Selain mempelajari sistem Pemilu Malaysia yang tengah menjadi fenomena hari ini, masih terpecahnya koalisi oposisi jelang pemilihan presiden 2019 tidak luput dari perhatian publik. Menyusul , keberhasilan Mahatir Muhammad (92) menumbangkan petahana , lantaran bergabungnya koalisi oposisi melawan kelompok pemerintah.

Terlepas dari dinamika yang terjadi pada Pemilu Malaysia itu, Koordinator Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma dalam keterangannya, Kamis (10/5), berharap partai-partai oposisi di Indonesia hendaknya belajar dari apa yang terjadi pada Pemilu Malaysia tersebut.

“Jika ingin merebut kekuasaan, partai-partai oposisi di Indonesia harus belajar dari Mahathir, terutama tentang bagaimana mempersatukan diri demi meraih tujuan yang sama,”sebut Lieus.

Sebab, kata Lieus, bagaimanapun kemenangan pihak oposisi ini tidak bisa dilepaskan dari peran Mahathir sebagai tokoh kharismatik dalam sejarah perpolitikan di Malaysia.

“Mahathir berhasil meyakinkan rakyat Malaysia untuk berani melakukan perubahan bersama calon-calon anggota parlemen yang berasal dari koalisi Pakatan Harapan,” tandasnya.

Tidak hanya itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meyakini kalau peta politik di Indonesia, bisa saja berjalan seperti di Malaysia. Dimana petahana dikalahkan oleh Mahatir Mohammad dalam pemilihan umum (Pemilu) yang kemarin baru digelar.

“Indonesia, akan memiliki pemimpin baru tahun depan dengan sosok yang lebih mengerti perasaan masyarakat, dan mewakili perasaan yang tidak terkatakan. Pemerintahan Jokowi, cukup sampai di sini,” kata Fahri dalam pesan singkat yang diterima wartawan, Sabtu (12/5), kekuasaan yang ada di Indonesia sekarang ini, dengan koalisi pemerintah akan tumbang di 2019 mendatang.

“Indonesia, akan memiliki pemimpin baru tahun depan dengan sosok yang lebih mengerti perasaan masyarakat, dan mewakili perasaan yang tidak terkatakan. Pemerintahan Jokowi, cukup sampai di sini,” tambahnya.

Politikus PKS itu juga menilai,  kemenangan itu sekaligus menjadi peringatan bagi pemerintahan Jokowi. “Jadi sekali lagi kemenangan Mahathir dan kawan-kawan peringatan keras bagi pemerintah di Indonesia, agar berhati-hati membaca perasaan dan aspirasi masyarakat,” ujar dia.

Menurut Fahri, kemenangan Pakatan Harapan sebagai oposisi menunjukkan bahwa perubahan politik bisa berlangsung lebih cepat. Bahkan, kekuasaan yang begitu kuat dan mengontrol jalannya negara, bisa tumbang dalam waktu yang sangat singkat.

“Hal itu semakin mungkin terjadi dalam kekuasaan yang belum terlalu kuat, seperti kekuasaan Jokowi saat ini. Dan, kekalahan Najib bisa juga terjadi jika pemerintah di Indonesia tidak berhati-hati membaca perasaan dan aspirasi masyarakat. Kalau tidak, gejala tumbangnya pemerintahan sudah nampak di depan mata. Jadi waspada lah,” ketus anggota DPR dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu lagi mengingatkan.

Senada dengan rekan kerjanya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, kemenangan Mahathir menjadi inspirasi bagi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di pemilihan presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Menurutnya hal tersebut menandakan bahwa di dalam politik apa pun bisa terjadi.

Ia juga menganggap apa yang terjadi di Malaysia juga akan terjadi di Indonesia. Kemenangan tersebut tutur dia, menunjukkan bahwa oposisi juga mempunyai peluang yang besar untuk berkuasa.

“Ini juga menunjukan usia tidak menjadi hambatan di dalam berpolitik, yang paling penting adalah kapasitas dan kapabilitasnya,” kata Fadli, di Jakarta, Jumat (11/5).

Pria yang kini menjabat sebagai wakil ketua DPR tersebut membandingkan kondisi Malaysia yang serupa dengan kondisi Indonesia saat ini. Bahkan, ia menilai permasalahan yang ada di Indonesia lebih banyak.

“Ya, ini isunya bukan hanya korupsi, Tenaga kerja asing, kemudian janji-janji yang tidak ditepati, macam-macam lebih banyak lagi. Daripada yang di situ (Malaysia) list-nya di sini bisa lebih banyak lagi,” katanya.

Maka menurutnya tidak heran jika banyak masyarakat yang tidak puas dengan pemerintahan saat ini dan menghendaki pergantian presiden di 2019. Hal itu ia buktikan ketika dirinya datang ke daerah-daerah.

“Hawanya dimana-dimana saya datang ke berbagai tempat 2019 ganti prsiden,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris mengatakan pernyataan politikus oposisi dalam negeri (Indonesia) jika peristiwa politik di Malaysia akan ‘merembet’ ke Indonesia jelas sulit terjadi. Selama, sambung dia, kinerja pemerintahan Jokowi berjalan dengan baik.

“Politik itu tidak bekerja di ruang hampa. Masak apa yang terjadi di negara tetangga disebut bisa merembet begitu saja, tanpa melihat faktor-faktor yang terjadi di belakangnya, seperti kinerja pemerintahan, efektivitas oposisi, dan sebagainya,” kata Charles.

Charles mengklaim, oposisi terancam tidak laku manakala kinerja pemerintahan Jokowi-JK semakin memuaskan rakyat. Apalagi jika kritik-kritik yang dilancarkan oposisi tidak substantif dan tidak rasional. Salah satu kritik yang tidak rasional, ujar politikus PDI Perjuangan itu, adalah politisasi isu SARA, seperti yang kerap diangkat UMNO dan PM Najib ketika berkampanye.

“Politisasi isu SARA terbukti tidak memiliki tempat dalam perpolitikan Malaysia dan terbukti tidak efektif mendulang suara, karena masyarakat Malaysia sudah cerdas,” ujarnya.

Charles yakin politisasi isu SARA juga tidak akan terjadi dan tidak akan berpengaruh dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 di Indonesia.

“Karena publik Indonesia semakin cerdas, dan sudah paham efek destruktif politisasi isu SARA yang pernah terjadi,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang