Jakarta, Aktual.com — Pakar sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Anwar Nasution berpendapat, penurunan pengiriman tenaga kerja Indonesia diprediksikan dapat mempengaruhi neraca pembayaran luar negeri.

“Neraca pembayaran luar negeri akan memburuk, karena penurunan ekspor dan kiriman kembali TKI ke kampung halaman,” kata Anwar Nasution dalam seminar “reshaping, sharpening dan BUMN” di Jakarta, Kamis (17/12).

Selain itu, kata dia, penurunan pemasukan modal asing baik berupa investasi jangka ataupun pendek juga berpengaruh. Penurunan TKI, tidak lepas dari banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi, LSM Migrant Care mencatat sebanyak 1,5 juta TKI mengalami pelanggaran hak asasi manusia di berbagai negara tujuan.

Data Migrant Care mencatat indeks perbudakan modern tahun 2014 mengalami peningkatan hingga 300 persen dari sebelumnya sebanyak 204 ribu buruh migran yang diperbudak di berbagai negara tujuan.

Namun terkait dengan pengaruh terhadap neraca pembayaran, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara meyakini neraca pembayaran Indonesia pada 2016 akan kembali surplus, setelah tahun 2015 ini diperkirakan defisit 5-6 miliar dolar AS.

Dengan perbaikan struktural perekonomian yang sedang berjalan saat ini, Mirza meyakini neraca pembayaran, yang mencakup neraca transaksi berjalan dan neraca transaksi finansial, akan mencatat surplus seperti pada 2014, dimana saat itu surplus tercatat 15 miliar dolar AS.

Jika merujuk data BI hingga triwulan ketiga 2015, transaksi berjalan dalam neraca pembayaran mencatat defisit sebesar empat miliar dolar AS. Sedangkan neraca transaksi finansial, meskipun mencatat surplus 1,2 miliar dolar AS, namun pencapaiannya jauh menurun dibanding triwulan II 2015 yang sebesar 2,2 miliar dolar AS, dan triwulan III 2014 sebesar 14,7 miliar dolar AS. Penurunan surplus tersebut karena defisit pada investasi portofolio dan menurunnya surplus investasi langsung.

Mirza memberi sinyal setelah transaksi berjalan membaik, laju inflasi juga akan semakin terkendali. Dengan begitu peluang otoritas moneter untuk menurunkan suku bunga acuan (BI rate) juga terbuka lebar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu