'Jakarta Tanpa Ahok' (Foto: Munzir)

Jakarta, Aktual.com – Sejumlah pengurus Rukung Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) se-Tanah Abang, Jakarta Pusat, melontarkan kritik keras atas kebijakan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mulai dari uang operasional, qlue, hingga kewenangan memecat.

Kegusaran para pengurus RT/RW se-Tanah Abang salah satunya berasal dari Keputusan Gubernur (Kepgub) No. 903/2016 yang mengatur tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi RT/RW.

Dimana pengurus RT/RW diwajibkan melaporkan kejadian, kondisi, kegiatan di wilayah mereka lewat aplikasi Qlue, sebuah aplikasi yang terkait dengan program Jakarta Smart City.

Ketua Forum RT/RW Tanah Abang Agus Iskandar anggap kewajiban melapor ke Qlue minimal tiga kali sehari dan satu foto dibayar Rp12,5 ribu, itu sangat menghina. “Karena kita dibikin kaya budak. Kita ini bukan budaknya Ahok,” kata dia, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (15/5).

Mewakili rekan-rekan RT/RW lainnya di Tanah Abang, Agus yang menjabat sebagai Ketua RW 12 Kebon Melati, Tanah Abang itu mendesak Kepgub itu dicabut.

Tidak hanya itu, mereka juga merasa gerah dengan mulai ikut campurnya Lurah dalam pemilihan RT/RW. Yang diatur oleh Peraturan Gubernur (Pergub) No. 1/2016 terkait Pedoman RT dan RW. “Kita (merasa) sangat diobok-obok,” ucap Agus.

Padahal, ujar dia, RT/RW merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang dipilih masyarakat. Sehingga menganggap tidak tepat ketika pemerintah lewat lurah bisa turun tangan lakukan pemberhentian. “Di SK Gubernur itu lurah bisa berhentikan kita. Padahal dulu yang namanya kelurahan cuma jadi peninjau,” ujar Agus.

Namun patut dicatat, di aturan baru itu pula mulai ada biaya operasional untuk RT/RW. Untuk pengurus RT per bulannya mencapai Rp975 ribu, sedangkan pengurus RW per bulan mencapai Rp1,2 juta.

Artikel ini ditulis oleh: