Pemerintah saat ini tengah menyiapkan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke sebuah lokasi baru di Kalimantan Timur, menurut rencana Presiden akan berkantor di IKN mulai Juli tahun ini. Keputusan ini tidak hanya menandai perubahan geografis yang signifikan tetapi juga memberikan kesempatan bagi perubahan besar dalam cara negara ini dikelola dan diarahkan ke masa depan yang lebih berkelanjutan.
Namun, dalam membangun Ibu Kota Nusantara (IKN), ada peringatan yang harus kita pertimbangkan: janganlah kita kembali pada cara-cara yang telah kita kenal selama era Orde Baru. Meskipun zaman itu telah berlalu, beberapa praktik dan kecenderungan yang terkait dengan pemerintahan otoriter masih berpotensi untuk muncul kembali jika tidak diwaspadai.
Salah satu keprihatinan utama adalah transparansi dan partisipasi publik. Selama era Orde Baru, keputusan penting seringkali dibuat dalam lingkungan yang tertutup dan tanpa keterlibatan yang memadai dari masyarakat umum. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan yang mendalam dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara melibatkan keterbukaan dan keterlibatan publik yang luas. Rencana pembangunan harus didasarkan pada kajian yang komprehensif dan transparan tentang dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi jangka panjang. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk memberikan masukan dan memberikan persetujuan atas keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan mereka.
Selain itu, perlu juga ditekankan bahwa pembangunan ini harus memperhatikan hak-hak asasi manusia dan keberlanjutan lingkungan. Proses pemindahan ibu kota tidak boleh mengorbankan hak-hak penduduk setempat atau merusak ekosistem alam yang penting. Sebaliknya, langkah-langkah harus diambil untuk memastikan bahwa penduduk lokal diberdayakan dan lingkungan hidup dilestarikan untuk generasi mendatang.
Keterlibatan swasta dalam pembangunan juga harus diatur dengan cermat untuk menghindari korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Investasi swasta dapat memberikan dorongan yang diperlukan bagi pembangunan, tetapi harus diawasi dengan ketat untuk memastikan bahwa kepentingan publik diutamakan dan bahwa keuntungan tidak diambil dengan merugikan masyarakat.
Terakhir, penting untuk diingat bahwa pembangunan ibu kota baru adalah kesempatan untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Hal ini membutuhkan pendekatan yang holistik yang memperhatikan tidak hanya infrastruktur fisik, tetapi juga pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Hanya dengan memperhatikan kebutuhan semua warga negara, kita dapat membangun masa depan yang kokoh dan berkelanjutan.
Jadi, dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan Ibu Kota Nusantara, mari kita belajar dari kesalahan masa lalu dan menjauh dari praktik-praktik yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa ibu kota baru ini bukan hanya menjadi simbol kemajuan fisik, tetapi juga representasi dari semangat inklusivitas, transparansi, dan keadilan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
(Redaksi Aktual)