Menkeu Sri Mulyani (tengah), Gubernur BI Agus Martowardojo (kiri) dan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso (kanan), mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/2). Rapat tersebut membahas penjelasan pemerintah atas RUU AFAS sekaligus tanggapan fraksi-fraksi, serta pengambilan keputusan terhadap besaran premi restrukturisasi perbankan. Foto : Tedy Kroen/Rakyat Merdeka

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Ekonomi Politik Lingkar Studi Perjuangan (LSP), Gede Sandra mengatakan bahwa pemerintah Indonesia pada era 2006-2010, di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani, telah melakukan kebijakan yang merugikan Keuangan Negara.

“Sebagai pejabat yang paling berwenang untuk menerbitkan surat utang (bond) atas nama Republik Indonesia, Sri Mulyani telah memasang bunga imbal hasil (yield) ketinggian bila dibandingkan dengan bond yang diterbitkan negara sekawasan yang rating investasi atau resiko ekonominya mirip Vietnam dan Filipina,” katanya, ditulis Selasa (29/1).

Gede mengatakan bahwa Yield yang dimaksud adalah rata-rata yield dari bond bertenor 10 tahun yang diterbitkan sepanjang tahun 2006 hingga 2010.

“Dengan Filipina yang rating-nya relatif sama, bond Indonesia memiliki selisih yield lebih tinggi 3,28%. Sedangkan dengan Vietnam yang ratingnya relatf lebih di bawah, bond Indonesia masih memiliki selisih yield lebih tinggi 2,87%,” kata Gede.

Berdasarkan data-data, Gede melanjutkan bahwa pihaknya telah melakukan penghitungan kerugian pada 30 fixed coupon bond yang diterbitkan Kementerian Keuangan Republik Indonesia selama Sri Mulyani menjabat yang terbagi menjadi 23 coupon bermata uang Rupiah dan 7 bond bermata uang Dollar AS.

Artikel ini ditulis oleh: