Ratusan karyawan melakukan aksi mogok kerja di pelabuhan bongkar muat di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (28/7/2015).

Jakarta, Aktual.com — Serikat Pekerja PT PT Jakarta International Container Terminal (JICT) meminta agar pemerintah segera memecahkan persoalan perpanjangan konsesi dengan Hutchinson Port Holding (HPH).

“SP berharap agar masalah JICT tidak berlarut-larut, pemerintah segera menangani masalah penjualan aset bangsa ini dengan menempatkan kepentingan bangsa di atas segala-galanya,” kata Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Sofyan dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (7/8).

Nova meminta kepada Menko Kemaritiman, Menko Perekenomian, Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN untuk mengambil langkah tegas dan bijaksana terkait proses penjualan JICT ke HPH.

“Kami meminta agar dihentikan dan ditinjau kembali sehingga ditemukan solusi yang membawa manfaat sebasar-besarnya bagi masyarakat luas,” katanya.

Masa berakhir konsesi dengan HPH adalah 2019, untuk itu, lanjut dia, proses penataan konsesi ini bisa dilakukan secara berhati-hati.

Nova juga meminta kepada Direktur PT Pelindo II RJ Lino untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dinilai memperkeruh masalah.

Hal itu karena, menurut Nova, pihaknya tidak pernah melakukan sabotase sebagaimana yang dituduhkan Lino.

“Yang terjadi pada 28 Juli 2015 adalah aksi solidaritas para pekerja di JICT sebagai respon atas pemecatan secara sewenang-wenang dua anggota SP malam sebelumnya,” katanya.

Dia menilai pemecatan tersebut dilakukan tanpa alasan dan tanpa melalui prosedur peraturan perundangan yang benar.

“Adalah Kapolda Metro Jaya yang harus turun tangan untuk meminta Lino patuh para peraturan perundangan. Begitu Lino bersedia patuh pada peraturan perundangan, anggota SP kembali bekerja,” katanya.

Nova berpendapat apa yang dilakukan Lino cenderung berpihak kepada asing tanpa mengikuti ketentuan UU Pelayaran 2008 yang menyatakan pemberian konsesi seharusnya memperoleh persetujuan Menteri Perhubungan.

“Dalam pandangan SP, JICT adalah sebuah aset negara yang memiliki manfaat ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia,” katanya.

Dia menambahkan kalau pun ada gagasan untuk melibatkan pihak asing dalam hal kepemilikan dan pengelolaan, itu harus dilakukan dengan cara berhati-hati, membawa manfaat terbesar bagi bangsa Indonesia dan tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.

Nova juga mengimbau seluruh elemen masyarakat bersatu membangun Indonesia dengan niat tulus dan berkomitmen pada kepentingan bangsa, tidak kepada asing.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan pihaknya memerintahkan Pelindo II untuk tidak meneruskan kontrak konsesi tersebut agar bisa dikelola sendiri dan tidak bergantung pada asing.

Jonan menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, meskipun pelabuhan lama harus ada kontrak konsesinya.

“Walaupun itu milik BUMN harus ada kontrak konsesinya, kalau tidak, diubah saja undang-undangnya, di Singapura juga tidak ada perusahaan memiliki pelabuhan seumur hidup,” katanya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino mengatakan perpanjangan kontrak konsesi tersebut karena sebelumnya telah dilakukan amandemen kerja sama dengan pertimbangan bahwa beberapa fasilitas dan infrastruktur yang di JICT perlu ditingkatkan.

Lino menambahkan peningkatan tersebut dilakukan agar JICT dapat bersaing dengan Terminal New Priok yang dikelola oleh operator global lainnya.

“Hal ini tidak mungkin akan dilakukan apabila kerja sama tersebut berakhir 2019 dan tidak diperpanjang,” katanya.

Di samping itu, lanjut dia, kerja sama tersebut dinilai memberikan kepastian kepada karyawan untuk tetap bekerja selama 20 tahun ke depan dengan hak-hak yang berlaku sesuai ketentuan.

Artikel ini ditulis oleh: