Aktivitas proyek reklamasi di teluk Jakarta, Kamis (14/4). Dalam rapat kerja yang berlangsung Rabu (13/4), Komisi IV DPR dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sepakat agar proyek reklamasi Teluk Jakarta dihentikan. ANTARA FOTO/Agus Suparto/pras/ama/16.

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melarang pengembang membangun pulau buatan di Pantai Utara, lantaran DPRD menunda pengesahan Raperda RTR Kawasan Strategis Pantura.

“Mau enggak mau (pengembang dilarang melakukan pembangunan),” ujar Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (13/4).

Apabila pengembang masih ‘membandel’, bekas bupati Belitung Timur selama 17 bulan itu mengklaim bakal menyegelnya.

“Tetapi, kita enggak pernah bongkar karena ini urusannya ada pasal yang mengatur denda,” dalihnya. Namun, tak merinci hal tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan apa.

Ahok pun mengklaim, para pengembang yang telah mendapatkan izin pelaksanaan membangun pulau buatan takkan memasarkan propertinya.

“Dia (pengembang) enggak mungkin jual-beli,” ucapnya. Ahok berkilah, berdasarkan peraturan perundang-undangan, pemasaran properti dapat dilakukan ketika sudah ada nilai jual objek pajak (NJOP). Sementara, besarannya NJOP belum ditetapkan hingga kini.

Faktanya, pembangunan Pulau G (Pluit City) oleh PT Muara Wisesa Samudera (MWS) terus berlangsung hingga kini. Bahkan, penimbunan pasir terus dilakukan tanpa henti selama 24 jam.

“Suaranya terdengar hingga ratusan meter, karena saking kerasnya,” ujar Ketua DPW Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Muhammad Taher, kepada Aktual.com, terpisah.

Tak hanya itu, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land (APL) tersebut juga terus memasarkan berbagai properti yang ada di Pluit City. Hal ini, berdasarkan penelusuran Aktual.com, dilakukan setelah MWS mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi melalui SK Gubernur DKI No. 2238/2014 tertanggal 23 Desember 2014.

Pemasaran serupa dilakukan PT Kapuk Naga Indah (KNI) untuk Pulau D (Golf Island). Bahkan, hingga kini, anak perusahaan PT Agung Sedayu Grup (ASG) itu tengah dalam tahap membangun berbagai properti, baik perumahan, apartemen, ruko, hingga gedung pencakar langit.

Ini tentu bertentangan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI No. 88/2008. Sebab, untuk pemasaran, berdasarkan aturan ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum pengembang memperjualbelikan propertinya.

Misalnya, Pasal 1 ayat (1) mengamanatkan pengembang memenuhi beberapa administrasi perizinan seperti sertifikat hak atas tanah, surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT), rekomendasi Dinas Perhubungan DKI tentang kajian manajemen dan rekayasa lalu lintas.

Lalu, ketetapan rencana kota (KRK) dan rencana tata letak bangunan (RTLB), bukti permohonan ijin mendirikan bangunan (PIMB) dan kerangka acuan AM AL/UKL dan UPL, serta gambar rancangan sudah melalui sidang konsultasi TPAK dan sudah mendapat persetujuan atas gambar rancangan arsitektur yang telah lulus sidang TPAK.

Kemudian, Pada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) mengamanatkan pengembang tidak menampilkan secara visual produk yang berbeda dengan rencana desain produk yang akan diizinkan. Dan sekurang-kurangnya menunjukkan bukti kepemilikan tanah, SIPPT, KRK dan RTLB, serta PIMB dan kerangka acuan AMDAL/UKL dan UPL.

Artikel ini ditulis oleh: