Jakarta, Aktual.com – DPR RI dan pemerintah telah menggelar rapat gabungan membahas rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme.

Dalam pertemuan tersebut, Komisi I dan Komisi III DPR telah mengusulkan agar dibentuknya Badan Pengawas kepada pemerintah, yang diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.

Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani meminta kepada pemerintah untuk memberikan skema dan konteks yang jelas, ketika melibatkan TNI dalam memberantas terorisme.

Menurut Arsul, Raperpres yang merupakan aturan turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU itu, harus jelas menempatkan kerangka pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme.

“Kami memandang perpres ini tidak secara jelas, dan detail mengatur kerangka pelibatan TNI sehingga bisa membuka ruang terjadinya overlapping atau tumpang tindih dengan lembaga lain, seperti BNPT maupun Polri yang mempunyai Densus 88,” kata Arsul dalam diskusi virtual bertajuk “Catatan Kritis dalam Perspektif Sekuritisasi, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Legislasi terkait Rancangan Presiden tentang Pelibatan TNI” yang digelar PBHI dan ILUNI UI, Kamis (26/11).

Kata Arsul, potensi terjadinya tumpang tindih tersebut ketika prajurit TNI menjalankan fungsinya, yakni penangkalan, yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) huruf a Raperpres tersebut. Penangkalan ini sebagai norma baru, padahal tidak boleh perpres memberikan sebuah norma baru. Sehingga istilah penangkalan ini harus diperjelas.

“Jadi harus jelas konteksnya dengan kerangka pelibatan TNI. Itu dilakukan agar implementasi pelibatan TNI di lapangan tak melenceng dari politik hukum negara, dalam menempatkan kasus tindak pidana terorisme,” tuturnya.

Oleh karena itu, kata Arsul, kerangka pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme harus jelas agar tidak keluar dari politik hukum dasar.

“Karena itu, tentu agar tidak keluar dari politik hukum dasar kita, maka ini harus diberi kerangka yang jelas,” pungkasnya.

Perlu diketahui sebelumnya, rencana pemerintah melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di dalam upaya pemberantasan terorisme menuai pro dan kontra.

Pemerintah telah merampungkan penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Draf itu juga disebut telah diserahkan kepada DPR beberapa waktu lalu untuk dapat dibahas secara bersama-sama.

Sejumlah pihak pun berharap agar pembahasan draf ini dapat dilaksanakan secara terbuka, hingga saat ini pembahasan tersebut masih alot.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i