Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan) memberikan keterangan pers di Gedung Kemenlu, Pejambon, Jakarta, Senin (11/7). Menlu mengatakan Pemerintah terus melakukan upaya pembebasan tujuh anak buah kapal (ABK) yang disandera kelompok Abu Sayyaf serta melakukan koordinasi lebih lanjut tentang tiga WNI yang diculik oleh lima anggota kelompok bersenjata di Lahad Datu, Sabah, Malaysia pada Sabtu (9/7) malam. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/Spt/16.

Jakarta, Aktual.com – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa Indonesia terus memantau kondisi suku Rohingya di Myanmar.

“Yang jelas, bahwa kita memantau dari dekat semua perkembangan yang ada di Rohing State,” kata Retno di Lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (21/11).

Menlu menegaskan bahwa pihaknya terus memantau informasi dan tugas Kementerian Luar Negeri langsung meminta klarifikasi mengenai kebenaran dari informasi informasi tersebut.

“Pagi ini dirjen Asia Pasifik Afrika melakukan pertemuan dengan duta besar Myanmar yang ada di Jakarta. Sekali lagi kita menyampaikan pentingnya bagi pemerintah Myanmar untuk menyampaikan informasi mengenai situasi yang ada di Rakhine State (myanmar),” ungkapnya.

Retno mengungkapkan perundingan di tataran bilateral, Indonesia bersama dengan pemerintah Myanmar sudah mulai dilakukan sejak sebelum pemerintah yang sekarang.

“Sejak dari dulu kita selalu meng-‘engage’ pemerintah Myanmar memberikan ‘capasity building’, memberikan bantuan teknis untuk isu-isu yang dinilai sangat penting dan besar untuk kebutuhan pemerintah Myanmar untuk meningkatkan situasi keamanan dan kesejahteraan di Rakhine State,” kata Retno.

Menlu mencontohkan pemerintah Indonesia sudah lebih dari 10 kali bekerja dengan pemerintah Myanmar melakukan “capasity building” untuk isu yang terkait dengan “good governence”, demokrasi, HAM, desentralisasi, dan sebaginya.

“Kita hanya ‘share’ (bagi) informasi bahwa kita (Indonesia) pernah menghadapi situasi yang juga moralize sama dengan myanmar. Tapi kita bisa mentransformasikan menjadi sebuah negara yang demokratis,” kata Retno.

Selain itu, kata Retno, Indonesia juga telah membangun empat sekolah di Rahine State guna terlibat dalam pengembangan atau pembangunan fasilitas pendidikan untuk semua.

Retno juga mengungkapkan Indonesia juga melakukan bekerja sama dengan pemerintah Myanmar untuk penyediaan alat alat atau fasilitas kesehatan.

“Bicara kebutuhan dasar sebuah komunitas, maka pendidikan dan kesehatan menjadi salah satu kuncinya dan itu dilakukan oleh Indonesia bersama beberapa LSM membangun Rakhine State yang inklusif. Kunci inklusif ini penting sekali,” kata Retno.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid