatan pemerintahan yang dibiayai dari pajak yang rakyat bayar.

‎”Mengapa pejabat publik harus bebas dari kebijakan saat mencalonkan, karena seringkali kewajiban negara untuk memberikan hak kepada warga yang miskin seringkali justru digunakan sebagai alat kampanye calon,” ucap Hafidz.

“Program-program pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat, dipersonifikasi sedemikian rupa menjadi kebaikan pribadi dan digunakan untuk alat kampanye,” lanjut dia.

Pejabat publik yang nyalon, menurutnya harus ikhlas melepas status kepangkatannya secara permanen karena tongkat komando tidak akan serta merta sirna karena cuti sementara. Selain karena pejabat militer dan aparat keamanan memang harus bersih dari tindakan politik apapun.

‎Ditekankan pula bahwa menjadi kepala daerah bukan ajang mencari pekerjaan ataupun untuk memperbaiki nasib, tetapi komitmen menjadi pelayan publik dan memajukan daerah. Jika jabatan publik masih tetap disandang, kemudahan untuk mendapatkan sumbangan dari berbagai pihak yang berkepentingan akan terjadi.

“Kemudahan dalam mendapatkan dana inilah, menjadikan modal kampanye masing-masing calon berakhir timpang,” tutur Hafidz.

JPPR berharap adanya keadilan dalam penegakan hukum semakin dapat ditegakkan. Penegakan hukum akan jauh efektif, pasti dan berwibawa apabila semua peserta Pilkada tidak mempunyai posisi apapun dalam jabatan publik.

Artikel ini ditulis oleh: