Jakarta, Aktual.com — Lambatnya pencairan anggaran yang bersumber dari APBD diperuntukkan bagi Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Pilkada serentak di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan dinilai, menghambat pengawasan pelanggaran pemilu.

“Sejumlah perangkat Panwaslu terpaksa harus bekerja sosial karena biaya operasional, honor dan lainnya belum dicairkan pemerintah setempat,” kata Ketua Panwaslu Kabupaten Bulukumba Andi M Amin di Makassar, Kamis (8/10).

Dia mengaku terpaksa harus memutar otak agar proses pengawasan bisa berjalan salah satunya mengadaikan emas di penggadaian, untuk menutup biaya honor perangkat panwaslu di tingkat desa, kelurahan kecamatan dan staf non PNS di Panwas Kabuaten.

“Salah satu jalan agar pengawasan tetap jalan beberapa anggota panwas mengadai emas di pengadaian untuk menutupi kekurangan lainnya,” ujar dia.

Usai diskusi dengan tema ‘Pemilu Berintegritas’ bersama tim dari KPK dan KPU Sulsel serta Bawaslu di kantor KPU Provinsi setempat, kata Amin, hal itu terpaksa dilakukan agar tahapan Pilkada bisa berjalan.

“Sejak April-Juli anggaran belum turun, padahal pengawasan jalan. Nanti setelah Juni baru turun namun tidak sepenuuhnya. Kemudian anggaran tersendat lagi pada Agustus sampai sekarang dan terpaksa kami lagi-lagi ‘puasa’,” kata dia.

Dia mengaku sempat mengambil uang pinjaman dari rentenir senilai Rp 20 juta untuk digunakan biaya operasional ke Jakarta guna menyelesaikan sengketa Bakal calon bupati dan wakil bupati Bulukumba.

Untuk anggaran Panwaslu Bulukumba sendiri, jelasnya, anggaran Pilkada 2015 mencapai Rp 2,2 miliar dan tambahan anggaran pada Pilkada 2016 mencapai Rp 2 miliar dengan total keseluruhan Rp 4,2 miliar.

Untuk jumlah pengawas mulai tingkat kecamatan ada 30 orang, PPL di tingkat kelurahan/desa 136 orang, pengawas di TPS 663 orang dan ditambah tiga dari Panwaslu Kabupaten.

Kejadian serupa juga dialami Panwaslu Kabupaten Barru. Pencarian anggaran untuk pengawasan Pilkada serentak juga terlambat dan terpaksa harus meminjam uang dari sumber lain.

“Saya sempat meminjam uang Rp 300 juta, namun belum digunakan karena setalah dihitung anggaran tersebut tidak cukup. Sampai saat ini uang tersebut masih utuh di rekening,” kata Ketua Panwaslu Kabupaten Barru Abdul Mannan usai diskusi.

Dia mengatakan untuk anggaran hingga saat ini yang baru diterima Rp 700 juta, padahal yang harus diterima daari anggaran APBD sebesar Rp 1,8 miliar untuk Pilkada serentak 2015 dan tambahan pada APBD Perubahan untuk Pilkada 2016 Rp 2 miliar dengan total keseluruhan Rp 3,8 miliar.

“Seharusnya serapan anggaran untuk saat ini dalam tahapan mencapai 60 persen, namun faktanya belum sampai kesitu. Anggaran yang dipakai baru Rp 700 juta itupun digunakan mulai April sampai Juni 2015, selebihnya belum cair sampai sekarang,” katanya.

Kendati anggaran tersebut ada di Pemda setempat, tetapi pencairan dinilai lambat dan tentu akan menghambat proses pengawasan dalam tahapan Pilkada serentak pada 9 Desember 2015.

“Alasannya ada perubahan aturan sehingga pencairan terhambat. Kalau sampai pertengahan Oktober belum dicairkan maka tim yang dibawah akan menyurati pemda bahwa tidak siap menghadapi pilkada atau dengan kata lain tidak akan fokus melakukan pengawasan,” ujar dia.

Diketahui jumlah pengawas TPS di Barru mencapai 423 orang sesuai jumlah TPS, PPL 55 orang, Panwas Kecamatan 21 orang dan Panwaslu Kabupaten tiga orang.

“Bagaimana kami bisa menjaga intergritas pemilu kalau masalah anggaran pengawasan saja tidak bisa sejalan dan pencairan lambat. Saat ini semua tim pengawas termasuk saya masih menggunakan biaya pribadi bahkan ada dua Panwascam sudah mengundurkan diri,” kata Mannan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu