Ilustrasi-Kilang Minyak

Invasi Rusia ke Ukraina sudah hampir memasuki dua pekan. Namun tanda-tanda perang akan berakhir belum juga muncul hingga saat ini. Berharap mendapatkan bantuan bala tentara dan amunisi dari NATO agar bisa memberikan perlawanan sampai sekarang pun belum kunjung datang.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam pesan video via Telegram Times of Israel pada hari Minggu lalu juga sudah menyampaikan dengan meluapkan kemarahannya kepada NATO. Dia menuduh aliansi barat itu menginginkan orang-orang Ukraina dibunuh pelan-pelan karena tidak bertindak melawan Rusia.

Ukraina seperti boneka kesayangannya NATO yang dicampakkan begitu saja. Ibarat pepatah “Habis Manis Sepah Dibuang”. Ibarat Pelacur, sudah dipakai Jasanya, lalu ditinggal begitu saja oleh Pemakainya. Mau balik ke Rusia malu, Tak balik Negara tambah pilu. Ancaman Putin terhadap NATO benar-benar menakutkan, sehingga membiarkan Ukraina seperti Sampah.

Perekonomian Dunia makin tak karuan belakangan ini. Banyak negara-negara berkembang yang terdampak akibat kebrutalan Rusia dalam menginvasi tetangganya Ukraina. Harga minyak dunia melonjak tajam hingga menyentuh $130 per barel. Mengalami kenaikan hingga $50 sejak sebelum perang.

Harga Emas, Nikel, dan Komoditas lainnya ikutan mengalami lonjakan yang begitu parah. Negara-negara Barat akan menghadapi harga minyak melonjak lebih dari 300 dolar AS per barel jika ancaman penutupan pipa gas utama Rusia-Jerman dan memotong pasokan energi dari Rusia benar-benar dilakukan.

Ekonom Indef, Eisha M Rachbini mengatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di 2022 berpotensi melebar karena adanya konflik antara Rusia dengan Ukraina yang membuat harga komoditas dunia terkerek naik menjauh dari asumsi APBN.

Kenaikan harga minyak dan gas dunia akan memberatkan APBN karena subsidi energi diperkirakan akan naik, terutama subsidi untuk LPG 3 kg dan subsidi listrik. Setiap kenaikan $1 per barel akan meningkatkan anggaran subsidi LPG sekitar Rp1,47 triliun, subsidi minyak tanah Rp49 miliar, kompensasi kepada Pertamina Rp2,65 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp295 miliar.

Sementara di sisi pendapatan negara, kemungkinan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya akan naik masing-masing sebesar Rp0,8 triliun dan Rp2,2 triliun sehingga defisit tetap berpotensi melebar.

Utang pemerintah juga akan mengalami tekanan seiring dengan peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembangunan infrastruktur. Realokasi dan refocusing anggaran dinilai tidak akan cukup di tengah masih tingginya pembiayaan untuk penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi.