Jakarta, Aktual.com — Praktisi Hukum Ikhsan Abdullah menilai jalannya sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR RI yang terbuka, telah merusak budaya hukum di Indonesia. Keterbukaan sidang atas pelaporan Menteri ESDM Sudirman Said itu juga melanggar etika.

“Sejak awal saya sampaikan, bahwa MKD sebagai Mahkamah Etik telah melanggar etik. Bagaimana tidak, sidang etik kok terbuka untuk umum, dimana etikanya?” tegas dia, saat dihubungi, Senin (14/12).

Disebutkan Ikhsan yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum MUI ini, dimanapun di seluruh organisasi apapun di dunia yang namanya Mahkamah Etik pasti jalannya persidangan bersifat tertutup. Disinggung bagaimana hal itu berlaku pada organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) hingga aparat penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Komite Etik dan beberapa organisasi lainnya.

“Namanya juga Mahkamah Etik. Anehnya lagi anggota Hakim Etik MKD memberikan keterangan pers setelah keluar dari persidangan. Ini menunjukkan tidak adanya pemahaman mengenai Etik dari Majelis MKD tersebut,” jelasnya.

Menurut dia, pembuktian dalam suatu persidangan kode etik mengenai apakah seseorang teradu itu terbukti atau tidak melanggar etika sebagaimana yang diajukan oleh pengadu adalah berbeda dengan pembuktian dalam suatu persidangan pidana dan peradilan perdata yang harus terbuka untuk umum.

“Yang harus terbuka untuk umum adalah pada saat membacakan Keputusan sidang MKD tersebut, jadi bukan proses dan persidangannya,” kata kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Jember ini.

Demi menjaga kewibawaan dan marwah MKD, saran dia, sebaiknya proses persidangan dilakukan secara tertutup. Lalu, hasil atau Keputusan MKD nantinya tetap disampaikan kepada masyarakat. Sebab telah menjadi hak publik untuk memperoleh informasi. Selanjutnya hasil sidang etik itu dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi penegak hukum seperti Polri, Kejagung dan KPK guna melakukan penyidikan.

Ikhsan menambahkan, bila MKD tidak mematuhi etika maka bukan saja melanggar etik itu sendiri. Akan tetapi, MKD juga telah menginjak-injak prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence). Melakukan praduga bersalah ini sangat merugikan nama baik seseorang dan merusak budaya Hukum.

Bila demikian halnya, maka seseorang yang bukan anggota DPR yang diminta hadir memberikan keterangan dalam sidang MKD tidak ada kewajiban untuk hadir. Karena tidak ada kewajiban dan tidak pula melanggar hukum dan MKD tidak akan pernah dapat menjatuhkan sanksi apapun karena ini wilayah etik.

Mengenai kehadiran beberapa anggota MKD ke Kantor Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Ikhsan menilai juga tidak etis dilakukan. Apalagi, Luhut rencananya akan dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di MKD DPR. Hal ini diatur sangat jelas, dengan penekanan hakim MKD tidak dibenarkan bertemu di tempat tertentu dengan seseorang yang akan diperiksanya.

Artikel ini ditulis oleh: